Part 18

302 58 2
                                    

Written by : sabiqisedogawa21

Warning!! Part ini panjaaaaaang banget. Siapin camilan sebelum baca. Hahahaha.

=================================

Pintu lift terbuka. Riri hendak melangkahkan kakinya ke dalam, ketika dari belakang ada yang mendorong tubuhnya hingga hampir jatuh. Ia hendak membalas, tapi dari balik kaca terlihat wajah dengan cengiran iseng yang teramat ia kenal. Panda!

Panda yang mengenakan kemeja biru muda berlengan panjang, tersenyum. “Pagi, Neng cantik,” sapanya dengan telunjuk menekan angka tujuh.

Riri memajukan bibirnya. Tanda masih kesal dengan kelakuan Panda yang sekarang memasang wajah tanpa dosa.

“Kenapa pagi-pagi cemberut gini Neng cantik?” gombal Panda ketika sama-sama menuju pintu lobi. Riri berjalan dalam diam ke mesin finger yang diikuti Panda, lalu kedua bergegas menuju ruang kerja mereka.

Panda mengaduh ketika Riri menutup pintu sebelum ia masuk. Keningnya  menabrak pintu kaca. Panda bisa melihat gadis berparas menawan itu cekikian melihatnya. Panda hendak membalas, tapi urung karena Ghanis sudah berdiri di depan salah satu kubikel, kemudian menghilang ke ruangannya.

Panda tersenyum melihat mereka berdua. Sebenarnya mereka cocok. Dari fisik sudah sama-sama tinggi. Yang satu ganteng dan yang satu cantik. Riri tidak kalah cantik dari Adelia. Hanya beda usia saja.

“Apa lo senyum-senyum sendiri? Kesambet?” tegur Riri, yang membuat Panda auto menghentikan khayalannya. “Makanya  jadi orang jangan terlalu iseng,” lanjut Riri.
Panda menarik kursi dan duduk di samping Riri. Di ruangan yang cukup besar ini banyak kursi, tapi akhir-akhir ini ia lebih seneng duduk di kubikel Riri. Demi misi, ucap Panda dalam hati.

Riri mengibaskan kertas di hadapan Panda. “Hus … Abang kenapa ya?”
Panda tertawa. “Masih sakit, nih,” sahutnya sambil menunjuk keningnya yang memang agak merah. Riri spontan mengusap kening Panda. Wajahnya agak khawatir. Panda tersenyum karena muncul ide jahil lagi.

Panda mendorong kening Riri dengan telunjuknya. “Makanya jadi orang jangan iseng,” kata Panda dengan wajah jenakanya.

“Ih Bang Panda!” seru Riri, “sakit!”
Panda hendak menggoda Riri lagi, tapi tidak jadi karena tiba-tiba Ghanis sudah berdiri di dekat meraka, dan wajahnya tampak  tidak suka.

“Ada apa ini? Kalian kayak anak kecil saja,” ucap Ghanis dengan suara agak keras. Panda buru-buru mengangguk dan berdiri. “Maaf, Dan.” Kemudian dia pamit meninggalkan mereka berdua.

Riri memundurkan kursinya dan baru sadar kalau jarak bangkunya dan Panda terlalu dekat.  Riri menunduk saat menemukan mata Ghanis yang menatap tajam. Ia jadi canggung.

Ghanis menyodorkan map kuning ke Riri, yang segera diambilnya. “Diarsipkan, ya! SP3, kasus Red Stone yang kemarin itu,” perintah Ghanis. 

Riri mengangguk, ”Oh iya, Dan, ternyata orang yang kita tangkap kemarin itu pernah berada di TKP Ancol,” kata Riri.

“Kamu tahu dari mana?” tanya  Ghanis yang langsung tertarik dengan kata-kata Riri.

“Dari BA beberapa kasus yang saya pelajari, ternyata melibatkan orang yang kita tangkap kemarin. Itu artinya orang ini sering tertangkap,” jelas Riri. Ghanis mengangguk. “Dan orang itu ada di Ancol saat terakhir Ayah saya menangani kasus sebelum akhirnya menghilang.”

Ghanis menarik kursi di sebelah Riri dan membuat gadis itu terkejut. Dia tidak menyangka atasannya akan duduk disebelahnya. Ghanis merasa canggung. “Berdiri saja. Pegal rasanya,” sahut Ghanis tanpa ditanya. “Lanjut!” perintah Ghanis.

Riri tersenyum kecil, “Ya, Dan. Kita perlu interogasi lagi,” jawab Riri dengan menekankan kata interogasi. Ghanis menganggukkan kepala.
“Kita pun bisa ajukan pembukaan SP3,” tegas Riri. Alis kanan Ghanis naik setingkat. “Kita perlu membukanya kembali, Dan.”
Ia memang sudah mempelajari ternyata ada beberapa LP yang tersangka atau saksinya berkaitan dengan kasus Ayahnya, dan ia ingin sekali membuka kembali SP3 dari kasus tersebut.

Tempat Kita PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang