Part 13

337 62 4
                                        

Written by : San Hanna
.
.
Pekerjaan yang dilakukan dari hati, selalu memberikan hasil yang luar biasa. Setidaknya hal itu yang sedang dialami Riri, dan dia menikmatinya.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 15.10 WIB, tapi Riri masih di kantor. Di warung soto dekat kantor tepatnya. Dia sedang menunggu Maya baru saja mengabari sudah berada di lift.

Maya berlari-lari kecil. Tas ransel dipunggungnya bergoyang-goyang, mengikuti irama kaki perempuan muda itu.

“Udah pesan belum?” tanya begitu sampai.

Riri mengangguk. “Baru. Punya elo juga udah. Soto betawi, kan?”

“Pinter,” sahutnya sembari menarik bangku plastik. Maya meletakkan tasnya di kursi kosong di sebelahnya. Dia mengedarkan pandangannya di sekitar Riri dan tidak mendapati tas atau jaketnya. “Elo lembur?”

“Nggak,” jawabnya singkat. “Terima kasih, Beh,” tutur Riri, begitu soto pesanannya diantar.

“Eh, nasi gue setengah doang keles. Elo lupa?”

“Tenang. Nanti setengahnya gue yang abisin.”

“Gile lu, Ndro!” pekik Maya mengikuti adegan dialog film lawas, “Kenapa porsi makannya jadi sadis?”

Riri menyeringai. Dia yakin betul, sahabatnya akan menjerit saat mendengar berita ini.

“Ri, elo sehat, kan?” air muka Maya mulai serius. “Gara-gara omongan gue tempo hari, ya? Maaf ya, Ri. Abaikan aja. Anggap gue nggak pernah ngomong apa-apa, ya! Elo boleh kok curhat tiap hari. Ngeluh tiap saat juga boleh. Gue rela bin ikhlas masang kuping buat elo.” Riri malah terkikik geli mendengar ocehan Maya. “Tuh, kan.” Maya makin merasa bersalah.

Riri terbatuk-batuk lantaran tidak bisa menguasai tawanya. Setelah menenggak air dua teguk, dia bisa bernapas normal. “Lebay, lo!” Dia mengambil sebagian nasi yang ada di piring Maya dan memindahkan ke piringnya. “Gue butuh makan lebih banyak, karena nanti gue bakalan ikut ngejar Anak Kijang.” Senyum lebar mengembang di bibirnya.

“Tuh, kan! Pantesan elo stres. Abis hampir mati bosen ngurusin berkas, sekarang di suruh ngurusin anak kijang. Elo sama siapa? Nggak sendirian, kan?”

“Ya ampun, Maaaay! Kok elo jadi telmi banget. Anak Kijang, May, Anak Kijang.” Riri terus menekankan pada dua kata itu dengan menggerakkan kedua tangannya yang membentuk huruf V. Maya masih kebingungan. “Gue diajak ikut ngejar tersangka pengedar, Maya!” seru Riri terus terang.

Tiba-tiba Maya menjerit dan semua pengunjung menatap ke meja mereka. Riri buru-buru membekap mulut temannya. “Biasa aja, dong! Malu dilihatin orang.”

Maya tidak peduli. Dia benar-benar senang mendengar kabar itu. Gadis itu langsung memeluk Riri dan mengucapkan selamat. Sambil makan dia bertanya berita lengkapnya.

Riri menceritakan semua yang dilakukannya. Bagaimana dia mulai mengerjakan tugas administrasi dengan baik, bahkan dia melakukan inovasi dalam hal itu. Di mana bukan dirinya sendiri yang merasakan manfaatnya, tapi seluruh timnya. Mereka bisa dengan cepat mencari berkas, sehingga tidak banyak waktu terbuang. Untuk urusan keuangan pun sama. Nyaris semua anggota di timnya adalah lelaki, dan kebanyakan dari mereka sangat cuek untuk urusan administrasi. Kehadiran Riri membawa perubahan. Perlahan mereka jadi lebih perhatian dengan tanggung jawabnya.

Karena hal itu pula, Ghanis mulai mempertimbangkan Riri untuk ikut ke luar. Selain agar dia mulai belajar, atasannya pun ingin tahu sejauh mana minat dan kemampuan gadis itu.

“Jadi, May, semua ini bisa terjadi karena saran elo. Gue ikutin semua omongan elo. Dan elo benar. Saat gue menikmati semua itu, gue belajar lebih banyak hal dibanding ngeluh. Sebelum ini gue cuma diajak untuk nganterin undangan saksi, tapi sekarang gue bakalan ikut operasi sama atasan gue dan tim Bang Panda.”

Tempat Kita PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang