Written by sabiqisedogawa21
Angin berhembus lembut menerpa tubuh Riri yang sedang duduk di balkon atas rumahnya, memandangi langit dengan bintang yang bertebaran. Sinar Rembulan malam itu seakan melengkapi indahnya sentuhan langit.
Banyak kata yang terendap di benak dan hatinya saat ini. Kerinduan akan hadirnya sang Ayah, mengingatkannya pada sosok ayah yang sangat ia puja. Ismawan Mahardika, lelaki sederhana dengan wajah yang selalu tersenyum ramah kepada siapa saja, adalah orang makna kebersamaan dalam keluarga.
Di tengah kesibukannya sebagai seorang penyidik, ayahnya tidak pernah lupa menelepon atau video call dengan istri dan kedua putrinya. Minimal mengirimkan chat di grup keluarga. Riri dan adiknya yang sudah beranjak dewasa, tapi tidak mengurangi instensitas ayahnya untuk bertukar kabar.
Satu kebiasaan ayahnya yang sangat ia rindukan, adalah berdiskusi di teras atau di ruang nonton TV, tentang banyak hal yang terjadi dalam satu hari. Topik apa saja akan selalu menyenangkan untuk dibahas bersama ayahnya. Wawasan ayahnya yang luas yang didukung oleh buku referensi yang berderet di rak dalam ruang kerjanya, selalu berhasil membuat Riri dan Rinda untuk ikut duduk bersama mendengarkan coletah ayahnya. Apalagi ditemani teh hangat dan singkong goreng buatan Bunda.
Riri sangat mengagumi pandangan ayahnya tentang rezeki. Katanya, rezeki tidak selalu berupa uang, tapi juga dalam bentuk kesehatan, kebersamaan, dan senyum yang terkembang di wajah orang-orang sekitarnya.
Riri masih ingat kata-kata ayahnya di malam hari sebelum beliau menghilang. Ayahnya berkata, "Dalam hidup, kita tidak selalu bisa mencapai apa yang kita inginkan. Tidak semua orang bisa menerima hal yang mungkin kita pikir baik. Tapi tetaplah berbuat baik." Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Riri, seakan-akan ia dengar langsung dari ayahnya saat teringat kembali.
Pembicaraannya dengan Maya beberapa jam lalu, menumbuhkan perdebatan sekaligus semangat baru untuk terus berusaha menyibak arti dan makna dibalik teka-teki menghilang sang ayah. Riri memilih kata menghilang, karena ia masih meyakini kalau ayahnya masih hidup dan ada di suatu tempat.
Bukan sekali dua kali keluarga besar atau tetangga memintanya untuk mengikhlaskan kepergian sang ayah, tapi Riri tetap pada pendiriannya yang berkata bahwa ayahnya masih hidup.
Riri menoleh ke arah kiri. Jarinya meraba sebuah buku berwarna abu-abu yang ia taruh di meja. Buku berukuran 21 cm x 14,5 cm dengan ketebalan 1,7 cm itu bersampul bahan kulit. Halaman depan buku ada gambar bulu ayam. Entah apa maksudnya. Saat membuka buku itu, dia tersenyum sambil mengelus barisan kata di halaman pertama yaitu Ismawan Mahardika.
Buku yang ia temukan di tempat tak terduga menjadi alasan terkuat keyakinannya bahwa ayahnya tidak bersalah dan masih hidup. Ayahnya sungguh pintar menyembunyikan rahasia. Satu tambahan poin kekaguman pada ayahnya.
Benda itu pun tidak tiba-tiba muncul begitu saja.Masih segar dalam ingatan gadis itu, bagaimana ia menemukan buku tersebut. Saat itu, ia tengah berada di ruang kerja ayahnya, di rumah. Ruangannya tidak besar, tapi cukup nyaman untuk ayahnya bekerja saat di rumah atau sekedar membaca buku dan Riri sangat senang menemani ayahnya. Namun terkadang pintu ruang kerja sang ayah tertutup rapat dan itu tandanya tidak ada satu pun orang di rumah yang boleh menganggunya.
Sejak kepergian ayahnya, Riri banyak menghabiskan waktunya di ruang tersebut. Terutama saat week-end dan tidak ada rencana pergi keluar. Riri lebih suka berada di ruangan itu ketimbang kelayapan tidak jelas di mal.
Saat ia menemukan buku catatan itu, Bunda dan Rinda sedang mengunjungi rumah budenya di daerah Jagakarsa. Riri yang sedang tidak enak badan, meminta izin untuk tinggal di rumah saja. Tentu saja dia akan menghabiskan waktu di ruangan favoritnya.
Biasanya Riri akan duduk di kursi sambil mengamati rak buku, persis seperti kebiasaan sang ayah. Namun saat itu, ia malah berbaring di sofa dengan mata memandangi tiap sudut ruangan. Tiba-tiba matanya terbelalak.
Astaga! Itu apa?
Riri beringsut dari sofa dan mendekati obyek yang tergantung di langit-langit ruangan sebelah kiri yang ternyata seutas tali tambang. Ia mencoba menariknya. Terasa berat seperti ada yang membebaninya. Ditariknya tali tersebut dengan lebih kuat. Betapa terkejutnya ia ketika mendengar suara keras dan melihat sesuatu jatuh dari plafond rumahnya. Benda itu menyerupai anak tangga.
Mulutnya terbuka lebar melihat benda yang menggantung di depannya, yang muncul hanya dengan tarikan seutas tali. Adrenalinnya memaksa Riri untuk naik. Riri menggunakan kedua tangannya untuk menarik tubuhnya naik ke atas dan mulai menaiki anak tangga satu per satu.
Begitu sampai di atas, ia kembali terkesima. Astaga. Ayahnya memang sangat kreatif. Ia tidak mengira bila di atas plafon ini bisa menjadi tempat persembunyian yang luar biasa.
Betapa tidak, Plafon ini telah disulap menjadi satu ruang yang tidak terlihat dari luar, bahkan dari bawah saja tidak tampak kalau ada tempat ini. Ruangan tambahan yang mampu menampung banyak barang dan sengaja disediakan karpet warna hijau lengap dengan bantal gulingnya. Riri bisa membayangkan ayahnya berada di atas sini.
Sebuah buku warna abu-abu tergeletak di atas karpet. Riri mengambilnya dan membukanya sekilas. Tampak di dalamnya tulisan tangan sang ayah. Ada tanggal dan nama orang, serta kode-kode yang biasa digunakan dalam bekerja.
Riri takjub dengan buku yang digenggamnya. Ini pasti buku catatan ayah. Ia harus mempelajarinya. Siapa tahu ada petunjuk yang bisa ia temukan, pikirnya. Segera ia turun dengan tidak sabar untuk membaca isinya.
Ketika berada dibawah, Ia sempat bingung bagaimana caranya agar tangga itu naik lagi. Tidak mungkin ia membiarkannya begitu saja dan dilihat oleh Bunda atau Rinda. Belum saatnya. Tak sengaja tangannya menekan anak tangga terakhir. Dan
Blum! Anak tangga itu langsung lenyap.Astaga! Riri dibuat terkesima untuk kesekian kalinya. Ayahnya luar biasa menciptakan ruang dan anak tangga yang penuh rahasia.
Tubuh Riri bergidik karena kedinginan. Ia segera masuk dan menutup pintu kamar. Di dalam kamar, ia tesenyum melihat adiknya sudah terlelap dalam pelukan mimpi-mimpi indah. Diciumnya kening adiknya dengan lembut sebelum ia naik ke ranjangnya. Ditariknya selimut menutupi sebagian tubuhnya, tapi ia masih ingin membuka halaman demi halaman dalam buku catatan itu.
Ayahnya termasuk teliti karena mencatat semuanya. Mulai dari hasil tanya jawab dengan seseorang yang dipersangkakan atau saksi kejadian. Ayahnya juga mencatat dan memotret foto-foto dan ditempelkan di buku itu. Riri jadi tahu bagaimana cara menggali informasi mengenai motif, persepsi, dan apa saja yang menarik dari saksi atau tersangka.
Ayahnya juga mencatat tanggal-tanggal yang dilingkarinya sebagai tanggal harus bertindak. Ada kode-kode yang Riri belum tahu artinya, tapi ia merasa harus mencari tahu agar dapat lebih memahami maksudnya.
Walau belum jelas semua, tapi Riri merasa ayahnya seperti sedang menuntunnya, untuk menemukan jawaban dari kata tanya dalam benak dan hatinya.
Tiba-tiba ia menguap. Esok pagi ia akan mulai menelusuri informasi dari buku catatan ayah. Ditutupnya benda itu dan menaruhnya di bawah bantal, lalu ia memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Kita Pulang
Mystery / ThrillerArina Prameswari, seorang penyidik cantik yang berjuang untuk menemukan keberadaan sang ayah dan memulihkan namanya. . Menurut Riri, sebuah konspirasi menjebak ayahnya hingga dia masuk dalam DPO. Dan Riri ingin membuktikan sebaliknya. . Ditemani Gha...