GILA.
Gisel menggerutu sebal, ia terlambat ke sekolah akibat bangun ke siangan.
Alih-alih bangun siang malah harus dihadapkan dengan kondisi kendaraan yang tidak mendukung.
Sialnya lagi, Gisel sempat bertemu Kenzo dkk di jalan. Cowok itu sengaja berhenti sejenak dengan wajah mengejek. Di samping kemudi ada Jovan di belakang ada Gio, Dandi dan Juan. Lalu di mana Alariq? Tanpa perlu dipikir lama-lama Gisel yakin kalau cowok itu tidak ingin menjadi gila hanya karena berada di dalam mobil yang sama dengan sahabat-sahabatnya ini.
"Cowok rabies, sono lu jauh-jauh!"
"Waduhhh, baru aja mau ditawarin, udah digalakkin."
"Gue gak butuh bantuan lo!"
"Ah, au ah, cabut cepet, Ken. Udah mau bel ini," kata Dandi di belakang sana.
"Bai-bai nenek lampir, hati-hati ya."
Gisel mendengus sebal melihat para antek-antek Alariq itu. Kenapa juga sih di saat kesusahan seperti ini, ia harus bertemu dengan cowok-cowok itu. Mengapa harus mereka kenapa tidak Alariq saja?
Tahu tidak, saking dunia Gisel yang seperti berporos pada sosok Alariq, podcast yang selalu didengarkan oleh Gisel sampai menahan emosi ingin memaki-makinya. Ya, maaf, Gisel juga tidak ingin seperti ini namun, hatinya entah mengapa tidak mau diajak kompromi.
"Lo itu obsesi bukan beneran suka. Lo cuma butuh orangnya, bukan maafnya."
Kalimat itu benar-benar menusuk hati juga otak Gisel secara bersamaan. Ia perlu waktu untuk mencerna kalimat itu, antara pikiran dan hatinya bergelut sampai ia memilih tidur dan bangun kesiangan seperti sekarang ini.
"Ah, sial! Udah bodoh, bucin, gila, idup lagi. Napa sih hidup gue gak adil banget rasanya!" pekik Gisel.
"Woy, cewek sinting!"
Seketika Gisel mengerjab, menoleh ke sana-ke mari guna mencari siapakah gerangan yang memanggilnya itu.
"Lo!"
"Iya, kenapa, gak suka lu?"
"Yee, sono lu!"
"Eh, serah gue dong," jawab cowok berjaket jeans ala Dilan itu.
"Ya udah, bodoh amat."
"Gue tahu lo lagi butuh bantuan, gue secara cuma-cuma mau nih bantuin."
"Apaan sih, gausah-gausah."
Sergio itu tinggi, setinggi Alariq dengan proporsi tubuh yang sama. Cowok itu melirik arlojinya sekilas kemudian kembali menoleh pada Gisel. "Lo mau terlambat? Hari ini guru yang piket ganas-ganas."
Ah, sial!
Gisel sudah banyak masalah, apa harus ditambah lagi?
Mendengus sebal, Gisel dengan muka masam akhirnya memilih untuk ikut ke mobil cowok itu.
Bodoh amatlah kalau Sergio akan menertawainya dalam hati karena kekonyolannya. Intinya, Gisel selamat dari guru-guru yang selalu siap menerkam mangsa.
"Lo anak band?" lontaran kalimat itu menjurus pada sosok Sergio yang tengah sibuk dengan stir mobil.
"Anak papa mama."
"Dih, najis, badan segeda gaban ngomongnya gak inget rahang."
"Ya kan emang."
"Bodoh amat!"
"Iya, gue anak band. Megang drum." Sergio menunjuk sebuah stick drumb dengan dagunya yang berada di atas dashboard.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTHALARIQ
Teen Fiction[BEBERAPA CHAPTER DIPRIVAT, FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Walau tidak ditelaah lebih dalam seorang Brigita Griselda akan mendapatkan predikat manusia paling bodoh di alam semesta ini. Fisiknya diciptakan dengan apik oleh Tuhan namun sayang matanya dibuta...