Dear Readers, Happy Reading 💕
Jen sudah berada di markas, mereka baru selesai makan siang dan Jen pergi ke ruang kerja untuk menyelesaikan laporannya. Suasana ruangan sepi karena rekannya masih di kantin semua."Kak, ponselmu... Ada yang menelpon beberapa kali tadi" ujar Krystal yang muncul memberikan ponsel Jen yang tertinggal di kantin.
"Oh Thanks" jawab Jen lalu memeriksa ponselnya.
Ponsel itu kembali berdering, sebuah panggilan masuk dari nomor tak dikenal.
Ekspresi wajah Jen langsung berubah, seolah menguatkan hati dan jiwanya dengan sekali tarikan dan hembusan nafas dalam Jen menjawab panggilan itu.
"Hallo"
Hening, tidak ada jawaban dari balik telepon. Jen memejamkan matanya geram, ponsel itu masih di telinganya.
"ini kau bukan?" kata Jen.
"Aku senang kau masih mengenaliku, sebelumnya aku berpikir apa sebaiknya aku matikan saja setelah mendengar kau mengatakan hallo" ucap seorang wanita di balik telepon.
"Kau bisa mematikannya sekarang juga, karena jika tidak maka aku yang akan melakukannya" ujar Jen dengan tatapan sungguh tajam seakan seseorang akan terluka karena tatapan itu.
Dan benar tak sampai wanita itu melanjutkan kalimatnya,
Tut! tiga empat detik berikutnya Jen langsung mengakhiri panggilan itu.
Seolah bendungan emosi itu masih menyesak di dadanya, Jen pergi meninggalkan ruangan~ mengemudikan mobil sedan itu dengan kecepatan penuh.
Tatapannya tajam menatap ke depan, entah hanya sekedar berfokus ke jalan atau emosi itu telah membawa pikirannya melayang ke kenangan buruk sehingga hanya dua bola mata tanpa arahan menatap jalanan, entahlah.
Tak terasa Jen telah mengemudi sejauh 30 km dan berakhir di pinggir pantai. Jen membanting kasar pintu mobil lalu berbalik dan menyandarkan punggungnya.
Jen memegangi dadanya sambil meringis perih, ia terlihat kesulitan untuk bernafas. Sekuat tenaga ia mencoba mengatur nafasnya agar dipenuhi udara, namun nampaknya hanya beberapa dari oksigen sialan itu yang masuk ke parunya.
Jen terduduk, ia tampak tercekik dengan terus memegangi dadanya. Ekspresinya amat sangat kesakitan dengan mata setengah melotot dan mulut terbuka lebar-lebar berharap udara yang masuk mulut bisa meringankan penderitaannya.
"Tuan, anda kenapa?" seorang wanita setengah baya menghampiri Jen.
Namun tentu saja Jen hanya berfokus pada dirinya sendiri tanpa menggubris wanita itu. Wanita itu tampak panik karena ia pun bingung bagaimana harus membantu Jen mengingat mereka hanya berdua di sana.
Beruntung Jen membaik secara perlahan dengan sendirinya, setelah beberapa menit tentunya. Ia tampak lelah, setelah berusaha keras untuk bernafas.
"Perlu saya cari bantuan untuk anda tuan?" tanya wanita setengah baya itu.
"Terima kasih nyonya. Saya... Saya tidak apa-apa" jawab Jen masih mengatur nafas.
Syndrome hiperventilasi, Itulah diagnosa dokter untuk Jen saat ia berumur belasan, ini adalah ketiga kalinya terjadi. Dan terakhir adalah 6 bulan yang lalu.
Jika kau tahu tentang syndrome ini, maka keadaan Jen mungkin masuk akal bagimu. Stress, panik, takut, adalah salah satu pemicunya.
Saat sesuatu hal membuatnya tertekan maka perlahan tubuhnya akan merespon dan Jen mulai merasa kekurangan udara di sekitarnya, pengap dan jantungnya mulai berdebar-debar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Melting || Jensoo ✔️
FanfictionJisoo~ cucu tertua dari keluarga terpandang serta wanita cantik tapi tidak terlalu pintar ini, selalu membuat malu mama nya di keluarga besar dengan percintaannya yang terus menerus gagal serta prestasinya yang pas-pasan. Di suatu ketika ia bertemu...