-5- SUPERWOMEN.

10.2K 1K 64
                                    

"Hargai orang yang mencintaimu. Di depan kamu, mungkin dia bersikap seakan semua luka tidak ada. Tapi kamu tidak tahu bahwa di belakangnya selalu ada pisau yang menyayat raganya."

°°°

MATA Renata terpusat pada anak bungsunya yang terburu-buru menuruni anak tangga. Dengan di balut jaket hitam dan tas punggung yang setia bertengger di pundaknya. Padahal, Gibran baru saja pulang beberapa jam lalu, dan sepertinya anak itu akan pergi lagi.

"Kamu mau kemana?" Renata menaruh ponselnya di meja lalu menatap anaknya yang berdiri di hadapannya.

"Ada urusan di rumah Gavin, Ma." Gibran menghampiri Renata, memegang pundaknya.

"Kamu baru pulang, mendingan istirahat." Renata mengusap pergelangan tangan Gibran, berharap cowok itu mengerti.

"Penting banget. Boleh ya?" Gibran menangkup pipi Renata, memasang puppy eyes andalannya agar ibunya itu luluh.

"Kali-kali kamu nurut gitu. Di rumah aja." titah Renata, lagi.

"Pantat aku gatel, Ma, kalau diem di rumah. Aku bukan Nathan yang kayak anak perawan. Hih." Nathan yang merasa namanya di sebutkan langsung menoleh, dengan tatapan tajam.

"Maaf, brader, maaf." Gibran tersenyum lebar, sembari menangkup kedua tangannya.

"Aku pergi, ya, Ma! Sayang Mama banyak-banyak!" Gibran mencium tangan dan pipi Renata cepat, lalu berbalik dan menuju pintu tanpa mendengar perkataan Renata lagi.

Namun sebelum mencapai pintu, dirinya di kejutkan dengan sosok Malvin yang tiba-tiba saja membuka pintu utama. Gibran memejamkan matanya sekilas, merasa kesal karena ia telat pergi dan Malvin sudah pulang lebih dulu. Terlihat, ayahnya itu yang di balut kemeja biru dengan jas dan tasnya di tangan kanan.

Gibran memusatkan perhatiannya pada mimik wajah Malvin yang menunjukkan intimidasi. Mata pria itu menatap Gibran dari atas sampai bawah, menerka bahwa orang di depannya ini akan kemana.

"Eh, babeh, udah pulang, ya? Telat deh.." Gibran tersenyum lebar, menyembunyikan rasa takutnya.

"Kemana?" Suara serak basah itu mulai terdengar. Gibran terdiam sejenak, mencari jawaban yang pas.

"Ke.. ngerjain tugas, Beh. Tau tuh, bu guru ngasih tugas suruh nyari aqua saset."

Malvin terdiam, masih menatap curiga kepada Gibran.

"Beh, kenapa? Kok ngeliatnya gitu banget? Gibran ganteng, ya? Jelas, anaknya siapa--"

"Ke kamar." titah Malvin singkat, namun tegas.

"Ih si babeh, pulang kerja pikirannya udah ke kamar aja."

"Nggak ada keluar." Gibran mulai merasakan aura kemarahan Malvin. Tangannya ia tautkan, mencoba menetralisir perasaan buruknya.

"Yah, jangan gitu, dong."

"Bolos kemana?" Gibran terkejut ketika Malvin kini mengganti topik pembicaraannya.

"Bolos? Aku nggak bolos, Beh."

"Bolos kemana?" Pertanyaan yang sama, dengan penekanan yang lebih dalam.

"Sumpah.. aku nggak--"

"Bolos kemana?!" Suara Malvin meninggi, membuat orang seisi rumah terkejut dengan suaranya.

Renata maupun Nathan ikut menyaksikan dengan wajah bingung. Tapi mereka tahu, pasti Gibran habis melakukan sesuatu yang fatal.

"Cuman.. anu.. cuman jalan keluar doang." Gibran menunduk, mengaitkan jari jarinya dan meremasnya pelan.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang