54 - HARI PABA.

2K 415 516
                                    

Diamku bukan karena aku menyerah pada keadaan. Tapi karena jika aku berbicara, akankah semua orang sanggup mengerti apa yang aku rasa?
——Airel Pabela.

***

PUKUL SEMBILAN PAGI.

Gibran tersenyum lebar menatap hamparan pemandangan di depannya. Kerja kerasnya bersama para anggotanya bisa semaksimal ini dan ia pun sanagat menyukai konsepnya. Tak sia-sia mereka berkerja kurang lebih selama lima hari untuk menyusun acara ini.

Stand-stand berwarna army di buat seperti posko-posko tentara, mendukung konsep yang sudah di tentukan. Terdapat banyak ornamen bercorak loreng-loreng yang menyambung dari satu tiang ke tiang lainnya. Terpampang spanduk besar bertuliskan PABA DAY'S dan juga HAPPY 3th ASGARD GANG yang membuat siapapun tahu kalau itu adalah acara besar. Jangan lupakan panggung berukuran sedang dengan banyak pohon dan dedaunan imitasi untuk memberi kesan 'kehutanan' sehingga sejuk di pandang mata.

"Selamat ya, Gib. Kamu hebat banget bisa nyusun acara sekeren ini." ujar Darlena membuat Gibran kini menoleh kepadanya. Cewek itu memakai dress berlengan pendek selutut berwarna army dengan paduan ikat pinggang cokelat. Bandana abu-abu Asgard melingkar rapi di rambutnya yang terkepang dua serta sepatu boots semata kaki membuatnya kesan 'strong' namun tetap terlihat anggun.

Gibran tersenyum dan menggeleng. "Bukan gue, tapi semua anak Asgard. Tanpa mereka, mungkin semuanya nggak bakal sesempurna ini."

"Ternyata Asgard emang sebesar ini ya, pantesan mereka penting banget buat kamu."

"Tanpa mereka gue juga bukan Gibran yang sekarang. Gue nggak akan pernah biarin Asgard hancur, apapun alasannya. Nggak akan pernah." ujar Gibran masih takjub dengan apa yang ia lihat. Acara ini sangat berharga, karena acara terbesar yang hanya di lakukan setiap setahun sekali.

"WIDIDI! KEREN BANGET BOS KITA SATU INI!" teriak Gavin yang datang bersama Mario dan Darrel. Mereka semua mengenakan kaus pendek polos army di balut dengan rompi tanpa lengan bercorak loreng-loreng, serta celana cargo yang bercorak sama. Tak lupa, mereka menyelipkan senjata palsu di samping pinggangnya, sebagai aksesoris. Bandananya di bentuk menyerupai Camoflauge, serta polesan garis hitam tertoreh di pipi mereka. Benar-benar mirip tentara sungguhan. Semua laki-laki sepakat memakai pakaian yang sama, sedangkan perempuan di biarkan bebas yang penting mengikuti temanya.

"TINGGAL PERANG DOANG NIH KITA!" seru Gibran senang melihat teman-temannya datang, lalu mereka bertos ria, menyalurkan kebahagiaan mereka di hari ini.

"Papi Ayan belum dateng?" tanya Mario, tak melihat Sean disana.

Gibran mengangkat bahunya. "Nggak tau. Belum keliatan dari tadi."

"Jemput Airel. Dia telepon gue tadi." jawab Darrel.

"Airel dateng juga?" tanya Darlena membuat mereka semua menoleh.

"Iya lah. Kenapa? Lo nggak suka?" tanya Darrel yang sewot duluan, merasa tak suka dengan pertanyaan itu.

"Nggak. Aku cuman tanya. Kalau memang dateng, aku tunggu banget." balas Darlena.

"Harusnya yang dateng kan emang Airel, bukan lo." sindir Darrel membuat Gibran yang mendengar itu merasa sedikit tidak suka.

"CEK CEK STAN KUY! GUE MAU LIAT PADA JUALAN APA AJA! LAPER NIH!" sela Gavin menengahi perdebatan yang mungkin saja akan panjang jika tak di berhentikan.

"Dih, belum juga mulai udah laper aja perut lo."  ujar Mario yang sebenarnya sudah tahu kebiasaan temannya itu.

"Urusan perut pertama, bray." ujar Gavin lalu merangkul Darrel dan Mario, membawanya ke deretan stan-stan yang menggiurkan selera.

DEAR US (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang