Menjelang pagi...
Suara kicauan burung menjadi ciri khas kalau sekarang ini sudah menunjukkan pukul 6 pagi, dan gadis yang ketiduran semalam itu sedang menggeliat mengumpulkan nyawa, siap-siap menyambut hari ini dengan ceria.
"Alia belum bangun ma?" Tanya Jordan sedang di ruang makan, untuk sarapan.
Sang mama sedang sibuk bersama salah satu karyawannya menyiapkan beberapa kue orderan hari ini.
"Coba kamu liatin ke atas nak, mama lagi sibuk pesanan kue mendadak pagi-pagi."
"Oke deh ma." Baru mau beranjak dari duduknya, sang adik sudah duluan keluar kamar dan langsung menuju keluar rumah.
"Eeh, Al, mau kemana?" Panggilan sang kakak tak Alia hiraukan.
Karena penasaran, Jordan menyusulinya ke depan.
Rupanya Alia berjalan dengan terburu-buru tadi sampai tak menyahut panggilan sang kakak, ia ingin menemui Yuda di rumahnya, untuk...
"Yud, sorry, sorry banget, gue baru baca surat lo, elo beneran mau pergi sekarang?" Tanya Alia merasa bersalah.
Yuda yang sudah tampak rapi di depan Alia, memperlihatkan senyuman terakhirnya untuk gadis yang masih dengan muka bantalnya itu yang mungkin akan menjadi kenang-kenangan jikalau nanti Alia merindukan dirinya.
"Hei, gausah nangis. Aku bukannya pergi untuk selama-lamanya kok. Suatu hari nanti pasti aku bakalan pulang, bakalan rindu sama kampung halamanku, sama keluarga, sama keluarga kamu, sama semuanya, ok? Jangan sedih." Di hapusnya air mata Alia yang mulai membasahi pipinya.
Alia mencoba meredam tangisnya. Ia berusaha tersenyum tegar untuk Yuda yang akan mulai berangkat pagi ini menuju San Francisco untuk mengikuti pelatihan club sepak bola disana, demi meraih cita-citanya ingin menjadi pemain sepak bola dunia dan membanggakan keluarga.
"Apa keberangkatan kamu ini ada hubungannya sama yang aku katakan waktu itu, Yuda?"
Yuda masih menunjukkan senyum termanisnya.
"Walau bagaimanapun, kita kan masih bisa tetap jadi teman kan? Dan setelah aku pikir-pikir, jadi teman kamu itu enak tahu, kalau berantem, yaa setidaknya aku jadi ga kehilangan kamu untuk selama-lamanya. Teman kan bisa saling memaafkan. Jadi untuk itu, kamu adalah teman sekaligus suporter pertamaku dari Indonesia, Alia." Ujar Yuda sukses membuat Alia semakin merasa ditinggalkan.
Alia menyesal, selama ini ia kurang bersikap baik dengan Yuda, sampai tiba detik ini Yuda akan pergi ke Negara lain, demi apa, ditinggal tetangga yang udah sering ketemu, bercanda bareng, nemenin disaat kesepian, dan sekarang ia harus pergi. Rasanya nyesek dan mendadak merasa kehilangan sosok yang selama ini dipikir pengganggu.
"Kamu, jaga diri baik-baik disana ya. Jangan dendam sama aku,"
"Ha ha ha ha, astaga Alia, gimana aku bisa dendam, sedangkan kamu adalah suporter pertamaku,"
"Iiih aku serius, Yuda. Aku bener-bener-,, sebenarnya ga pengen kamu pergi, dan tetap disini jadi tetangga aku yang nyebelin, huhuu,"
"He he, iya kan aku masih bisa tetap nyebelin di telepon. Nanti kalau aku selesai latihan, aku bakalan hubungin kamu berkali-kali, sampai kamu merasa kesal, ha ha ha." Kata Yuda menghiburnya.
Alia mulai tersenyum berbinar. "Yaudah, nanti kalau udah sampai sana, kabarin aku. Jangan lupa makan, minum, mandi,-"
"Yaa kalau aku makan pasti bakalan minumlah Al, ga mungkin lupa."
"Iih, tuhkan nyebelin."
"Ha ha ha, ampun Al, jangan pukul-pukul. Yaudah, aku gaakan nyebelin sekarang. Ini kan masih perpisahan ya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI[COMPLETED]
Teen Fiction"Obsesi ini tak mampu kuhindari. Dia yang memulai wajarkah dia yang mengakhirinya juga?" Fyuuuh-,-sudah lelah rasanya hanya berkoor pada diri-sendiri tanpa sesiapapun yang tahu keadaan diri yang mengalami. Terkadang solusi terbaik hanya bisa memanda...