-12- AIREL VS FRANS.

8.3K 799 26
                                    

Katanya, kesabaran bukanlah kesabaran jika masih ada batasnya. Kalau begitu, anggaplah aku lemah dalam bersabar, karena aku juga punya titik lemah, disaat kesabaranku sudah tak lagi ada harganya.

***

AIREL menumpukan kedua tangannya pada lutut dan mencoba untuk mengatur napasnya yang tidak beraturan. Sepuluh kali berputar di lapangan dengan meneriakan kata 'Saya malu mendapat nilai 50.'

Cewek itu menatap kertas ulangan yang tertempel di depan dadanya lalu menggerutu kesal. Kapan ia akan mendapatkan nilai di atas standar dan tidak perlu melakukan hal semacam ini?!

"Rel! Lari lagi, di liatin Pak Agung, tuh!" Seorang laki-laki menepuk pundak Airel lalu kembali berlari. Ia menoleh kebelakang, menatap Pak Agung -guru sejarahnya- menatap tajam kearahnya.

"Persetanan!" Gumam Airel lalu kembali berlari.

Sebagian murid sudah keluar dari kelasnya, menuju kearah kantin karena bel baru saja berbunyi. Semua mata menatap kearah dirinya, ralat, bukan hanya dirinya tapi semua murid yang tengah di hukum ini.

"Tumben dapet 50, biasanya 20." Airel berhenti ketika seorang laki-laki berdiri di sampingnya, menatap mengejek.

"Apa bedanya sama lo?"

"Bedanya lo cewek. Masa iya lo cewek nggak malu? Liat, temen lo yang lari, semua laki-laki kecuali lo."

"Malu? Apa bedanya sama lo yang beraninya cuman sama cewek. Banci." ujar Airel lalu memangku tangannya di depan dada.

Frans, cowok itu menghela napasnya panjang. "Lo sama Gibran sama aja, sama-sama nggak punya otak. Sok jagoan tapi nggak ada isinya."

Airel tertawa renyah. "Karena lo udah kalah, lo ngomong hal ini? Sampah. Lo nggak terima kalau pasukan kesayangan lo itu kalah sama Asgard?"

Venom, kubu kedua yang sudah berhasil Asgard taklukan setelah kubu Alvaro. Selain Gilang yang keji, ada Frans -wakilnya- yang juga tak kalah menyebalkan.

"Cuman kubu lo doang yang nganggep hal itu terjadi. Tapi semua orang, masih mengakui keberadaan gue."

"Terus gue peduli? Nggak." Airel menepuk pundak Frans pelan lalu kembali berjalan.

Sebelum Airel benar-benar melangkah, Fran menarik kerah baju cewek itu dengan keras. "Cewek murahan!"

Airel yang terkejut di perlakukan seperti itu langsung menarik tangan Frans dengan sekuat tenaga dan melilitnya kebelakang tubuh cowok itu.

Airel mendekatkan bibirnya kearah telinga Frans, walaupun ia harus sedikit berjinjit karena tubuh cowok itu yang cukup jangkung. "Lo nyentuh gue, gue bakal patahin tulang lo."

"Lo cuman cewek lemah, bahkan gue bisa ngehancurin lo dalam hitungan detik. Sekarang, lepasin."

Airel tersenyum smirk, lalu makin menarik tangan cowok itu hingga menimbulkan ringisan pelan.

"Belum sakit, kan? Gue tambah lagi?" Airel menarik dengan perlahan tangan Frans, hingga benar-benar terdengar ringisan.

"Masih kurang? Perlu gue tambahin?" Airel menggertakkan giginya, lalu makin menekan tangan Frans.

"LEPASIN!" Airel terkejut ketika dirinya terhempas ke tanah. Dorongan keras dari Frans membuatnya terlempar, bahkan ia tidak bisa mencegah hal itu.

Frans tertawa kecil ketika mendapati Airel yang meringis pelan, bahkan tak terlihat, tapi ia tahu bahwa cewek itu tengah menahan sakit.

Frans menyamakan tubuhnya dengan Airel, lalu menaikkan dagu cewek itu. "Nahan sakit? Nggak usah. Kalau sakit ya sakit aja, nangis bila perlu."

Airel yang tidak terima di perlakukan seperti itu langsung mendorong Frans hingga cowok itu terjatuh ketanah. Semua orang refleks menatap kearahnya, hanya menonton tanpa mau mencampuri. Untung Pak Agung sudah tak berada disana, jika tidak ia akan kembali masuk bimbingan konseling.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang