25 - Harus Move On.

3.6K 461 21
                                    

Jarang bertengkar dalam sebuah hubungan bukan berarti hubunganmu baik-baik saja. Terkadang, keduanya sama sama memiliki rasa sakit, namun hanya memilih untuk diam dan di pendam.

***

"

OTAK LO EMANG UDAH NGGAK ADA YA? GUE MINTA LO DATENG JAM ENAM TEPAT, BUKAN JAM TUJUH LEWAT LIMA BELAS MENIT!" Airel menatap tajam Gibran yang menyetir di sampingnya. Cewek itu menunjukkan jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit.

"Santai aja, sih, buru buru banget mau ketemu siapa?" Gibran terkekeh, sama sekali tidak menggubris Airel yang padahal sedang menumpahkan amarahnya.

Cewek dengan rambut cepol asal itu mencubit kelas pergelangan tangan Gibran. "Goblok! Ini udah masuk jam pelajaran pertama, Gib!"

"Terus? Biasanya juga lo masuk di jam pelajaran kedua, malah pernah kan abis istirahat?" Gibran memang benar, namun sekarang keadaannya berbeda.

"Tapi pagi ini gue ada ulangan, bodoh!"

"Loh biasanya lo kabur kalau ada ulangan, kenapa sekarang malah mau ulangan? Sakit lo?"

"LO YANG SAKIT! Gue udah ngelewatin tiga ulangan harian. Kalau satu ini gue lewatin juga, nilai gue gimana!?"

Tanpa berbicara sepatah kata lagi, Gibran menaikkan kecepatan mobilnya, membelah jalanan yang padahal cukup ramai. Airel terkejut, refleks memegang erat safety beltnya kuat kuat.

"Gibran, lo ngapain, sih!"

Gibran tertawa melihat wajah Airel yang berubah panik dan ketakutan. "Gila, muka lo kocak, bisa kaget juga ternyata?"

"Pelanin tolol!"

"Katanya mau cepet sampe? Ini udah gua bantuin, baby."

"Bener bener nggak ada akhlak ya lo!"

"Kalau buat tuan putri apa sih yang nggak gue lakuin? Lo minta cepet sampe? Ini gue lakuin."

"Nggak begini juga, Gibran!"

Mobil Gibran makin melaju tak terkendali, namun cowok itu mampu melewati beberapa kendaraan di depannya dengan sigap, seakan memang sudah sangat ahli dalam bidang ini.

Tak berapa lama, mobilnya sampai di depan sekolah. Ia memutuskan untuk memarkirkannya disana, karena tentu kendaraannya tak akan diperbolehkan masuk.

"Ayo turun."

Airel dengan cepat turun, ia menurunkan rok sekolahnya yang sedikit berantakan. Tangan Gibran dengan cepat mengusap puncak kepala Airel, berniat merapikan rambut cewek itu yang terlihat semerawut.

"Gini kan rapi. Tapi tetep jelek sih. Mungkin karena orangnya jelek kali ya?" Gibran tertawa, namun hanya di balas wajah sengit. Airel pun beranjak mendekati gerbang sekolah, meninggalkan cowok di sampingnya yang sibuk meledeknya.

***

"Tuh kan, mending tadi kita nongkrong aja. Ke mall kek, atau main kemana, daripada di tengah lapangan begini." Gibran menatap Airel yang sibuk memandangi tiang bendera dengan satu tangan membentuk gerakan hormat.

"Bacot. Siapa yang suruh berangkat jam segitu? Gila lo. Emang sekolah punya nenek moyang lo apa!"

"Jangan salah, Babeh gue terkenal tau di seantero sekolah."

"Sok gaya. Babeh lo, bukan lonya. Kalau nggak ada Om Malvin, lo bakal jadi anak gelandangan."

"Jangan lah. Babeh nggak bakal tega ngebiarin gue begitu."

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang