72 - AWAL KEHANCURAN.

2.4K 405 683
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca biar nggak lupa!

■■■■

Jangan berniat jatuh cinta jika kamu hanya ingin bahagianya, tanpa peduli bahwa akan selalu ada luka yang kamu tuai setelahnya.

■■■■

GIBRAN mengamati sekitar, namun tak ada tanda-tanda Alvaro datang. Ia memutuskan untuk duduk di atas sofa biru tua disana. Mata tajamnya mengedar kesegala penjuru, takut jika Alvaro melakukan serangan mendadak kepadanya.

Membaca pesan yang Darlena kirimkan bahwa ia bertemu dengan Alvaro membuatnya naik pitam. Bahkan cowok itu sudah berani menemui pacarnya, yang di artikan pasti setelah ini akan banyak hal yang sudah Alvaro rencanakan.

Seorang perempuan dengan dress biru selutut di balut dengan rompi hitam duduk di samping Gibran. Cowok itu lantas menoleh, terkejut mendapati Meysa disana.

"Lo? Meysa kan? Anak Pradipta?" tanya Gibran membuat Meysa lantas menoleh kepadanya.

"Ah lo bang. Ngapain disini?"

"Nunggu orang. Lo sendiri ngapain kesini sendirian? Darrel nggak ada?"

Meysa tersenyum lalu menggeleng. "Sengaja, gue kesini sendiri."

Gibran menautkan alisnya, tak mungkin Meysa yang terkenal perempuan polos berani datang ke kelab malam seorang diri.

"Ada masalah sama Darrel?" tanya Gibran.

Meysa menggeleng. "Nggak. Masalah biasa kok, bang."

"Nggak mungkin biasa aja, buktinya lo sampai dateng kesini. Cerita aja, gue siap dengerin lo." ujar Gibran menatap wajah sendu Meysa. Ia yakin, cewek itu memiliki masalah yang berat, dan jika bisa, ia tentu akan membantunya.

"Buat apa, bang? Emang lo bakal bantu gue?"

Gibran tersenyum tipis. "Kalau gue nggak bisa bantu lo, setidaknya gue bisa jadi pendengar. Hati lo pasti lega setelah cerita."

"Gue ngeliat Papa selingkuh, bang. Waktu itu gue sengaja ke kantornya, dan gue liat dia langsung mangku perempuan di ruangannya." ujar Meysa dengan suara bergetar, seperti tak sanggup menceritakannya lebih lanjut.

Gibran yang mendengar itu terpaku, ikut merasakan sakit. "Gue tau itu sakit banget, Mey. Kalau gue jadi lo, gue nggak mungkin sekuat itu."

"Lepasin aja yang ngebuat lo sakit. Kadang hidup emang sejahat itu, tapi itu proses lo jadi orang yang kuat. Jangan benci Papa lo, tapi coba lo maafin dan lupain."

"Nggak bisa, bang. Gue kecewa banget. Selama ini gue pikir Papa pahlawan di hidup gue, tapi nyatanya dia nyakitin gue sama mama." Bulir air mata Meysa menetes, dadanya naik turun, sesak.

"Dia cuman gagal jadi suami buat Mama lo, Mey. Tapi dia berhasil jadi sosok ayah yang baik buat lo sampai lo di didik sebaik ini. Manusia emang nggak pernah ngerasa puas. Tapi yang pasti, dia sayang sama lo."

"Sayang? Kalau sayang dia nggak mungkin ngelakuin ini, bang."

"Gue tau. Mau sesakit apapun hati lo, terus berbuat baik, Mey. Dunia bakal selalu jalan, dan lo nggak bisa terus ada di posisi ini. Lo nggak pernah sendirian, kita semua ada buat lo. Kalau lo butuh bantuan, kami anak-anak Asgard selalu siap bantu lo."

"Tunjukkin sama Papa lo, kalau lo bukan anak perempuan yang lemah. Mungkin Papa lo emang jahat, tapi lo nggak, Mey."

Meysa tersenyum mendengar perkataan Gibran, cewek itu dengan cepat mendekatkan dirinya dan memeluk cowok itu erat. Gibran terkejut, namun mendengar suara isak tangis Meysa membuatnya membalas pelukan itu, memberikan kekuatan.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang