ATTHALARIQ; 20

39.9K 6K 3.6K
                                    

Hai!

Selamat membaca cerita ini!



-oOo-

" ... kita pernah saling menggenggam, sebelum akhirnya saling enggan."

Suara yang bersumber dari podcast kesayangan Gisel mendadak tidak lagi mengeluarkan suara.

Dengan posisi menenggelamkan wajah menggunakan kedua lengannya di atas meja, Gisel bangun dari nikmatnya posisi tersebut. Rasa ingin tahu dari lubuk hatinya menggebu-gebu siapakah gerangan yang berani mematikan sambungan suara itu.

Gisel tidak peduli jika hantu penunggu kelasnya yang sedang berinisiatip mengganggunya. Ia tetap akan memaki makhluk tersebut.

Bel pulang memang sudah sedari tadi menggema keras ke seluruh penjuru sekolah. Namun, Gisel masih tidak ingin beranjak dari tempat duduknya, terlebih podcast yang ia dengar barusan benar-benar mengundang kantuk.

Pukulan keras di meja miliknya sendiri terdengar begitu tidak santai ketika kedua netra Gisel mendapati salah satu anak cowok kelasnya yang berdiri dengan wajah iseng. "Kita pernah saling merangkul, sebelum akhirnya saling memukul, noh yang bener!"

"Ngapain lo, hah?"

Teddy, cowok yang mengacaukan rencana indah Gisel itu menendang bangku di hadapannya. "Dicariin pacar lu tuh, Pak Dimas!"

Akibat peristiwa pisau-pisauan yang terjadi di pesta Jillian kala itu. Pak Dimas jadi memiliki alasan untuk bertemu Gisel. Lagi, sebagian anak-anak sekolahan bahkan sudah bergossip kalau keduanya pasti telah berada dalam status pacaran.

Gurat tidak suka ketika mendengar nama itu benar-benar tergambar jelas di wajah Gisel. Apalagi, ketika Pak Dimas yang masuk ke dalam kelasnya dengan senyuman juga sebuah P3K di sana.

Ada sebuah helaan napas kesal ketika laki-laki tersebut duduk di kursi tepat di samping Gisel namun banjar yang berbeda hingga jarak di antara mereka masih bisa terbilamg longgar.

"Jangan cemberut dong." Gisel sudah siap untuk beranjak dari sana. Namun, lengannya ditahan cepat oleh Pak Dimas.

"Pak-"

"Saya anterin, tapi bantuin ganti perbannya dulu, ya."

"Udah-"

"Tolong ...."

Lagi, hembusan napas Gisel kembali terbuang percuma. Diambilnya P3K yang dibawa oleh gurunya itu dari luar kemudian dengan hati-hati mengganti perban tersebut. Walaupun sebenarnya Gisel tidak ikhlas melalukan ini. Namun, ia masih memiliki hati ketibang Alariq. Gisel masih mau melakukan hal ini tanpa sedikit pun rasa ingin menginsengi Pak Dimas.

Meskipun kedua mata juga pikiran Gisel terfokus pada telapak tangan besar yang kini tengah ia perban. Namun, cewek itu cukup merasa peka kalau pria di hadapannya ini tengah menatapnya dengan senyum.

"Kamu serius gak mau lupain Alariq?" Sentuhan terakhir, hingga telapak tangan itu kini telah rapi dibalut perban.

Gisel menatap sekilas tanpa ekspresi kepada Pak Dimas. Tanpa mengeluarkan jawaban dari kedua bibirnya, kedua bola mata Gisel sepertinya sudah bisa menjelaskan secara tegas kalau ia tidak ingin melakukan hal yang dikatakan Pak Dimas tadi.

ATTHALARIQTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang