Written by : San Hanna
Senin pagi, Riri datang ke kantor dengan tangan penuh tentengan. Kepalanya penuh dengan rencana. Semangatnya untuk mengusut perkara yang bertalian dengan kasus ayahnya semakin berkobar. Gadis itu tidak merasakan firasat apa-apa saat memasuki ruang kerjanya. Begitu juga saat meninggalkan buah tangan di ruangan Herman.
Pagi itu suasana kantor sepi. Riri masih beranggapan kalau anggota lainnya sedang tugas lapangan. Dia membuka kembali catatan pekerjaan terakhirnya, sebelum menyelaraskan dengan informasi baru. Ghanis pun tidak tampak di ruangannya. Mungkin langsung sibuk dengan satgas, pikir gadis itu. Dia mengulum senyum. Rasanya beberapa hari kemarin seperti mimpi saja. Riri sampai mencubit pipinya sendiri.
Panda masuk dengan tergesa-gesa. Wajahnya tegang. Urat di pelipisnya sampai menyembul. Jika sudah seperti itu, artinya ada sesuatu yang serius. Riri ikut cemas melihatnya.
“Kenapa, Bang?” tanya Riri. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
“Ikut aja. Cepetan!” tanpa aba-aba, Panda menarik tangan Riri.
“Ada apaan sih? Kasih tahu, dong. Nanti gue nggak kasih oleh-oleh, nih.”
Awalnya, Riri masih menganggap Panda sedang bercanda, tapi dengan tidak membalas ucapannya barusan, Riri yakin seniornya itu serius. Dia mengikuti Panda tanpa bertanya.
Panda mengajak Riri ke basement B2, tapi dengan mengendap-endap. Dari kejauhan terdengar dua orang lelaki yang sedang adu mulut. Riri bisa mengenali suara salah satunya. Ghanis. Riri melihat langsung ke mata Panda. Dia jelas meminta penjelasan.
“Selama elo cuti, Priyo yang mengambil alih semua. Ditambah Bang Ghanis juga cuti, karena Javas sakit. Orang itu makin merajalela,” terang Panda.
“Dia nggak kelarin apa-apa?” Riri penasaran.
Panda menggeleng. “Kalau cuma itu, Ghanis nggak akan ngamuk. Si Priyo ngelepasin Jangkung, tersangka yang kita curigai berkaitan dengan sindikat dari kasus yang kita buka.”
“APA?!” Riri bukan hanya terkejut, tapi dia juga naik darah. “Apa sih maunya orang ini? Gue udah nggak tahan sama dia.” Gadis itu mengingkirkan tangan Panda yang menahannya. Dia bergegas mendekati dua pria yang masih adu mulut.
Baik Priyo atau Ghanis, tidak ada yang menyadari kehadiran Riri sampai gadis itu muncul dan buka suara.
“Maksud Bapak apa dengan melepaskan tersangka yang sudah saya tangkap? Siapa yang memberi Bapak hak melakukan itu? Bapak boleh saja nggak peduli dengan kemajuan timsus, tapi jangan menghalangi kerja orang lain!” Riri langsung memberondong Priyo dengan pertanyaan dan tuduhan.
Priyo awalnya terkejut dengan kehadiran Riri dan apa yang diucapkannya, tapi detik berikutnya dia malah tertawa. Tawa yang mengejek. Dia merasa menang berhasil mengacaukan pekerjaan gadis itu. Siapa suruh berani melawannya? batin Priyo.
Emosi Riri semakin tersulut melihat reaksi Priyo sampai ingin menerjangnya. Beruntung Ghanis bisa menahan gadis itu, sehingga dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Saya akan menangkap orang itu lagi, bahkan saya akan menghadap Direktur dan memintanya menarik orang yang becus seperti Bapak keluar dari timsus!”
Priyo menyeringai. “Silakan,” katanya.
Ghanis merangkul bahu Riri, setengah memaksanya untuk meninggalkan tempat itu. “Jangan terpancing olehnya. Apa kamu ingin rencana besar kita gagal sebelum dimulai,” bisiknya sambil jalan. Bahu Riri merosot, tidak tegang seperti tadi. “Aku tahu perasaanmu saat ini, karena aku pun merasakan hal yang sama. Setidaknya kita bisa lebih waspada padanya mulai sekarang.”
“Apa dia orang dalamnya?”
Ghanis tidak menjawab. “Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanyanya mengganti topik.
“Panda yang mengajak.” Riri berhenti dan melihat sekeliling. Saking marahnya, dia sampai lupa dengan Panda.
“Kalau sudah bareng-bareng, dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak,” seloroh Panda, yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
Ghanis menarik tangannya dari bahu Riri. “Kita harus mendiskusikan hal ini secepatnya. Tapi kita tidak bisa gegabah, terutama kamu, Ri. Jangan sampai kejadian tadi terulang lagi! Atau apa yang sudah kita lakukan sejauh ini sia-sia.” Riri mengangguk patuh. “Saya akan atur waktu dan tempatnya. Nanti kalian akan saya hubungi. Sementara itu, kalian selesaikan semua pekerjaan yang ada.”*
Menjelang tengah hari, Ghanis meminta Riri dan Panda ke ruangan Direktur, usai memastikan pimpinannya tersebut ada di ruangannya dan tidak sedang menerima tamu. Setelah lengkap semuanya, Ghanis langsung menghadap.
Ghanis meminta maaf karena kedatangannya dan tim sangat tiba-tiba, lalu dia langsung membicarakan tujuannya datang. Raut wajah Direktur berubah-ubah ketika mendengar penjelasan Ghanis, Riri, dan Panda. Ketiganya mengatakan kinerja Priyo yang dirasa menghambat penyelidikan.
“Kamu sadar apa yang kamu katakan tadi? Itu bisa jadi tuduhan serius dan akan berbalik menyerang kalian jika terbukti tidak benar,” tutur sang pimpinan.
“Siap, Dan. Saya tahu konsekuensinya. Untuk itulah kami di sini. Saya mohon, kembalikan saya ke timsus, dan tarik Kompol Priyo.”
Sang Direktur tidak langsung menjawab. Ruangan menjadi hening dan terasa lengang. “Beri saya waktu untuk mempertimbangkannya. Saya harus melihat hal ini dari sudut lain. Sampai ada keputusan, apa pun itu, kalian lakukan pekerjaan yang ada sebaik-baiknya.”
Begitu keluar dari ruangan Direktur, Riri tidak bisa menahan diri. Dia memberondong Ghanis dengan pertanyaan: Bagaimana jika Direktur tidak mengabulkan permintaan mereka? Bagaimana jika Direktur malah bertanya pada Priyo atau Herman dan malah menyebabkan semuanya makin runyam? Apa yang akan mereka lakukan jika kemungkinan buruk itu terjadi?
Kali ini Panda yang menenangkan Riri dengan mengatakan, “Direktur kita tidak sebodoh itu. Dia akan mengumpulkan informasi dari pihak lain. Percayakan saja padanya. Dan berdoa untuk hasil terbaik.”
*
Sambil menunggu Sprin yang melegalkan Ghanis kembali menjadi Katimsus, Ghanis dan Riri berdiskusi dengan Ismawan tentang rencana mereka untuk menjebak Herman. Untuk itu mereka butuh bukti konkret, karena kemunculan Ismawan saja jauh dari kata cukup.
Ismawan meminta Riri mencari informasi dari dalam direktorat untuk melihat sepak terjang Herman sejak dirinya dihilangkan, sementara dia berusaha mencari tahu informasi dari koleganya yang masih bisa dipercaya.
Pikiran Riri langsung tertuju pada Maya. Selain sebagai sahabatnya, Maya juga bisa diandalkan untuk menelusuri informasi yang diminta ayahnya.Ghanis pun menyusun rencana untuk menangkap kembali Jangkung. Untuk melakukan hal itu, dia mengerahkan Heri dan Bone. Sementara Panda bertugas untuk membantu Riri.
=================================
Two parts left nih, Gengs. Aku deg-degan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Kita Pulang
Mystery / ThrillerArina Prameswari, seorang penyidik cantik yang berjuang untuk menemukan keberadaan sang ayah dan memulihkan namanya. . Menurut Riri, sebuah konspirasi menjebak ayahnya hingga dia masuk dalam DPO. Dan Riri ingin membuktikan sebaliknya. . Ditemani Gha...