Part 9

324 71 1
                                        

Written by : San Hanna

Hari semakin larut, tapi Ghanis masih belum bisa merapatkan matanya. Peristiwa yang sudah menghantuinya beberapa tahun belakangan ini kini muncul lagi dengan lebih terang. Berputar di kepalanya seolah-olah dia senang menonton sebuah film.

Dia masih ingat, ketika ambulans datang, semuanya sudah terlambat. Adelia tak selamat dalam kejadian nahas tersebut. Ghanis berkeras untuk ikut dalam proses pemeriksaan bangkai mobilnya, namun dicegah oleh atasannya. Dia diminta untuk menenangkan diri.

Setelah tiga hari, Ghanis berkeras untuk melihat hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dia menyambangi Polsek Pasar Minggu dan langsung menuju unit Reskrim. Dia mengenalkan dirinya, bukan hanya sebagai suami korban, tapi juga sebagai penyidik Bareskrim. Dengan begitu dia yakin akan mendapatkan semua informasi secara utuh.

Benar saja, petugas yang berwenang segera memberikan beberapa foto yang diambil di TKP. Dengan tenang diambilnya foto-foto tersebut. Ghanis diberikan waktu untuk memperhatikan gambar-gambar tersebut seorang diri.

Di ruangan sempit dan sendirian, membuat Ghanis tak sanggup menyembunyikan emosinya. Tangannya bergetar dan pandangannya nanar saat melihat mobil kesayangan Adelia hancur di bagian depan. Jantungnya berpacu ketika mengambil lembar foto lainnya.

Jika saja dia tidak membiarkan istrinya tetap di dalam mobil, mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Kondisi bagian dalam mobil di foto sangat berbeda ketika dia berusaha mengeluarkan tubuh Adelia yang terperangkap. Ghanis tertawa kecil. Dia mentertawakan kebodohannya sendiri. Terang saja berbeda. Saat itu ada asap dan api di mana-mana, dan ketika polisi tiba, semua itu sudah lenyap. Detik berikutnya Ghanis mulai beralih ke gambar lain. Kali ini dia sudah memantapkan diri untuk melihatnya lebih objektif.

Tiga kali dia mengulang semuanya dari lembar pertama, berharap menemukan sesuatu yang mencurigakan, tapi hasilnya nihil. Selain kerangka mobilnya yang diambil dari berbagai sudut, luar dan dalam, sisanya hanya berisi serpihan dari mobilnya yang terlontar akibat ledakan, juga foto dari sekitar TKP.

Ipda Hidayat, petugas yang tadi menyerahkan foto, datang. Selain mengambil lagi gambar-gambar itu, dia juga menanyakan apakah Ghanis ingin melihat kerangka mobilnya yang terparkir di halaman kantor polisi tersebut. Dan tentu saja dia tidak akan melewatkannya. Untuk itulah dia ke sini.

Duda satu anak itu bisa mengendalikan dirinya dengan baik saat melihat kendaraan tersebut. Setengah badan mobilnya hangus dan catnya sudah mengelupas. Di bagian tengah ada bekas kecoklatan, sisa jilatan api. Dia memperhatikan dengan cermat setiap senti benda itu tanpa menyentuhnya.

Setelah puas melihat dan memeriksa badan mobil, Ghanis melihat bagian mesin. Masih jelas dalam ingatannya, bagaimana api yang berkobar di bagian depan terus menjalar dengan cepat. Jika benar karena konsleting listrik, mengapa istrinya tidak ke luar buru-buru ketika muncul percikan kecil. Pasti asap akan mengalir ke bagian dalam, pikirnya.

Baru saja Ghanis maju selangkah untuk melihat sisi lain, kakinya terselip di antara bebatuan kecil hingga membuatnya nyaris tersungkur. Beruntung dia berhasil menjaga keseimbangan tubuhnya dan hanya pulpen dari saku bajunya yang terjatuh. Saat dia memungut benda yang tergeletak, dia melihat serpihan benda dari plastik yang menempel di bawan mesin mobil.

Ghanis tidak yakin apakah benda itu memang wajar berada di sana atau tidak, tapi instingnya sebagai penyidik memaksanya untuk memeriksa benda itu lebih lanjut. Dia minta Hidayat untuk memotret bagian tersebut dan mencatatnya. Dia tidak mendapati hal itu dalam foto yang sudah tercetak. Setelahnya, Ghanis meminta benda itu diambil dan dibawa ke laboratorium forensik.

Segera setelah menuliskan keterangan tambahan, Hidayat dan Ghanis langsung menuju puslabfor. Hidayat yang secara usia tidak terpaut jauh dari Ghanis, merasa terintimidasi. Aura yang terpancar dari pria itu membuat Hidayat segan padanya. Dia tidak ingin berkomentar apa-apa, tapi keheningan selama perjalanan membuatnya gila.

“Saya turut berdukacita, Dan, atas musibah yang baru dialami,” katanya membuka obrolan.

Ghanis tahu hal itu hanya basa-basi dari anggota yang ikut bersamanya. Kepalanya saat ini dipenuhi berbagai pertanyaan yang belum terjawab. Merasa tidak enak hati, akhirnya dia menanggapi. Tanpa melihat Hidayat, Ghanis menganggukkan kepalanya sekali dan berterima kasih.

Mendapati respons yang diterimanya minim, Hidayat tidak berani bersuara lagi. Sisa perjalanan diliputi sunyi.
“Kita mampir sebentar ke TKP. Saya mau melihat tempat itu, mungkin ada hal baru yang ditemukan lagi.”

“Delapan enam, Dan.”

Sepuluh menit berikutnya mereka sudah sampai. Ghanis memarkirkan mobilnya tak jauh dari toko mainan. Lokasi ledakan masih dipasangi garis polisi. Beberapa lingkaran putih, tanda tempat objek untuk diambil fotonya, masih jelas di sana. Hidayat terlihat menyalami petugas yang berada di lokasi dan mengenalkan Ghanis padanya.

Begitu mendapatkan izin memeriksa, Ghanis langsung melintasi garis kuning, berjalan perlahan dengan pandangan tertuju pada jalan. Dia melangkah dengan hati-hati. Matanya sangat awas menyisir tempat tersebut, dan berharap mendapatkan petunjuk lain yang mungkin luput dari mata petugas.

Setelah beberapa menit, Ghanis tidak memperoleh apa-apa dan bersiap meninggalkan tempat tersebut. Matanya menangkap benda bulat yang tergeletak di sudut jalan dan menempel di sisi trotoar. Dia mendekat dan memperhatikan benda tersebut. Di dekatnya juga terdapat puntung rokok yang masih tersisa setengahnya. Bagian luarnya hitam legam.

Dengan menggunakan sapu tangan, Ghanis memungut dua benda itu, lalu memasukkannya dalam kantong plastik yang berisi temuan baru dari kerangka mobilnya.

Nothing to lose, pikirnya, jika benda-benda itu tidak ada kaitannya dengan ledakan tempo hari, tapi jika tebakannya benar, dia bisa membuktikan bahwa peristiwa itu bukan kecelakaan, tapi percobaan pembunuhan.

=================================

Eciyeeeee...

Tumben lho aku update jam segini. Udah ah gitu aja. See yaaaa.

Tempat Kita PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang