62 - NIGHT RIDE.

1.9K 407 673
                                    

Ketika kamu berpindah hati secepat itu, tanyakan pada dirimu sendiri, benarkah kamu telah melupakan yang lama atau hanya menjadikan yang baru sebuah pelarian?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika kamu berpindah hati secepat itu, tanyakan pada dirimu sendiri, benarkah kamu telah melupakan yang lama atau hanya menjadikan yang baru sebuah pelarian?

***

"BANG, satenya dua porsi, ya. Satunya kecapnya banyakin. Tapi nggak usah banyak banget, sih, soalnya cewek di samping saya udah manis. Nanti saya overdosis." ujar seorang laki-laki pada tukang sate di depannya.

"Gombalan lo nggak pernah berubah." ujar Airel, memutar bola matanya.

"Kan bukan tukang gombal." sambung Gibran tertawa kecil lalu duduk di kursi diikuti Airel di sampingnya.

"Cih."

"Gimana night ride malem ini? Maaf, kali ini gue cuman bisa ngajak lo makan sate, tapi kalau gue gajian lagi nanti gue bakal beliin apapun yang lo mau." Tadi, mereka sudah memutari banyak bangunan tinggi, menikmati lampu temaram, tertawa bersama di bawahnya, dan bertukar cerita di atas motor di temani angin malam yang menerpa mereka. Walaupun Gibran tadi sedikit sulit membujuk Airel untuk menikmati suasana, namun cowok itu akhirnya selalu bisa meluluhkan hati Airel.

Airel menggeleng cepat. "Gue suka sate. Gue nggak mau cuman lo yang bayar, tapi gue juga."

"Cewek yang bayarin nggak banget. Nggak ada di kamus gue." ujar Gibran santai.

"Salah kalau cewek yang bayar? Hubungan di bangun berdua, masa  giliran yang bayar semuanya cowok?" Pertanyaan Airel ini mampu membuat Gibran bungkam, tak tahu harus berkata apa.

Gibran perlahan tersenyum kecil. "Sesusah-susahnya gue sekarang, gue tetep nggak akan biarin cewek bayarin gue, Rel. Mau ada atau tanpa uang bokap gue, gue tetep bisa bayarin makan lo."

"Hubungan lo sama Om Malvin belum membaik juga?" tanya Airel membuat Gibran menggeleng perlahan.

"Sampe kapan lo mau kayak gini terus? Setidaknya lo pulang demi Tante Renata."

Gibran menggeleng. "Gue nggak akan pulang sebelum gue bisa bawa kebanggaan buat Papa. Selama ini gue udah jadi beban keluarga, Rel. Ternyata, tanpa Papa, gue jadi tau dunia sekeras apa, gue tau sesusah apa cari uang, bahkan gue kerja seharian pun cuman cukup buat makan sehari-hari."  ujar cowok itu dengan senyum kecil di bibirnya, namun Airel tahu Gibran sedang tidak baik-baik saja.

"Lo masih kerja di bengkel itu?"

Gibran mengangguk. "Iya. Untung Bang Bima mau bantu gue kerja disana. Kalau nggak, gue nggak mungkin bisa hidup sekarang." Gibran teringat dirinya makan seadanya, dimana dulu ia selalu bisa makan apa saja, namun sekarang untuk makan mie instan saja sudah bersyukur. Di tambah, ia ingat uang sekolahnya belum terbayarkan.

"Mau gue bantu? Gue bakal bantuin lo cari uang." ujar Airel membuat Gibran tertawa kecil.

"Belajar aja yang bener, nilai ekonomi lo masih suka remedial, nggak?" ledek Gibran lalu mengacak rambut Airel sedikit keras.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang