Part 21

297 56 1
                                    

Written by : San Hanna

Perlahan, tapi pasti adalah moto tim GPR alias timsus saat ini. Di satu sisi Ghanis senang karena unitnya sibuk sekali mengusut berbagai kasus, baik yang dilaporkan oleh masyarakat ataupun hasil pengembangan perkara lama. Meski di sisi lain dia merasa jalannya untuk menyelesaikan kasus yang baru dibukanya jadi tersendat.

Perasaan tidak enak selalu muncul setiap kali Ghanis melihat Riri. Gadis itu rela bekerja lebih lama di kantor setiap harinya. Saat dia tidak sedang di lapangan, dia dengan suka rela untuk mem-back up rekannya, sembari mempelajari perkara-perkara yang pernah ditangani ayahnya dulu. Semangatnya seperti tidak ada habis. Karena itulah Ghanis tidak ingin mengecewakannya.

Pernah suatu kali, Ghanis mendapati Riri masih di kubikelnya setelah hari sudah larut malam. Penyidik muda itu hanya bilang sedang mengelompokkan beberapa modus operandi yang mirip, saat ditanya. Katanya, “Siapa tahu bisa mendapatkan pola tertentu yang selama ini luput dari pengawasan kita.

Jawabannya membuat Ghanis terperangah. Dia tidak pernah berpikiran ke sana sama sekali. Setelah kasus dengan Ismawan di SP3, banyak sekali modus baru dalam memasarkan narkotika. Barangnya sama, hanya saja cara pengirimannya yang berbeda-beda. Ada yang disusupkan dalam badan boneka, disamarkan dengan pembalut wanita, bahkan penyebarannya itu ada yang diatur dari dalam lapas oleh bandarnya.

“Kamu masih lama?” tanya Ghanis setelah melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

“Nggak, Dan. Tinggal menaruh berkas-berkas ini ditempatnya. Komandan mau pulang sekarang?”

“Saya tungguin. Nanti saya antar pulang.”

Riri menghentikan kegiatannya. Dia mengerjapkan mata berkali-kali, memastikan dirinya tidak berhalusinasi. “Serius Komandan mau antar saya pulang?” Ghanis tidak menjawab. Dia malah menatap Riri sambil menelengkan kepala. “Tapi kan saya bawa motor, Dan,” katanya lagi, lalu menggaruk kepala.

“Kamu lupa? Besok kita harus ke Warnet Pelangi untuk memeriksa ulang tempat itu bersama Heri. Motormu ditinggal di pangkalan saja, besok pagi-pagi sekali saya jemput, dan kita langsung ke TKP. Heri pun langsung  ke sana. Katanya lebih dekat dari rumahnya daripada ke sini dulu.”

Riri bergegas menyimpan map terakhir dalam kabinet, lalu menutupnya. Dia memeriksa mejanya sekali lagi, melihat ke kolong juga laci untuk memastikan tidak ada yang tertinggal, kemudian melangkah mendekati Ghanis.

“Aduh! Cerdas banget Pak Kanit,” ledek Riri seraya menutup mulutnya, menahan tawa. Riri berjalan mendahului.

Tangan kanan Ghanis terangkat begitu Riri berada di depannya. Dia ingin mengacak-acak puncak kepala gadis itu. Belum juga menyentuh selembar rambutnya, Ghanis buru-buru menurunkan tangannya, lalu menggeleng pelan. Bodoh! Makinya dalam hati.

*

Benar ucapan Panda yang mengatakan, kalau mata Heri mirip scanner. Di TKP, Heri berhasil menemukan bukti lainnya, yang memungkinkan mereka untuk memeriksa ulang saksi setelah menyocoknya sidik jari yang tertera pada temuan tersebut. Bahkan Riri berhasil menemukan tempat persembunyian yang tak terduga. Di plafond.

Penyidik memang sering memeriksa plafon di TKP atau rumah tersangka, itu pun selalu. Hanya jika terlihat mencurigakan. Tidak ada yang aneh dengan bangunan yang mereka sudah sambangi lebih dari tiga kali. Setiap sudut tempat ini sudah diperiksa dengan teliti, termasuk plafond di setiap lantai.

Ghanis harus mengakui, kalau timnya kala itu hanya mengetuk beberapa titik secara acak. Dan sekarang, Riri mengetuk setiap sambungan di langit-langit ruangan. Hasilnya, salah satu potongan plafond yang seluruhnya dicat hitam bisa bergeser.

Tempat Kita PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang