-9- PECUTAN BU DEWI.

8.7K 915 43
                                    

Memang, yang datang akan selalu pergi. Tapi bisakah kamu menggenggam tanganku, dan kita pergi bersama?

***

"LUKIS gue dong, Rel." Airel yang tengah melukis di meja belajarnya kini menoleh kearah Gibran yang duduk di atas ranjangnya.

"Muka lo terlalu abstrak." cetus Airel lalu kembali melanjutkan lukisannya yang sebentar lagi akan selesai.

"Sekali aja, nanti gue kasih hadiah." Bujuk Gibran lalu menghampiri cewek itu.

Setelah beberapa kali di bujuk, Airel memutuskan untuk menyetujuinya.

"Duduk disitu!" titah Airel menyuruh Gibran untuk duduk di atas sofa. Cowok itu pun menuruti, lalu dengan polosnya ia ingin membuka hoodie beserta kaus dalamnya.

"Eh, mau ngapain!?" Teriak Airel membelalakan matanya.

"Buka baju. Lo mau lukis badan gue juga, kan?"

Airel menepuk keningnya, merasa Gibran begitu bodoh soal hal seperti ini. "Siapa yang nyuruh lo buka baju? Gue tetep bisa gambar tubuh lo."

Gibran terdiam, lalu senyumnya menyungging. Ia tetap membuka bajunya hingga sekarang bertelanjang dada. Telihat otot tangan dan perutnya, walaupun belum terlalu begitu besar.

Airel refleks menutup matanya, lalu menggertakkan giginya kesal. "Gibran! Gue nggak akan lukis lo kalau lo belum pakai baju!"

"Gue mau lo lukis gue kayak gini."

"Gue nggak mau Gibran!"

Gibran berdecak kesal. "Rel, lo deket sama gue. Tapi kenapa lo masih serasa orang asing gini, sih? Santai aja kali."

Airel membenarkan perkataan Gibran, cewek itu pun perlahan membuka matanya, lalu menatap tak percaya bahwa ia benar-benar menatap tubuh Gibran.

"Cepet gambar!" Gibran pun duduk di sofa dengan kaki yang ia lebarkan keduanya, lalu wajahnya ia pasang se datar mungkin. Sungguh, Airel tidak bisa memungkiri bahwa Gibran seperti seorang model sekarang.

"Kenapa bengong?" Airel pun tersadar, lalu membasahi bibirnya yang kering.

Tanpa berpikir lagi, Airel meraih pensilnya, lalu mulai membuat sketsa wajah Gibran.

"Rel, jerawat gue jangan di gambar, ya." Airel mendongak, lalu menatap wajah Gibran yang memang terdapat satu jerawat kecil.

"Oh iya, Rel, bibir gue di buat seksi, ya. Rambut gue tolong di badaiin." Airel hanya terdiam mengiyakan, lalu tetap fokus menggambar wajah cowok itu.

"Satu lagi, Rel--"

"Gibran! Bisa nggak lo diem? Kapan gue bakal fokus gambar lo?!"

Gibran pun terdiam lalu mengangguk. "Oke, oke."

Setelah berapa lama Airel membuat garis demi garis, akhirnya wajah Gibran sudah terbentuk. Kini tinggal tubuhnya saja.

Cewek itu menatap tubuh Gibran, lalu terdiam sejenak. Ludahnya ia telan susah payah, mengapa ia harus melihat ini semua sih?!

"Lo masih mau liatin badan gue terus? Kenapa? Terpesona kan?"

Airel lagi-lagi tersedar lalu menggeleng kuat. "Nggak!"

Airel pun dengan konsentrasi yang tersisa, menggambar sedikit demi sedikit tubuh Gibran.

"Rel, otot gue di gedein bisa nggak disitu?"

Airel menatap datar ke arah Gibran. "Diem atau gue bikin lo jelek?"

"Eh jangan, masa gue udah cakep gini di jelekkin."

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang