-17- HAPUS SENIORITAS!

5.3K 597 42
                                    

Tidak ada untungnya kamu melakukan aksi senioritas. Aksimu ini menanamkan benih kebencian, yang tentunya akan kamu tuai nanti.

***

"NATH, pulang sekolah langsung ke kantor Papa." Gibran yang tengah mengunyah nasi gorengnya menatap Malvin dan Nathan secara bergantian.

"Nggak bisa, Pa. Rapat OSIS." jawab Nathan apa adanya. Ia mulai sedikit malas ketika ayahnya mengungkit tentang perusahaan lagi.

"Ini penting. Kamu bisa izin dulu."

"Rapat OSIS juga penting." sanggah Nathan membuat Malvin terdiam. Perkataan cowok itu yang terdengar menolak tidak sopan membuat Malvin sebenarnya kurang nyaman.

Gibran yang melihat atmosfer tegang itu segera tertawa kecil. "Aku aja, Beh, yang gantiin Nathan. Bisa, kan?"

Malvin segera menatap Gibran, lalu menggeleng pelan. "Sekolah aja yang bener."

Gibran tertegun. "Aku bisa gantiin Nathan kok, Beh. Cuman nemenin babeh rapat, kan?"

"Bukan cuman nemenin, tapi ngerti."

"Jangan khawatir Beh, ngertiin perasaan cewek yang kusut aja aku lulusan S3, apalagi soal itu." Gibran kembali memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.

"Kamu pikir ini mainan sampe kamu samain sama perempuan?"

Shit. Pasti Gibran salah berbicara lagi. Ia lupa, kalau disini tidak ada yang senang bercanda. Bahkan Nathan pun terlihat tidak senang dengan leluconnya.

"Em, cuman bercanda, Beh." Gibran pun menunduk, kembali fokus pada makanannya.

"Hidup kamu cuman soal bercanda. Nanti kalau hidup kamu susah, apa bisa di bayar pakai bercanda?"

Gibran menanggapi itu dengan senyum yang ia paksa tunjukkan di bibirnya. "Hidup jangan terlalu serius, Beh. Kadang udah di seriusin malah nyakitin." ujar Gibran lagi, bermaksud bercanda.

"Yang serius belum tentu berhasil, apa lagi kamu yang banyak bercandanya?"

Nathan yang kembali mendengar perdebatan itu telinganya kembali panas. Ini sebabnya ia malas jika harus makan bersama, pasti ini akan terjadi.

"Jangan doain aku yang buruk-buruk, Pah. Omongan orang tua kadang mujarab, doain aja supaya aku bisa jadi apa yang Papa mau." Gibran tersenyum, lagi, membuat Malvin terdiam seribu bahasa.

"Masih pada makan? Udah jam segini, ayo dong cepet habisin." Renata datang dari arah dapur, lalu berdiri tepat di samping Gibran.

Gibran mendongak, menatap wajah ibunya yang terlihat lelah namun tetap mencoba untuk tersenyum. "Mama cantik kalau senyum. Pantes Babeh milih Mama."

"Boleh nih kali-kali Mama ajarin Babeh gimana cara senyum setiap hari. Iya nggak, Beh?" Malvin menatap Gibran dengan wajah datarnya, merasa terganggu dengan perkataan cowok itu.

"Tuh, kan. Beh, senyum ngapa. Apa susahnya sih? Perlu Gibran kasih tutorial, ya? Lo juga Nath, perlu gue tunjukin step by stepnya?"

Renata mencubit pelan lengan Gibran. "Stt, Gibran."

"Oke, aku kasih tutorial, ya. Pertama, tarik kedua ujung bibir kalian, kalau nggak bisa ya paksa aja. Bila perlu yang lebar ya, biar mirip Momo sekalian juga nggak masalah. Tapi jangan, deh, serem,"

"Boleh juga di liatin giginya, namanya senyum pepsodent." Gibran menunjukkan deretan gigi putihnya, lalu melanjutkan. "Tapi jangan coba-coba senyum ini kalau belum gosok gigi. Terus--"

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang