Written by : San Hanna
Muncul perasaan aneh di dalam diri penyidik muda itu, sejak melihat bukti yang diberikan Kasubditnya. Dia tidak bisa berdiam diri dan menunggu kabar selanjutnya, yang entah kapan akan diperoleh. Riri memaksa otaknya untuk bekerja lebih keras.
Sembari merapikan berkas administrasi, pikiran gadis itu menjelajah jauh. Dia berusaha mencari kemungkinan hubungan antara kasus Jack dan ayahnya yang tiba-tiba menghilang. Menurut catatan, Ayah sudah mengawasinya sejak lama, jadi akan janggal jika terjadi salah tangkap. Ada kemungkinan operasinya bocor. Riri menggeram kesal. Dia tidak mungkin kembali menghadap Herman untuk memastikan hal tersebut. Akan terlalu kentara kalau dia sedang menyelidiki kasus itu.
Riri membenturkan dahinya di meja. Dia tidak menyadari ada orang lain yang memperhatikannya.
“Kamu kenapa?”
Suara itu mengejutkan Riri. Dia buru-buru mengangkat wajahnya dan melihat ke sumber suara. “Dan,” sapanya kikuk.
“Barusan kamu ngapain? Sakit?” cecar Ghanis penasaran. Riri diam. Dia bingung mau bilang apa. “Kamu lagi sibuk apa? Bisa ke ruangan saya?” Melihat gadis itu bangkit, Ghanis mendahuluinya.
Dalam hati, Ghanis merutuk dirinya sendiri. Kenapa dia begitu penasaran dengan persoalan yang dibicarakan Riri dan Herman, atasannya. Bisa saja Herman butuh bantuan Riri untuk mencari berkas, karena kemampuan administrasi gadis itu sudah teruji belakangan ini.
Riri keheranan melihat komandannya bertingkah aneh. Tidak biasanya Ghanis terlihat melamun. Dia sampai bingung mau menegur atau membiarkannya, sementara dialah yang memintanya untuk datang.
“Dan,” panggil Riri pelan, tapi bisa menarik Ghanis dari lamunannya.
Ghanis salah tingkah. Dia berdeham. “Kata Panda, kemarin kamu dipanggil Pak Herman. Kalau boleh tahu, untuk keperluan apa?” Riri diam. Tidak langsung menjawab. “Urusan pribadi?” tembak Ghanis.
Riri membelalak mendengar pertanyaan barusan. Lalu dia mengangguk pelan. Hal itu membuat perubahan pada air muka Ghanis.
Duda beranak satu itu menyunggingkan senyum tipis. “Saya pikir ada kaitannya sama unit kita. Baiklah kalau begitu. Silakan lanjutkan pekerjaanmu.” Riri sudah menghilang dari pandangannya, tapi dia terus bergeming di tempatnya.
Ghanis masih merasakan ada yang aneh pada dirinya. Riri sudah terang-terangan mengaku, kalau urusannya dengan Herman adalah urusan pribadi. Bisa saja Herman ingin mengetahui tentang ayahnya. Siapa tahu lelaki itu menghubungi keluarganya. Ghanis berusaha meyakinkan dirinya sendiri, tapi dia malah semakin penasaran. Akhirnya dia memutuskan untuk menanyakannya pada Panda. Meminta bantuan lebih tepatnya.
Riri menatap pintu ruangan Ghanis beberapa saat setelah dia kembali ke mejanya. Pikirannya berkecamuk. Dia hanya bisa menerka-nerka apa maksud pertanyaan atasannya tadi.
“Woi! Anak perawan bengong aja! Nanti jodohnya dipatok orang!” seru Panda yang tiba-tiba muncul di depan Riri.
“Ngagetin aja deh!” protes Riri. “Mana setoran bon? Kalau besok pagi belum kasih, uangnya nggak keluar jangan protes, ya!”
Panda menyeringai. “Neng Riri yang cantik dan baik hati, Abang nggak lupa kok. Tapi nggak ingat naruhnya di mana. Nanti Abang cari lagi.” Rencana ingin merayu Riri lebih lama harus terhenti karena Ghanis memanggilnya dengan suara lantang. “Nggak bisa lihat orang senang, nih si Bos,” rutuknya sambil lalu.
Ghanis yang menanti Panda sedari tadi, berubah berang saat mengetahui orang yang ditunggunya malah berleha-leha. Urat di pelipisnya sampai menyembul saking kesalnya. Dan Panda masuk dengan tampang innocent-nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Kita Pulang
Mistério / SuspenseArina Prameswari, seorang penyidik cantik yang berjuang untuk menemukan keberadaan sang ayah dan memulihkan namanya. . Menurut Riri, sebuah konspirasi menjebak ayahnya hingga dia masuk dalam DPO. Dan Riri ingin membuktikan sebaliknya. . Ditemani Gha...