66 - 'LO SEMPURNA'

2K 404 600
                                    

Kalau kamu tidak bisa menjadi pensil untuk mengukir kebahagiaan orang lain, maka jadilah seperti penghapus untuk bisa menghapus kesedihan dalam hidupnya.

***

"

KEMARIN konvoi motor, kan?" tanya Darlena pada Gibran yang baru saja duduk di sampingnya. Cowok itu memutuskan untuk menemui Darlena di kelas sewaktu jam istirahat terakhir.

"Iya. Tapi pulang cepet." balas Gibran mengingat kemarin ia dan anggotanya pulang lebih cepat dari biasanya. Mereka sedikit kecewa, namun akhirnya menuruti juga perintah Gibran.

"Kenapa kamu nggak bilang? Setidaknya jawab telepon aku, Gib." ujar Darlena sedikit khawatir kemarin kekasihnya itu tak menjawab telepon darinya.

"Gue nggak sempet pegang handphone. Notifikasinya nggak sengaja ke silent."

Darlena menghebuskan napas pelan, lalu kembali pada buku paket di depannya. "Sibuk banget, ya?" tanyanya.

Gibran tersenyum kecil, lalu mengacak pelan puncak kepala Darlena. "Gimana kalau minggu ini kita jalan? Mau?"

"Tapi, Gib--"

"Kita ke toko buku. Lo seneng kesana, kan?" sela Gibran cepat sebelum Darlena menolak permintaannya.

Darlena sedikit terkejut. "Toko buku? Kamu beneran mau kesana?"

Gibran mengangguk. "Karena sama lo, gue mau."

Perlahan senyum Darlena terbit dari bibirnya. "Oke. Aku mau."

"Gitu dong! Kan jadi berasa pacaran beneran."

"Emang tadinya boongan?"

"Lo pacar gue, tapi gue selalu ngerasa sendiri. Cuman ada raga lo, bukan hati lo, Dar." ujar Gibran jujur dari lubuk hatinya.

Darlena tersentak mendengar perkataan dari Gibran. Cewek itu tak tahu harus menjawab apa. Ia merasa sudah memberikan segala kasih sayangnya untuk cowok itu.

"Lupain." Gibran meraih buku paket Darlena lalu menutupnya. "Belajarnya udah dulu, waktunya makan siang. Lo belum makan, kan?"

"Tapi aku ada ulangan habis ini."

"Oke. Kita makan siang disini. Tenang aja, sama gue semua beres." ujar Gibran lalu meraih ponselnya pada saku seragam.

"Halo." Gibran mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Nyo, lagi di kantin nggak?" tanya Gibran pada Sinyo.

"Iya, Bos. Lagi makan sama anggota lain. Kenapa?"

"Oh, lagi makan ya?"

"Iya. Mau pesen makan, ya?" tebak Sinyo.

"Yoi. Gue mau beli soto. Tapi, yaudah gue beli sendiri aja."

"Bang Marco udah selesai nih. Lo mau di bawain nggak?"

"Boleh. Tolong ya, sotonya dua, anter aja ke kelas 12 IPA 2."

"Siap, bang. Segera meluncur!"

Telepom terputus.

"Nggak ngerepotin, Gib?" tanya Darlena.

Gibran menggeleng. "Kita nggak pernah ngerasa saling ngerepotin. Selagi bisa bantu, ya bantu. Gue juga suka begitu, sama aja."

Darlena terdiam, menatap Gibran dengan tatapan tak bisa di artikan. Kini ia sadar sudah menjadi pacar seorang ketua geng terbesar di Pradipta, orang yang memiliki banyak pasukan dimana-mana, mengayomi banyak anggotanya. Bukankah ia seharusnya bersyukur bisa merasa di lindungi?

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang