Written by : sabiqisedogawa21
Pagi itu Herman memasuki gedung kantor sambil bersiul gembira. Pagi ini ia berangkat dari dari rumah Vi. Perempuan itu selalu punya cara untuk membuatnya senang. Tidak rugi ia menuruti semua permintaannya, karena perempuan itu memberikan pelayanan yang luar biasa. Herman tersenyum lebar, memikirkan betapa beruntung dirinya.
Sesampainya di ruang kerja, ia mendapati Priyo sudah duduk menunggu. Ia menyambut kehadiran Priyo dengan semringah. “Ada apa Yo? Tumben sudah datang pagi-pagi,” katanya, tapi matanya tertuju pada map biru yang dipegang Priyo.
“Ini, Dan,” kata Priyo sambil menyerahkan map tersebut. Herman tersenyum lebar saat menerimanya, dan segera memasukannya ke laci putih.
“Perkembangan kasus Ismawan gimana?”
Priyo mengangguk. “Aman, Dan. Seperti yang Komandan perintahkan. Saya terus mengulur waktu,” jawab Priyo sambil menerima cerutu yang diulurkan padanya.
Herman tersenyum puas. Dia mengangguk-anggukkan kepala. “Bagus!” pujinya. “Lanjutkan kerjamu!”
Priyo mengangguk. Diam sejenak menikmati hisapan cerutunya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Dan, ternyata tim di bawah Ghanis sudah menemukan bukti kalau tersangka pada penggerebekan ruko kosong, adalah anteknya Mr Black.”
“APA?” suara Herman meninggi. Ia benar-benar terkejut mendengarnya. “Kenapa kamu baru bilang?” hardiknya. “Barusan kamu semuanya aman!” Herman memberondong Priyo.
Priyo menegakkan duduknya. “Siap, Dan. Akan saya tangani,” sahut Priyo, berusaha menenangkan atasannya.
Herman mengangguk. “Bereskan!” perintahnya. Kasubdit berperut buncit itu berteriak memanggil salah satu stafnya untuk membuatkan teh hangat. Tiba-tiba saja kepalanya mendadak pusing.
Priyo yang mencium gelagat tidak menguntungkan untuknya, segera undur diri. Ia harus cepat-cepat pergi sebelum jadi pelampiasan amarah Herman. Dia baru menyadari kesalahannya. Seharusnya taruna itu tidak disampaikannya tadi. Bodoh! makinya dalam hati.
*
Riri menunduk. Tak mampu berkata apa-apa, sementara di depannya Priyo sedang berkacak pinggang. Rahangnya yang berwarna hijau bekas jenggot yang baru di cukur terlihat keras.
“Kamu itu bodoh apa bego? Sengaja mau mempermalukan saya? Bikin laporan saja tidak becus! Apa kamu mendadak menjadi buta huruf?” cemooh Priyo yang kesal membaca laporan Riri yang penuh dengan salah tik.
Riri masih menunduk. Ia tahu kesalahannya dalam hal ini.
“Arina Prameswari lulusan terbaik SIPSS di angkatannya. Gadis yang telah membuat Pimpinan menyetujui pilihan untuk masuk ke direktorat ini. Dan kamu yang berhasil meyakinkan pimpinan untuk membuka kasus Ayah kamu, sampai semua orang terpana. Tapi apa ini?” Priyo melempar berkas itu. “Kamu hanya mengecewakan banyak dengan kinerjamu yang begini.”
Terdengar suara pintu diketuk. Tanpa perlu repot menunggu, Herman langsung masuk, dan mendapati Riri sedang berdiri dengan wajah menunduk, sementara Priyo tampak emosi. “Loh! Ada apa ini?” tanyanya pada Priyo.
Priyo tak langsung menjawab pertanyaan Herman. Dia menyuruh Riri memperbaiki laporannya. Riri pun pamit dan meninggalkan ruangan itu dengan rasa kesal yang tertahan.
“Kenapa dia?” tanya Herman keheranan.Priyo mengusap wajahnya, lalu mengembuskan napas dengan kesal. “Sudah beberapa hari ini, dia kalau buat surat atau laporan selalu banyak typo. Bolak-balik saya harus mengeceknya,” jawabnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Kita Pulang
Mystery / ThrillerArina Prameswari, seorang penyidik cantik yang berjuang untuk menemukan keberadaan sang ayah dan memulihkan namanya. . Menurut Riri, sebuah konspirasi menjebak ayahnya hingga dia masuk dalam DPO. Dan Riri ingin membuktikan sebaliknya. . Ditemani Gha...