58 - AIREL DAN RAPUH

2.3K 456 876
                                    

Tau kenapa orang baik selalu tersakiti? Karena nalurinya selalu berkata bahwa bahagiakan orang lain lebih dulu, baru dirinya sendiri.

***

HARI ini adalah hari besar untuk Gibran. Hari ini ia memutuskan untuk datang ke pesta ulang tahun Malvin. Cowok itu berdiri di depan cermin, menatap dirinya yang di balut kemeja putih dengan tuxedo hitam serta celana bahan yang beberapa waktu lalu Nathan kirimkan untuk di pakai pada saat acara.

Gibran sebenarnya tak menyukainya, ia lebih suka style ciri khasnya dengan jaket kulit hitam. Namun, kali ini ia harus menyingkirkan keinginannya itu, demi Malvin.

Cowok dengan rambut hitam berjambul itu menatap kado yang ia pegang, disana terdapat tas kerja baru serta frame foto dirinya dengan Malvin. Ia berharap, ini mampu membuat Malvin senang dan teringat padanya. Uang yang Gibran kumpulkan dari hasil kerjanya, rela ia habiskan untuk membeli kado spesial untuk ayahnya itu. Padahal, uang itu harusnya ia pergunakan untuk membayar biaya sekolah.

Ketika akan beranjak keluar, Gibran mendapatkan telepon dengan nama Darrel tertera disana. Cowok itu dengan cepat menerima panggilannya.

"Halo?"

"Halo, Gib! Lo bisa ke rumah sakit Cempaka sekarang?!" Terdengar suara panik dari sebrang sana membuat Gibran bingung.

"Siapa yang sakit?"

"MAMA AIREL MENINGAL!"

****

Gibran berlari di koridor rumah sakit yang lenggang itu. Hati cowok itu bergemuruh kencang mendengar berita yang baru saja ia terima. Seluruh tubuhnya seakan di sengat listrik, mengingat wajah Airel yang pasti sedang sangat terpukul sekarang.

Gibran bahkan membatalkan janjinya dengan Nathan untuk pergi ke pesta ulang tahun Malvin, demi Airel.

Pergerakan Gibran berhenti, kakinya melemas ketika melihat Airel berteriak di koridor rumah sakit tepat di depan ruang ICU. Cewek itu berjongkok, menjambak rambutnya, menangis sejadi-jadinya membuat Gibran yang melihat itu langsung terpukul.

Gibran dengan cepat berlari, menghampiri Airel dan berjongkok di depannya. Cowok itu terkejut mendapati banyak bercak darah di baju seragam Airel membuat pertanyaan besar di kepalanya.

Gibran menyentuh bahu Airel, memberitahu cewek itu bahwa ia datang. "Rel. Gue dateng, gue disini."

"JANGAN SENTUH GUE!" teriak Airel mendorong Gibran menjauh dari dirinya.

"Gue Gibran, Rel. Gue ada disini buat lo. Semuanya bakal baik-baik aja." Gibran mencoba untuk mendekati Airel lagi, menenangkan cewek itu.

"NGGAK! NGGAK MUNGKIN!"

"Lo liat gue dulu! Tenangin diri lo!"

"BANGSAT! JANGAN SENTUH GUE!" teriak Airel histeris. Hal ini membuat Gibran bingung melihat cewek itu, kematian ibunya sangat membuat Airel histeris. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

"Ini udah takdir, jangan salahin diri lo kayak gini."

"BUKAN TAKDIR, TAPI GUE YANG BUNUH MAMA!" Gibran melebarkan matanya mendengar hal itu, tak mengerti dengan apa yang Airel katakan.

"Rel.. please. Don't blame yourself. Ada gue, gue yang bakal jamin semuanya baik-baik aja."

"Gue.. gue udah bunuh Mama, Gib. Gue bunuh Mama.." rintih Airel, cewek itu menunduk, menutup kedua telinganya merasa sangat putus asa.

"Lo nggak bunuh siapa-siapa! Lo denger gue kan!? Kenapa lo terus ngomong kayak gitu sih!?" bentak Gibran membuat Airel lantas terdiam.

Airel mendongak, memegang kedua lengan Gibran dan menggoyangkannya keras. "Gue.. gue pembunuh! Gue yang bunuh Mama!" Ada kilatan luka dalam yang terpancar di dalam binar mata Airel.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang