69 - PERTOLONGAN PERTAMA.

2.3K 431 693
                                    

Level bodoh paling tinggi adalah ketika kamu masih mau berjuang untuknya, padahal tahu hatinya nggak akan pernah untuk kamu.

***


AIREL menatap miris aliran sungai yang deras di bawah jembatan yang ia pijak. Air mata terus ia tahan, agar tak mengalir bebas. Mulut cewek itu tetap bungkam, menahan rasa sesak di dadanya. Kata-kata itu terus berkeliaran di dalam pikirannya, membuat Airel berpikir bahwa tak ada lagi yang harus di pertahankan dari hidupnya.

Perlahan, Airel naik ke atas teralis besi yang menjulang sebagai pembatas di tepi jembatan. Cewek itu berdiri disana, menikmati semilir angin yang menerpa dirinya. Keadaan sepi, hanya beberapa motor berlalu lalang dan itu pun tak ada yang menyuruh Airel untuk turun.

"Loncat. Lo emang harus mati."

"Ngapain hidup? Kerjaan lo nyusahin orang lain."

"Nggak ada gunanya hidup. Lo itu pembunuh. Nggak ada yang suka lo hidup."

Airel memejamkan matanya, di kuasai oleh bisikan-bisikan negatif itu membuatnya makin yakin untuk lompat dari atas sana.

"LOMPAT AIREL! TUNGGU APA LAGI!?"

"LOMPAT!"

Tubuh Airel melemas, sepersekian detik ia akan menumbangkan tubuhnya ke dasar sana.

Tapi, tak lama kemudian sebuah tangan menarik tubuhnya dari atas sana, membuat cewek itu terkejut. Apakah ia sudah masuk ke dalam sungai? Pikirnya.

Perlahan, mata Airel terbuka, menatap kearah laki-laki yang mendekap dirinya. Manik mata hitam cowok itu memandang Airel tajam, rahangnya mengeras, seakan siap mengeluarkan amarahnya.

"Lo gila? Siap masuk neraka?" tanya cowok itu menusuk.

Airel langsung mendorong laki-laki dengan balutan jaket cokelat itu. "Ngapain lo nolongin gue?!"

"Ngeliat orang bunuh diri, gue diem aja?" tanya cowok itu dengan tatapan marah.

"Sial! Gue harus mati sekarang!" Airel kembali bangkit, lalu mencoba naik ke atas pembatas jembatan.

Cowok berperawakan tinggi besar itu kembali menarik tubuh Airel kasar hingga cewek itu berhadapan dengannya. Ia menatap Airel dengan pandangan bingung, menganggap apakah Airel masih memiliki akal yang jernih?

"Kalau ada masalah selesain, bukan lari. Tuhan juga nolak kematian lo kalau gini caranya!"

"Tau apa lo soal gue?! Lo bukan siapa-siapa dan jangan ikut campur!"

"Gue bukan siapa-siapa tapi gue nggak bodoh ngebiarin orang bunuh diri di depan gue!" teriak cowok itu terlihat sangat penuh emosi. Bagaimana tidak, baru kali ini ia melihat orang mencoba bunuh diri. Tapi yang pasti, cewek di depannya ini memiliki banyak masalah sehingga mencoba untuk melakukan hal tak senonoh itu.

"Gue nggak bunuh diri tapi gue memang harus mati. Lo ngerti!?"

Cowok dengan jambul rapi tertata di rambutnya itu tertawa miris. "Jelasin ke gue dimana logisnya omongan lo itu!"

"Nggak usah ada penjelasan karena lo nggak bakal pernah ngerti!"

Airel mendorong laki-laki itu, lalu lagi-lagi mencoba untuk naik ke atas pembatas jembatan.

"AIREL!" Airel menoleh, melihat Gibran berlari dari ujung jembatan menuju ke arahnya.

***

"Jadi lo nggak sekolah karena anter jemput barang?" tanya Gibran pada laki-laki di depannya. Kini, ia, Airel dan laki-laki tadi berada di warung yang berada di pinggir jalan dekat dengan jembatan. Airel hanya diam disana, tak berbicara, ingin rasanya pergi, namun Gibran menahannya.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang