"Aku baru melihat senyum bahagiamu, walau tak bersamaku."
~ Dirgantara ~
Di hari minggu, Gladista punya rencana untuk ke rumah Dirga membantu Tari—ibunya Dirga membuat roti. Saking serunya bermain sama Dirga. Sampai ia jarang kumpul sama Christa dan Intan. Apa kabar ya mereka?Entah hari-hari ini Gladis malah sibuk dengan Dirga. Sekarang ia tahu apa yang terjadi di masa lalu Dirga. Dirga hanya takut bersifat ramah seperti mereka-mereka. Karena Dirga tidak ingin seperti ayahnya. Gladis pun terhanyut dalam cerita Dirga. Ceritanya begitu aneh. Memang aneh, padahal setiap manusia mempunyai sifat berbeda-beda. Dan seharusnya kita saling menerima. Sedangkan Dirga bukannya malah menerima bersifat yang sebelumnya, malah mengganti jadi sifat dingin.
Saat baru saja sampai, ia langsung tertegun pada Dirga. Pagi-pagi sudah bangun, walau masih agak berantakan, dari gaya rambut sampai gaya penampilan. Tak jadi masalah, walau seperti itu pun ternyata Dirga bangun pagi, hanya menyirami tanaman di depan rumah. Sepertinya, selain rajin Dirga juga hobi memelihara tanaman.
"Hai Dir." Sapa Gladis melambaikan tangan.
Dirga yang baru menyadari seakan malu dengan penampilan sekarang ini. Sampai-sampai ia tersenyum jahil. Meminta Gladis memaklumi ia hari ini saja. "Udah sampai aja." Kata Dirga, malu.
"Kan emang waktunya hari ini," ucap Gladis tersenyum gembira.
"Ya udah, masuk yuk." Ajak Dirgantara langsung berhenti menyiram.
Keluarga di sini memang disiplin sekali. Dirga yang sudah bangun berada di depan rumah sambil menyiram tanaman. Sekarang Tari yang sedang menyiapkan bahan-bahannya untuk membuat roti. Andai saja, keluarga Gladis di rumah seperti ini. Pasti ia akan senang sekali. Lebih bahagia malah.
Gladis menaroh tas di bangku yang tersedia. Lalu, ia lansung mencuci tangan untuk membantu Tari membuat roti. Keluarga Dirga memang bukan dari kalangan orang kaya. Motor yang Dirga miliki pun, katanya dari uang tabungan Dirga sendiri.
Saat mereka hampir selesai, Tari meminta Dirga untuk memberikan roti ini pada Panti Asuhan. Karena itulah kebiasaan mereka. Gladis tersenyum hangat melihat mereka yang sangat dermawan.
Dirga pun pergi dengan Gadis ke Panti Asuhan menggunakan motor. Sebenarnya Dirga tidak enak, tapi Gladis selalu saja bawel untuk ikut bersamanya.
Di tempat ini Gladis baru mengunjungi. Lagian, ia sama sekali tidak pernah ke tempat seperti ini. Yang ia pernah datangi, ya kalian pasti tahu sendiri lah. Kadang Cafe, Mall, Duffan, ke salon dll. Dan ternyata ada yang lebih nyaman dari semua itu. Hingga ia tersenyum senang, melihat di sana ada anak kecil yang sedang bermain.
"Dis," panggil Dirga yang melihat Gladis akan hendak pergi.
Gladis menoleh ke Dirga. Seakan niat untuk bermain sama anak kecil, ia urungkan. "Iya?"
"Lo mau kemana?" tanya Dirga.
"Mau main sama anak-anak." Tak sangka, ternyata Gladis juga begitu suka dengan anak-anak kecil itu. Sepertinya dia penyayang.
"Entar aja sama gue." Ucap Dirga yang ingin mengantarkan roti dulu.
"Gitu?"
"Iya."
Gladis pun menuruti apa perkataan Dirga. Sambil nunggu Dirga yang sedang di dalam. Dari pada Gladis bosen, ia mengambil hp-nya yang ia masukkan ke dalam tas kecil berwarna biru. Ia poto anak kecil itu dari kejauhan. Ya, Gladis suka sekali foto yang ada di sekitarnya, apalagi ada anak kecil di sana.
Belum juga puas Gladis memotret mereka. Dirga yang baru keluar langsung menarik Gladis pergi, entah kemana. Bodohnya Gladis, bukannya teriak atau lepas tangan. Malah hanya diam, seakan tertegun dengan tingkah Dirga.
"Kak Dirga." Teriak salah satu anak kecil dari kejauhan. Ternyata mereka sama-sama sudah akrab.
"Dir. Lo akrab sama mereka?" tanya Gladis dengan suara pelan.
"Iya lah." Ucap Dirga, sombong.
"Mending lo kenalan sana, biar semua pada kenal sama lo." Lanjutnya tersenyum ledek.
Balas Gladis tersenyum sinis.
"Hallo semua." Sapa Gladis ramah.
"Hai kak." Serempak anak kecil yang baru selesai bermain.
"Nams kakak Gladista Salsabila, terserah kalian deh mau panggil Kakak apa," Gladis serahkan pada anak kecil itu. Ini awalan untuk akrab dengan mereka, agar mereka pun punya panggilan sendiri untuk Gladis.
"Kak Dista, gimana?" celetuk anak Panti tersebut.
Kayak Bu Tari
"Boleh." Jawabnya melirik Dirga.
Setelah perkenalan Gladis selesai, kini Dirgantara mengadakan hiburan untuk anak-anak Panti. Yaitu permainan, entah permainan apa saja, yang penting happy dan selalu bahagia.
Gladis yang ikut serta dengan mereka, merasa bahagia banget. Gladis belajar banyak hal dari mereka. Walau pun mereka tak punya keluarga yang sesungguhnya, tapi mereka punya meluarga yang sebenarnya. Sembari Gladis bermain, ia diam-diam memotret Dirga yang sedang tersenyum lebar menghibur mereka. Gladis sangat senang bisa kenal dengan Dirga. Sungguh.
°°°°°
Baru saja Gladis akan pulang ke rumah. Tapi, malah dapet notif dari Intan. Dia ngajak main bareng di rumahnya. Huh menyebalkan, tidak tahu lagi capek apa ya. Akhirnya ia meminta Dirga untuk tidak mengantar pulang, karena ia akan le rumah Intan.
Gladista pergi memakai taxi, karena jika Dirga mengantarnya takut nanti repot. Sebenarnya juga dari tadi Dirga nawarin, tapi Gladis tolak, dan malah pulangnya di kasih roti sisa waktu tadi.
Sekarang Gladis sudah sampai di rumah Intan. Saat ia masuk ke dalam, ternyata Christa sudah hadir. Cepetnya bukan main. Atau malah Gladis yang lama.
"Dari mana aja lo Dis. Seharian gak sama kita." celetuk Christa berpaling muka.
"Kangen ya." Ledek Gladista.
"Geer lo, siapa juga yang kangen." Ucap Christa belum juga mau tengok Gladis.
"Lah tadi nyariin, berarti kangen dong." Tebaknya.
"Sok tahu lo!!"
"Udah ah, gitu ajah ngambek. Intan mana?" tanya Gladista.
"Dapurr!"
"Lo masih ngambek?"
"Gak!"
"Nih, ada jajan."
"Wah, mantap nih," seketika Christa langsung melirik mengambil jajan dari Gladis.
•••
Note : Ramaikan tiap paragraf, bisa menambah mood. Juga menambah rasa penasaran.
⚠Ada typo, wajib bilang.
Don't forget Voment :)
👇👇TBC
Written by
yhuliatul_ayr
KAMU SEDANG MEMBACA
MAAF, GLADISTA (END)
Genç KurguPergi, kembali, dan pergi selamanya. Takdir hanya mempertemukan, tanpa kebersamaan. Hanya ada kata maaf, yang lelaki itu ucapkan, sebelum pergi. Hanya sebuah surat, yang lelaki itu tinggalkan, tanpa menemuinya. Bertemunya, bersama dia sosok lelak...