💫 E i g h t 💫

4.4K 662 16
                                    

Biasanya yang namanya Winter itu sangat jarang ikut pusing mikirin urusan atau masalah orang, Winter terlampau masa bodoh dengan urusan orang-orang di sekitarnya.

Tapi tidak dengan kali ini, setelah berlari pagi di sekitaran kompleksnya dan pergi mandi untuk bersiap ke sekolah Winter menyempatkan sedikit waktunya mencari tahu sesuatu di internet melalui komputer miliknya.

"Ini sekolah serius nyuap orang-orang dalam biar gak ada satupun artikelnya di internet?" gumam Winter "Ya masa murid pintar kayak gitu tiba-tiba bunuh diri tanpa ada alasan yang masuk akal?"

"Winter sayang ayo turun! Sarapan kamu nanti dingin!"

"Iya Ma aku turun!" balas Winter lalu buru-buru mematikan komputernya dan beralih meraih jas sekolahnya.

Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kaca balkon kamarnya, dari sini dia bisa lihat Karina yang sedang berdiri di depan cermin full body miliknya.

Iya, balkon kamar mereka saling berhadapan bahkan jaraknya juga tidak terlalu jauh, dengan menggunakan tangga sambung di loteng kamarnya dia sudah bisa menyebrang ke balkon kamar Karina.

Tanpa di sadari ternyata Karina juga sedang melihatnya sekarang.

"Winter, kamu ngapain sih di kamar kamu!" teriak Ibunya

"I-iya Ma bentar, aku lagi nyari dasi aku!" balas Winter yang kalang kabut lalu buru-buru turun ke bawah namun sialnya dia malah tersandung di karpet bulunya dan membuat seluruh tubuh bagian depannya jatuh dengan mulus membentur lantai.

"Winter astaga, kamu mau bikin kamar kamu hancur!"

"Uuuh aku jatoh Ma! Jangan di omelin dong!" teriak Winter yang membuat Karina tertawa dari kamarnya.

Setelah insiden jatuh di kamar tadi Winter jadi pura-pura marah ke Ibunya karena bukannya di tanyain malah di omeli.

"Kamu sih, ngga bisa diem anaknya, jatoh kan," ucap Nayeon

"Tau ahh! Ngga usah ngomong sama aku!" dengus Winter.

Ayah, Ibu dan Kakaknya hanya tertawa melihat dahi sebelah kanan si bungsu merah.

"Udah ngga usah ngambek terus gitu! Ke sekolah aja gih,"

"Bareng kakak aja, Win,"

"Ngga mau, aku masih kemusuhan ya sama Mama sama kakak juga! Aku naik sepeda aja,"

"Yaudah sana, nanti telat loh," ucap Ayahnya yang berusaha menahan tawa.

Jangan tanya seberapa sakitnya dahi Winter sekarang ini, karena sebenarnya rasa malunya jauh lebih besar. Dia tau kalau Karina pasti menertawakan dirinya saat jatuh tadi.

"Sabar Winter, biar ngga cepet tua," monolog Winter sambil mengeluarkan sepedanya dari garasi rumah.

"Winter?"

"Apa? Mau ngejekin aku juga?" Jujur saja Karina hampir tertawa saat mendengar ucapan Winter.

"Siapa juga yang mau ngejekin," ucap Karina "Nih, dahinya di kompres pakai ini aja," Karina menyodorkan minuman kaleng yang masih dingin pada Winter.

"Tumben baik, pasti ada maunya," ujar Winter

"Emang. Hari ini anterin aku ke sekolah, kak Jeongyeon masih tidur aku gak tega banguninnya,"

"Ck, giliran gini aja sok lemah lembut ngomongnya! Buruan naik,"

Karina tersenyum tipis sebelum akhirnya duduk di belakang.

"Makannya belajar naik sepeda biar ngga nyusahin orang,"

"Ngga usah mulai ya, ini masih pagi," omel Karina

"Emang masih pagi, siapa juga yang bilang udah siang?"

Karina merengut kesal mendengarnya, setiap hari ada saja topik yang selalu di jadikan bahan ribut oleh Winter.

"Kamu udah denger apa aja dari murid-murid yang lain?" tanya Karina

Nah kan! Sudah dia duga Karina memberinya minuman kaleng dan meminta untuk di antar ke sekolah itu pasti ada sesuatunya. Hafal Winter mah sama sifatnya Karina yang satu ini.

"Denger apaan emang?" tanya Winter balik.

"Ya soal yang sering di bahas belakangan ini di sekolah,"

"Apaan sih? Soal apaan? Acara ulang tahun sekolah? Pemilihan ketua osis yang baru? Atau apaan?"

"Ngga usah pura-pura bego gitu,"

"Ngga pura-pura bego tapi aku emang ngga tau apa yang kamu omongin, urusan aku terlalu banyak buat ikutin gosip-gosip di sekolah," jelas Winter "Pegangan, aku mau ngebut!"

Karina yang telat merespon ucapan terakhir Winter itu kaget setengah mati saat Winter dengan tiba-tiba mempercepat kayuhan sepedanya.

Selama di perjalanan Karina berusaha menahan agar tidak mengumpat pada Winter lagi, jadi dia memejamkan matanya dengan erat.

"Turun gih, udah nyampe!" seru Winter

"Hah?"

"Ck, udah nyampe di sekolah. Buruan turun," ketus Winter

"O-oke, makasih buat tumpangannya," ucap Karina sembari merapihkan seragam sekolahnya yang kusut lalu berjalan masuk ke dalam gedung sekolah.

"Eh bentar!" celetuk Winter yang dengan refleks menahan lengan Karina

"Kenapa?"

"Nih, earpods aku yang udah rusak buat kamu aja,"

"Ngapain ngasih earpods yang udah rusak sih?" kesal Karina

"Nanti pas masuk ke dalam di pake aja earpodsnya, bersikap seolah-olah kamu lagi dengerin musik,"

"Aneh banget kenapa sih? Mana ada ear--"

"Sekali aja coba ngga usah peduliin apa kata orang, cuekin aja sambil pura-pura lagi dengerin musik dari earpods-nya," seru Winter.

Karina terdiam mencoba memproses kalimat yang di lontarkan Winter padanya barusan.

Karena tidak mendapatkan balasan dari sang lawan bicara, Winter meraih earpods yang sudah berada di telapak tangan Karina lalu memasangkannya di kedua telinga Karina.

"Sehari aja pura-pura tuli biar ngga kepikiran terus apa kata orang,"

Bener kan kata dia, Winter pasti sudah mendengar sesuatu tentangnya dari murid-murid lainnya.

"Makasih buat minumannya," ujar Winter lalu berjalan mendahului Karina.

"Oh iya, lain kali ngga usah nangis kayak kemarin, jelek tau ngga dengernya," dengus Winter sebelum benar-benar meninggalkan Karina sendiri.

Tunggu sebentar! Winter tau kalau kemarin dia menangis? JADI WINTER MELIHATNYA MENANGIS KEMARIN?!

Hancur sudah martabat Karina sebagai tetangga tergalak di mata Winter.





















〰️〰️〰️〰️

If It Is You[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang