Written by : San Hanna
Walau Ghanis dipindahtugaskan, dia masih tetap membantu timsus. Namun pergerakkannya sangat terbatas, sehingga dia tidak bisa leluasa bertindak. Dia hanya bisa mengirimkan petunjuk lewat Panda atau Heri. Dia sangat mempercayai kedua orang itu, karena telah bekerja sama sejak lama.
Ghanis merupakan ujung tombak penyelidikan. Jika dia tidak ada, maka tombak itu hanya merupakan tongkat. Bisa menggertak, tapi tidak mematikan. Kebuntuan demi kebuntuan dialami timsus. Ditambah banyaknya laporan masyarakat yang resah dengan peredaran narkotika yang begitu masif.
Semua kejadian belakangan ini terasa menyesakkan bagi Riri. Informasi sepotong-potong yang diberikan Herman padanya, membuatnya lebih gelisah. Karena itulah emosinya gampang tersulut. Lelah badan bisa ditanggulangi dengan istirahat, makan, dan olah raga. Tapi lelah hati dan jiwa butuh sesuatu yang beda.
Kesabaran Riri menghadapi Priyo makin menipis. Apalagi perbuatan pengganti sementara Ghanis itu mulai keterlaluan. Dia bukan hanya memaki Riri saat berdua dengannya saja, tapi terkadang di depan penyidik atau staf lain, hanya untuk masalah sepele.
Beruntung ada Panda yang bisa membuat Riri bertahan. Walau orang itu senang menggodanya dengan aneka keisengan yang dia buat, Panda selalu membantunya dengan memberi dukungan moral. Tak jarang dia bisa mengembalikan mood Riri yang anjlok setiap kali bersitegang dengan Priyo.
“Hei, Neng! Jangan cemberut mulu, nanti cepat tua,” bisik Panda. “Omongan si Ono,” katanya sambil melirik Priyo yang baru meninggalkan ruangan, “masuk kanan terus keluarin lagi.” Riri menautkan alis mendengar pepatah aneh itu. “Masuk kanan keluar kiri mah terlalu mainstream.”
Riri mulai menarik sudut bibirnya.
“Nah! Gitu dong. Kalau senyum, kan, tambah manis.”“Udah deh, Bang! Gue lagi nggak pengen bercanda. Lagi bête to the max, nih! Udah tahap pengen makan orang.”
Panda beringsut menjauh dengan muka yang jelas-jelas dibuat ketakutan. “Ampun, Ri! Abang emang gede, tapi dagingnya alot. Suwer deh!” katanya sambil mengacungkan jari membentuk huruf V.
Omongan Panda barusan sukses membuat Riri terkekeh sampai mengeluarkan air mata. Rasanya dia sudah lama sekali tidak tertawa lepas seperti itu.
Terdengar pintu dibuka kasar. Dengan wajah tegang Priyo masuk. Dia melemparkan tatapan tajam pada Riri. “Kalau punya waktu luang mending dibuat kerja!” hardiknya. “Ketawa-ketiwi kayak anak TK. Ini kantor bukan tempat bermain.” Priyo masuk ke ruangan setelah membanting pintu.
Panda akhirnya bisa mengembuskan napas yang sebelumnya tertahan, tapi tidak dengan Riri. Gadis itu menatap nyalang pada pintu yang tertutup. Tangannya mengepal dan rahangnya mengeras.
Panda bangkit dari tempatnya, kemudian bicara dengan suara yang sengaja ditinggikan. “Ri! Abang jalan dulu ya. Jangan lupa itu bon yang Abang kasih barusan. Lusa duitnya udah bisa diambil, kan?”
Penyidik bertubuh padat itu sadar ada yang mengamatinya dari balik kaca, ketika dia menyodorkan kertas pada Riri. Panda mengedipkan mata sebelum pergi.
Riri yang semula tidak tahu dengan sandiwara yang dibuat Panda, tidak merespons apa-apa. Dia buru-buru menyatukan bon tersebut bersama kuitansi lainnya untuk diproses. Baru saat memeriksa kelengkapan bukti-bukti, Riri melihat pesan yang ditinggalkan Panda bersamaan bon yang diberikannya.
“Kita bergerak lagi. Melanjutkan temuan dari kafe tempo hari,” tulis Panda.
Riri bersikap biasa saja, seolah tidak mengetahui apa-apa. Dia tidak ingin ada orang lain tahu timsus sedang bergerilya. Baru saja Riri bangkit setelah menyimpan laporan anggaran, Priyo tiba-tiba memintanya datang dengan membawa laporan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Kita Pulang
Mystery / ThrillerArina Prameswari, seorang penyidik cantik yang berjuang untuk menemukan keberadaan sang ayah dan memulihkan namanya. . Menurut Riri, sebuah konspirasi menjebak ayahnya hingga dia masuk dalam DPO. Dan Riri ingin membuktikan sebaliknya. . Ditemani Gha...