26 - Papa Pahlawan Gibran.

3.6K 494 108
                                    

Kita bertemu di ruang rindu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita bertemu di ruang rindu. Mirisnya, aku merindukanmu tapi kamu merindukannya.

***

"Di hukum, Bos? Gimana rasanya? Stroberi, mangga, apel?" ledek Gavin melihat Gibran tengah berlari di lapangan indoor, karena ketahuan mencontek. Sudah tahu guru berdiri di belakang, tapi anak itu masih nekat mengeluarkan kalkulator, alhasil Bu Dewi kembali menghukumnya.

"Lo juga nyontek yang bamsad." balas Gibran.

"Lo nggak pro sih. Ada guru malah di buka, bloon. Kayak gue dong pinter."

"Pinter nyontek! Jawaban dari Ayan bangga bener lo!" cerca Gavin.

"Yan. Bagi otak ngapa? Lo nggak kasian liat temen lo goblok begini? Bagi kek seperempat, katanya lo solid!" ujar Gavin.

"Kalau bisa udah gue kasih. Biar lo nggak goblok banget nyusahin gue terus." balas Sean seperti biasa tajam.

"BEUH SETUJU BANGET!"

"Lo juga." sela Sean pada Mario.

"Woi kantin ayo!" Darrel yang baru saja datang kini berteriak, meminta temannya untuk menemaninya ke kantin.

"KUY AH! Cacing di perut gue udah goyang Banjar nih." Gavin mengelus perutnya.

"Cih, lo sih laperan mulu. Busung lapar." ledek Mario.

"Sialan."

"WOI, GIB! KITA KANTIN DULU YA!" teriak Darrel membuat Gibran menghampiri mereka.

"Ikut lah kampret."

"Ada Bu Dewi disana ngeliatin lo tolol."

Gibran menoleh, mendapati Bu Dewi duduk tak jauh darinya sembari membawa pecutan.

CETARRR!!! Semua terkejut ketika Bu Dewi memacutkan pecutannya. "GIBRAN LARI LAGI! BELUM 10 PUTARAN!"

"Sana ah, Bos. Ntar kita lagi yang kena. Gue nggak mau cosplay jadi ikan asin terus." keluh Gavin lalu kemudian mereka pergi meninggalkan Gibran yang menggeram kesal.

Gibran menghempaskan bokongnya pada tanah ketika sudah berlari sesuai target. Cowok itu mengatur napasnya tak tak beraturan. Ia butuh minum, sungguh. Tenggorakannya terasa seperti tercekat.

Tak lama kemudian, terasa botol air dingin mengenai pipinya. Cowok itu mendongak, menatap Darlena berdiri disana. "Buat kamu, aku sengaja lewat ngeliat kamu kayaknya kehausan."

"Dih, jodoh amat. Gue memang lagi aus. Lo sengaja beliin, kan?"

Darlena menggeleng. "Nggak. Aku memang kebetulan lewat habis beli minum."

"Kalau gitu nggak usah. Ini punya lo, gue nggak papa." Gibran kembali menyodorkan lagi, namun di tolak.

"Nggak papa minum aja, dari pada kamu mati kehausan kan."

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang