Kisah 12 ➯ Hukuman

9.9K 1.2K 168
                                    

Masalah satu belum selesai, timbul lagi masalah lainnya. Bu Yuni yang rencananya mau melihat kondisi meteran listrik Gabardin dikejutkan oleh suatu hal.

Tangan lentiknya menggeser pintu Kos Niskala dan asap pekat meyapu wajah cantik pemilik kos tersebut. Matanya sontak melotot.

"APA INI?" teriak Bu Yuni lantang. Asap yang awalnya tebal perlahan memudar, hingga terlihat pemandangan dimana tangan Dika memegang gas pemadam dan kompor yang terletak di tengah ruangan.

"BUKAN KITA BU!" teriak Jeko tiba-tiba, bermaksud menyalahkan anak Niskala yang juga sedang membawa gayung berisi air di tangannya.

"MEREKA YANG MULAI BU!" teriak Yusi. Dia tentu saja tidak mau kalah.

Awal kejadian itu Miko dan Jihan  rebutan menggunakan kompor, tapi mereka nggak mau berbagi tempat dan berbuat rusuh di depan kompor yang menyala. Mereka nggak nyadar kalau ada serbet jatuh di atas api hingga membuat api membesar dan nggak tau kenapa kompornya ikut kebakar. Beruntung Endro buru-buru mencabut regulatornya.

Sedangkan Jun melakukan aksi akrobat dengan mengangkat kompor yang terbakar dan membuangnya ke tengah ruangan. Hingga kegaduhan tercipta, yang membuat asap tebal itu karena ulah Jeko dan Chessy yang membuang kain di atas api, mereka lupa membasahi kain tersebut ke air hingga api semakin membesar.

Lalu ketika Yogi menarik kain tersebut, apinya menjalar dam Yogi melemparkannya ke tembok. Cara itu dengan bodohnya diikuti oleh Jun.

Setelah mendengar penjelasan dari tim netral alias Endro, Jeffrey, dan Mina. Bu Yuni memijat pelipisnya penat.

"Terus ini gimana? Cat Niskala juga ikut cemong, kalau wajah kalian doang yang cemong sih saya nggak masalah, tapi ini cat mahal saya," Bu Yuni menatap ke sekelilingnya frustasi.

Sedangkan anak Gabardin dan Niskala hanya diam menunduk.

"Saya tahu kalian memang membuat banyak kehancuran di kosan saya, saya nggak akan minta ganti rugi. Tapi sebagai gantinya," Bu Yuni menggantung ucapannya dan menatap wajah melas penghuni kosan miliknya.

"Kalian bantuin suami saya panen di kebun sayuran," ucap Bu Yuni dan mendapat sorakan penuh keterkejutan dan dramatis dari anak GaRis.

"APA???"

"KALIAN MAU GANTI RUGI SEMUANYA? SAYA MINTA GANTI TEMBOK KALAU KALIAN MEMILIH OPSI GANTI RUGI!" ancam Bu Yuni. Tidak ada yang membantahnya lagi, Bu Yuni pun tersenyum puas.

"Kalian ada kelas nggak?" tanya Bu Yuni.

"Psst, sebenernya gue ada kelas. Tapi gue mau bolos aja ah," bisik Yogi.

"Gue juga," bisik Jeko.

Akhirnya Yogi, Jeko, dan Dika yang memang satu prodi memilih untuk meliburkan diri.

"Woy! Bolos nih?" bisik Jihan.

"Bolos aja! Gue juga bolos!" bisik Enjel.

Yusi, Jihan, Enjel, dan Mina yang mulanya ada kelas pun memilih untuk ikut bolos. Mereka lebih baik gak ikut kelas daripada gak ikut hukuman Bu Yuni. Karena kalau nggak ikut biasanya hukuman bisa lebih parah.

"Gue gak mau kalau disuruh benerin listrik, tambah berkobar ntar ini kos," ucap Yusi.

💒💒

Setelah melalui perjalanan panjang dengan menaiki truk pasir dan ditutup oleh layar hingga menimbulkan rasa panas yang menyiksa, mereka sampai di kebun milik keluarga Pak Eko dan Bu Yuni.

"Karena ada kalian, pekerja saya liburkan," ucap Pak Eko sambil memakai kaca mata hitamnya.

Karena tanah milik Pak Eko memang luas dan ada berbagai jenis tanaman, mereka berenam belas dibagi menjadi sebuah kelompok.

Garis 97 [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang