31 - Kembali Kecewa.

2.3K 407 87
                                    

Sebenarnya dia mengetahui perasaanmu, namun ia memilih untuk berpura-pura tidak tahu atau bahkan memaksakan diri untuk tidak peduli. Miris ya?

***

AIREL menatap dirinya di cermin toilet sekolah. Cewek itu menatap pantulan dirinya dengan raut marah, ingin menerkamnya sekarang jika ia bisa.

"GOBLOK! LO ITU BRENGSEK REL! MANA BISA LO BERUBAH JADI CEWEK BAIK-BAIK? GIMANA BISA?!"

Airel terkejut ketika pintu salah satu bilik terbuka, ia mengira dirinya sendirian disana. Terlihat Darlena berada di sampingnya, menyalakan keran wastafel yang mencuci wajahnya pelan.

"Emang salah jadi diri kamu sendiri?" ujar cewek itu.

Airel terdiam, tentu Darlena mendengar teriakannya. "Lupain itu." Cewek itu segera membersihkan bedak dan liptint yang menempel di wajahnya.

"Kenapa di hapus? Kamu cantik pake itu."

Airel lagi-lagi terdiam, menatap Darlena bingung. "Berat." balasnya.

"Berat ngedenger hujatan orang lain, ya?" Tak ada balasan.

"Terlalu mikirin pendapat orang lain emang selalu bikin kita serba salah. Kamu ya kamu, ini hidup kamu, kamu berhak milih, apapun yang buat kamu nyaman. Kenapa harus jadi orang lain kalau berat?"

"Maaf, gue harus potong, tapi gue harus ke kelas sekarang." Ketika akan beranjak, Airel kembali berhenti mendengar ucapan Darlena.

"Berubah demi Gibran, kan? Demi ngebuat Gibran balik sama kamu?" Airel berbalik, menatap Darlena dengan sorot mata tak enak.

"Nggak ada salahnya kamu pake alasan itu. Perempuan berubah emang terkadang buat orang lain." Darlena menghelas napas. "Tapi kamu harus inget, kalau Gibran suka sama kamu, dia bakal terima kamu apa adanya. Dia bakal selalu ada buat kamu, apapun keadaan kamu. Sayang itu nggak nuntut, tapi nuntun."

Airel benar-benar tertampar dengan perkataan itu. Entah nasihat itu bertujuan untuk menguatkannya atau malah berkedok untuk menjatuhkannya.

"Makasih. Dan lo tau kan ini urusan gue? Tolong, jangan ikut campur. Ini privasi gue." Airel mencoba untuk tersenyum, lalu segera keluar dari toilet, meninggalkan Darlena yang hanya bisa terdiam, miris.

***

"Lo ada masalah ya sama si Nyai?" Darrel melempar sebungkus roti kearah Gibran, lalu duduk di hadapannya.

Gibran yang tengah menatap kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana pun menoleh. "Nggak. Emang biasanya kita begitu, kan?"

Mario tertawa kecil. "Biasa darimana maksud lo? Jelas-jelas tadi lo udah nyakitin dia banget. Lo nggak sadar apa pura-pura bego?"

"Itu udah bener, kan? Jangan mentang-mentang Airel anak Asgard, lo semua jadi belain dia."

"Hah? Lo liat dari mana hal tadi bener? Sabrina yang mancing emosi, dan lo malah belain nenek lampir itu?" timpal Gavino. Sekarang mereka semua merasa kesal dengan Gibran, yang tiba-tiba saja bertingkah aneh.

"Terus gue harus selalu belain Airel?" tanya Gibran masih berusaha menunjukkan wajah tenang.

Sean yang hanya diam sedari awal, melihat perdebatan teman-temannya itu merasa jenuh. "Lo ada masalah sama Airel kan? Gue liat lo bentak dia kemarin di depan ruang ganti."

Gibran menatap Sean lalu menggeleng. "Nggak penting."

"Nggak penting kata lo? Lo berdua ada masalah dan kita nggak tau sama sekali!"

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang