38 - Bekal untuk Gibran.

2.3K 437 135
                                    

Apa salahnya sih menerima orang yang sudah ada? Kenapa harus sibuk mencari dia yang bahkan tak menginginkanmu?

***

A

IREL menatap kotak makan berisi nasi goreng buatannya sendiri. Selama tinggal bersama ibunya, ia di tuntut harus bisa memasak untuk dirinya, karena memang Nina yang kesehatannya sudah menurun. Hari ini, ia berusaha menyisakan waktu untuk membuat nasi goreng dengan telur mata sapi khusus untuk Gibran. Ia memang tak tahu apakah cowok itu akan menerima, tapi setidaknya sudah ada perjuangan yang ia keluarkan agar Gibran bisa memaafkannya.

"Pagi." Airel terkejut ketika Sean berjalan di sampingnya. Aroma manis namun maskulin menyeruak di hidung Airel, yang membuat cewek itu memang sangat mengenali ke khasan wangi Sean walaupun dari berjauh-jauh kilometer.

"Seperti biasa, wangi permen. Wangi lo memang khas banget, ya." ledek Airel lalu tersenyum.

Sean yang malah salah fokus pada tempat makan ungu muda yang Airel bawa pun bertanya. "Belum sarapan?"

"Oh ini?" Airel mengangkat kotak makannya. "Ini buat Gibran."

Sean yang mendengar itu sedikit terkejut, lalu dengan cepat ia menghentikan langkah Airel. "Jangan."

Airel menautkan alisnya, bingung. "Kenapa?"

"Gue.. gue belum sarapan. Buat gue aja." Sean dengan cepat menarik kotak makan itu, lalu memberikan senyum canggung kepada Airel.

"L-Loh? Tapi gue buatin itu khusus buat Gibran. Kalau lo mau, besok bisa gue buatin, ya." Airel mengambil alih tempat makan itu lagi, lalu melanjutkan langkahnya.

Sean yang tak menyerah segera mengejar cewek itu lagi, lalu menghadangnya. "Gibran udah sarapan."

Airel tertawa kecil. "Hapal banget ya? Lo yang ngasih dia sarapan tiap pagi?"

"Dia nggak bakal terima kotak makan lo." cerca Sean, mencari alasan lagi.

"Yan, kalau lo memang mau, besok gue buatin buat lo. Serius." Airel pun mendorong pelan tubuh Sean, lalu beranjak pergi mengarah ke kelas Gibran, meninggalkan Sean yang hanya bisa diam. Sepertinya Airel sudah jatuh terlalu dalam, cewek itu tanpa sadar sudah kehilangan Gibran yang dulu juga mencintainya karena ia yang terlalu lama menyadari perasaannya sendiri. Mengapa takdir harus membuatnya serumit itu?

Sebelum Airel masuk kedalam kelas Gibran, cewek itu berhenti dan menatap segerombolan anak Asgard tengah berkumpul di depan kelas. Dengan cepat, ia menghampiri, membuat mereka semua menoleh.

"Eh, Nyai. Kok lo disini?" Gavino menyambutnya lebih dulu.

"Gibran, makanan buat lo. Pasti lo belum sarapan, kan?"

Gibran menatap kotak makan yang di sodorkan itu, tapi tak mengambilnya. "Gue udah sarapan. Buat lo aja."

"Kalau gitu buat makan siang. Lo bisa makan ini pas istirahat."

"Duh, Nyai, kita mana? Masa si Bos doang, sih? Itu, dia nggak mau, mending buat kita." Mario menyenggol dengan Airel, berusaha untuk tak membuat cewek itu sakit hati.

"Gue masak ini buat Gibran, maaf ya." ujar Airel lalu tertawa kecil, merasa tak enak.

"Gib, terima. Kasian Airel udah bikin capek-capek." Walaupun Darrel juga ingin membantu Airel untuk melupakan Gibran, namun cowok itu tetap tidak tega membiarkan Airel menerima penolakan.

"Lo bisa kasih ke mereka yang lebih butuh itu, kan? Kenapa harus ke gue?" sinis Gibran terlihat risih.

"Itu buat lo, bukan buat kita. Hargain aja lah."

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang