Part 39

365 55 3
                                    

Written by : San Hanna

Ghanis yang mendapat kabar kalau permintaannya pada Direktur disetujui, langsung meneruskan berita itu pada timnya. Mereka mulai bergerak sesuai rencana. Riri sibuk menelusuri apa saja kekacauan yang sudah dibuat Priyo selama dirinya cuti.

Priyo masuk dengan memasang muka perang. Alisnya bertaut dan wajahnya tegang. Dengan mata nyalang dia menyambangi Riri di mejanya. Napasnya semakin memburu tatkala gadis itu mengabaikannya.

“Kamu pikir bisa semudah itu menyingkirkan saya?” katanya dengan nada tinggi.

Riri mengangkat kepalanya. Semula dia ingin menjawab, tapi urung. Dia memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. Baginya, meladeni orang ini adalah perbuatan sia-sia dan hanya membuang waktu.

Tapi hal itu ditanggapi beda oleh Priyo yang semakin meradang oleh sikap Riri yang dianggap meremehkannya. Priyo menggebrak meja. Tumpukan map yang menggunung di pinggir meja Riri sampai terjatuh dan berserakan di lantai.

“KURANG AJAR, KAMU!” hardiknya dengan suara makin tinggi. “Anak buronan saja mau banyak tingkah.”

Amarah Riri tersulut dengan kalimat terakhir itu. Dia mendorong kursinya dengan kasar dan balas berteriak, “CUKUP, PAK!” Wajah Riri memerah karena marah. “Saya nggak tahu ada permusuhan apa antara Bapak dan Ayah saya, tapi sikap Bapak sudah keterlaluan.”

Priyo tertawa dengan pongah. “Penyidik kemarin sore yang nggak tahu apa-apa berani menantang saya?”

Riri berhasil menguasai emosinya. Dia akhirnya sadar kalau reaksinya berlebihan dan Priyo merasa menang.  Dengan santai dia bilang, “Sekarang saya memang nggak tahu apa-apa, tapi sebentar lagi banyak informasi yang akan saya dapatkan.” Wajah Priyo kembali tegang tanpa disadarinya. Riri menyondongkan tubuhnya sedikit ke arah Priyo. “Berharap saja saya tidak menemukan informasi yang justru akan membongkar kebusukan, Bapak,” bisiknya.

Priyo naik pitam. Wajahnya menghitam dan siap menerkam. Tangan kanannya sudah terangkat ke udara siap dilayangkan ke gadis di depannya.

“KOMPOL PRIYO!”

Suara tegas dan keras milik Ghanis menghentikan apa pun yang ingin dilakukan Priyo pada Riri.

“Tugas Anda di sini sudah selesai sejak Sprin baru itu berlaku, Kompol Priyo. Jika ada sesuatu yang ingin Anda lakukan, selesaikan segera. Banyak hal yang harus kami kerjakan tanpa intervensi dari pihak lain.” Ghanis baru maju selangkah, kemudian berbalik lagi. “Tolong turunkan tangan Anda. Saya tidak akan tinggal diam ada pihak lain yang mengganggu tim saya.

Priyo terpaksa menurunkan tangannya. Dia mendengus, memelototi Riri, kemudian berbalik, dan hendak keluar. Dia berhenti di dekat Ghanis, tapi Ghanis malah meninggalkannya dan memilih menghampiri Riri. Priyo yang kesal, keluar dan membanting pintu.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Ghanis yang berdiri di samping kubikel Riri. Gadis itu menggeleng dan tersenyum tipis. Ghanis berjongkok memunguti map yang berserakan.

Riri tidak enak hati dan buru-buru membereskan kekacauan yang ditinggalkan Priyo. Tersisa satu map terakhir. Tanpa sengaja tangan Ghanis dan Riri bersentuhan ketika mengambilnya. Wajah gadis itu bersemu karenanya dan Ghanis jadi kikuk. Sikap keduanya jadi kaku. Mereka sama-sama salah tingkah.

“Ehem.” Panda yang baru tiba mengeluarkan suara berdeham, membuat Ghanis dan Riri kompak menoleh. Ghanis menyerahkan map tersebut pada Riri dan meninggalkan mejanya. “Mau ke mana, Dan?” tanya Panda, “saya sebentar doang kok, nanti keluar lagi,” lanjutnya.

“Jangan berpikir macam-macam,” lirih Ghanis ketika melewati Panda untuk ke ruangannya.

Panda malah terkekeh, apalagi saat melihat Riri yang terus menundukkan kepala semakin dalam.

Tempat Kita PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang