39 - Andai Sejak Dulu.

2.5K 438 87
                                    

Kamu layaknya senja, membuat candu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu layaknya senja, membuat candu. Namun hadir mu hanya sementara, lalu tergantikan dengan gelap gulita.

***

DARLENA menghembuskan napas kasar lalu masuk kedalam rumah bernuansa orange itu. Matanya menatap keseliling rumah, berantakan, seperti tak berpenghuni.

"Kakak!" Mata Darlena langsung tertuju pada seorang anak laki-laki yang menyambutnya dari ruang televisi.

Anak laki-laki itu berdiri di depan Darlena, menarik-narik rok sekolahnya. "Kakak bawa apa?"

Darlena tersenyum, lalu berjongkok menyetarakan posisinya. "Kakak bawa mie goreng kesukaan kamu, loh. Mau makan?" Arsenio, adik laki-laki Darlena itu mengangguk.

"Sini, ayo." Cewek berwajah putih mulus itu duduk di kursi makan, diikuti Arsenio, langsung membukakan bungkus makanan yang ia beli pulang sekolah tadi di tempat cafe.

"Kakak udah makan?" Darlena hanya mengangguk.

"Kamu makan ya. Habisin." Darlena mengusap lembut rambut adiknya yang mulai panjang itu.

"Kak, besok aku terima rapot. Siapa yang dateng kesekolah?"

"Kakak yang dateng." jawab Darlena cepat.

"Temen-temen sekolah di ambilin sama Mama atau Papanya, aku masa kakak terus, sih?" Arsenio masih duduk di bangku 2 SD, cowok itu sedikit jenuh karena setiap pembagian rapot selalu Darlena yang mengambil.

"Papa nggak bisa ambil rapot kamu, Sen. Kamu tau kan Papa sibuk kerja? Sampai sekarang aja Papa belum pulang. Jadi kamu ngerti, ya?" Darlena mengusap lembut rambut adiknya, memberi pengertian.

Ya. Ibu Darlena sudah meninggal ketika melahirkan Arsenio.

"Gimana tadi di sekolah? Seru?" Darlena mengalihkan topik pembicaraannya, agar adiknya itu tak berlarut dalam kesedihan.

"Nggak. Temen-temen ngejek aku karena aku nggak punya tas bagus kayak mereka." Arsenio cemberut, teringat kejadian di sekolah yang ia alami.

"Loh, kan tas kamu baru kakak beliin kemarin."

Arsenio menggeleng. "Tas yang kakak beliin jelek nggak kayak tas temenku yang lain."

Darlena memaksakan diri untuk tersenyum, ia tahu Arsenio masih belum mengerti cara menghargai pemberian orang lain. "Arsen, dengerin kakak, ya. Kamu sama mereka itu beda, kamu anak pintar, kamu seharusnya nggak peduli sama hal itu. Kalau mereka nggak suka sama kamu, itu masalah mereka, bukan kamu. Kamu yang semangat ya sekolahnya. Soal tas, nanti kakak beliin lagi yang bagus ya."

Arsen hanya mengangguk. Mereka refleks menoleh kearah pintu, yang menampilkan ayah mereka yang baru saja pulang kerja.

"Gimana hari ini, Yah?" tanya Darlena lalu beralih merapikan beberapa mainan Arsen yang berserakan.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang