Written by : sabiqisedogawa21
Ghanis menarik napas panjang. Hatinya iba melihat Riri yang tampak menelengkupkan kepalanya di meja, dengan kedua tangannya yang berkali-kali meremas rambutnya. Melalui Panda ia tahu apa yang terjadi. Rasanya gemas karena ia tidak bisa melakukan sesuatu, karena itu semua ulah Herman.
“Ri,” panggil Ghanis lembut.
Riri mengangkat wajahnya, terkejut melihat siapa yang menyapanya. Ia segera merapikan rambutnya yang berantakan. “Iya, Pak,” jawab Riri gugup. Rasanya memalukan ketahuan sedang bersikap tidak seharusnya.
“Sebaiknya kamu pulang saja,” sahut Ghanis mengulas senyum manisnya.
Riri terpana melihat senyum yang sudah lama tidak ia temui. Sesaat kemudian ia tersadar, kemudian menggeleng dan berkata ”Saya tidak apa-apa, Pak.”Ghanis tersenyum, “Mungkin saya bukan ketua tim lagi, tapi saya masih atasan kamu. Saya perhatikan kamu kurang istirahat. Pulanglah! Tenangkan pikiranmu. Kamu tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun kalau kamu tidak bisa berpikir jernih,” jelas Ghanis panjang.
Riri mengangguk. Rasanya Ghanis benar. Ia memang butuh waktu untuk menenangkan pikiran dan perasaan lelahnya selama ini. “Baiklah, Pak. Saya izin pulang lebih awal,” jawab Riri, yang disambut dengan senyuman menenangkan dari atasannya yang akhir-akhir ini sibuk dengan kasus lain.
Riri membereskan meja. Sebelum pulang ia menyempatkan diri mengirimkan pesan kepada Panda dan Heri. Jaga-jaga bila mereka mencarinya.
Ghanis tersenyum melihat Riri melangkah meninggalkan kubikelnya. Meski langkah itu tampak gontai, tapi ia pecaya, Riri tidak selemah yang ditampakkannya saat ini.
*
Riri melihat punggung Bundanya menghilang dari balik pintu. Ia menarik napas. Maafkan Riri, Bunda. Riri terpaksa berbohong dengan mengatakan kalau ia sedang mendapat tugas dadakan, sehingga sehabis makan malam tadi ia langsung ke kamar. Bundanya datang untuk memeriksa keadaannya, khawatir Riri jatuh sakit.
Saat ini berjuta kata tanya berputar dalam pikirannya. Ia sudah melihat sendiri, bukti yang menyatakan ayahnya masih hidup, dan tampak baik-baik saja. Walaupun ayahnya bersama dengan seorang perempuan yang lebih muda dari ibunya. Meski begitu, hati kecilnya berkata kalau semua itu tidak sepenuhnya benar. Tidak seperti apa yang terlihat, karena ia masih mempercayai ayahnya.
Sisi lain dalam dirinya berontak. Kalau itu tidak benar, mengapa ada foto itu? Foto itu bukan foto lama. Dan menurut Pak Herman foto tersebut tidak sengaja terambil oleh anggota Subdit Aset yang sedang mengusut salah satu kasus. Dan dia memperolehnya langsung dari Kasubdit Aset.
Fakta ayahnya masih hidup tentu sangat membahagiakan bagi Riri. Salah satu harapannya terwujud, meski belum bisa menemukan di mana ayahnya. Setidaknya dia mendapat kabar baik. Bisa saja ayahnya yang sedang berlibur di sebuah pulau atau tempat lainnya.
Tiba-tiba dadanya terasa perih, karena gadis itu membayangkan ayahnya sedang bersama perempuan lain. Apakah mungkin Ayahnya berkhianat? Tidak cuma soal pekerjaannya, tapi juga mengkhianati Bunda, dirinya, dan Rinda? Rasanya tidak habis pikir, kalau diam-diam Ayahnya memiliki perempuan lain.
Sebuah rongga besar menganga di dadanya. Sesak sekaligus hampa. Riri merasa orang-orang di sekitarnya justru mengkhianatinya. Ghanis dengan menerima sprin tanpa berusaha mengajukan penolakan. Walau kenyataannya dia masih membantu, tapi tetap saja penyelidikannya sekarang menemui jalan bunti. Priyo, yang jelas-jelas tidak ingin mengusut kasusnya dan malah memperlambat kerja tim. Sekarang Ayahnya, yang tampak mesra dan bahagia bersama perempuan lain. Herman pun termasuk orang yang patut dicurigai Riri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Kita Pulang
Mystery / ThrillerArina Prameswari, seorang penyidik cantik yang berjuang untuk menemukan keberadaan sang ayah dan memulihkan namanya. . Menurut Riri, sebuah konspirasi menjebak ayahnya hingga dia masuk dalam DPO. Dan Riri ingin membuktikan sebaliknya. . Ditemani Gha...