Selain sibuk dengan kuliahan, Widan mulai menata job des-nya di salah satu komunitas fotografi. Meskipun banyak hari yang dilewati oleh Widan dan berbagai hal telah dia lakukan agar pikirannya tidak tertuju pada satu nama, tetap saja nihil! Bayangan itu datang silih berganti dengan kenangan lampau yang selalu Widan ingat.
Widan beranjak dari kursinya dan memandang kota Jakarta melalui jendela apartemennya. Dia mengamati ramainya lalu lintas dan padatnya orang-orang yang berlalu lalang di trotoar. Senyumnya terlihat kecut, sembari menghembuskan napas, Widan menengadah pada langit kelabu. "Pada akhirnya, langit akan tahu kapan tiba waktunya berubah. Mentari pun harus beranjak ke peraduannya, digantikan oleh sang bulan."
Satu hal yang rela dia lakukan demi seseorang adalah menjadi seorang puitis. Awalnya, Widan sendiri tidak mengira, dirinya punya bakat dadakan hanya karena satu wanita. Wanitanya. Karena, begitulah laki-laki. Dia akan mempunyai bakat dadakan, jika itu berkaitan dengan seseorang yang amat dicintainya.
Getaran pada saku celananya membuat Widan meraih benda pipih itu dan menempelkannya pada telinga. "Iya, halo?"
"Kamu gak sedang sibuk, kan?"
Widan sebenarnya ingin sekali menolak permintaan itu, tapi ketika dia melirik jam pada pergelangan tangannya, Widan rasa, tidak ada salahnya mengiakan ajakan itu. "Mau kemana emang?"
Beberapa menit kemudian, Widan merasa panggilan itu terputus. Lalu dia berdecak karena ponselnya lowbat. Sambil melangkahkan kakinya untuk mencari charger ponselnya itu, tangannya mendadak tidak bisa di ajak kerja sama. Dia malah menyenggol sebuah pigura kecil yang selalu Widan simpan di atas meja di ruang tamu.
Bunyi pecahan kaca akibat pigura yang kini sudah berceceran itu, semakin membuat Widan geram. Dia terpaksa berjongkok dan tertegun saat membalikan gambar yang berada dalam pigura.
Itu adalah gambar yang menampilkan kedua wajah orang yang Widan ingin lindungi, Trella dan Sita. Dulu sekali, Widan akan sangat bangga karena memiliki dua adik perempuan-meskipun tidak satu ibu-tapi kehadiran keduanya membuat Widan selalu bersyukur karena terlahir sebagai pria yang dapat melindungi mereka.
Tentu saja itu hanya impian masa kecilnya. Sebab, setelah banyak hal yang dilaluinya, ada satu rasa yang berubah pada salah satu wanita yang tersenyum ke arah kamera. Tangannya terulur mengusap bagian permukaan pigura tersebut, tidak dia hiraukan serbuk-serbuk kaca yang menghalaunya.
"Widan! Kamu tu-ASTAGFIRULLAH, WIDAAAN!! APA YANG KAMU LAKUKAN, HUH!!!" Teriakan Trella menggema di seisi apartemen miliknya.
Widan bangkit dan menyembunyikan sobekan dari bagian foto tersebut dalam saku celananya. Trella lihai dalam membereskan pecahan kaca dengan waktu singkat. Namun naas, jemari lentiknya itu malah tergores luka akibat beberapa serpihan kaca. Trella memekik pelan. Rasanya perih sekali, walaupun yang terlihat hanya luka kecil.
"Ceroboh!" maki Widan. Dia berjalan ke arah kotak P3K dan kembali pada Trella yang kini tengah selonjoran.
Widan menarik tangan Trella dengan lembut, gerakan itu sedikit membuat Trella tercengang. "MAU NGAPAIN!" tanyanya takut-takut. Bukannya tidak percaya pada Widan, hanya saja, jarinya itu benar-benar tertusuk lumayan parah. Dia sampai ngilu lihatnya.
"Ngobatin lah, apa lagi?" Widan membalasnya dengan sarkas. Lagian salah perempuan ini juga yang sekenanya main membersihkan barang pecah belah tanpa hati-hati. Widan mendengkus pelan. Dia mengobati Trella dengan perlahan. Lalu dia meniup-niupkan bekas luka itu agar segera sembuh.
Kelakukan Widan membuat Trella terdiam kaku. Seumur-umur dekat dengan Widan, dia jarang sekali mendapatkan perhatian laki-laki itu. Biasanya, Sita lah yang selalu fokus itu Widan dan dirinya hanya semacam bayangan di antara keduanya. Spontan Trella langsung menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh berpikiran negatif pada calon suaminya ataupun berasumsi buruk mengenai sahabatnya.
"Makasih, Dan," ungkap Trella.
Widan hanya mengangguk dua kali, kemudian melenggang pergi untuk menyimpan kotak persegi kesehatan tersebut. Dari kejauhan, Trella terus mengamati punggung Widan yang berjalan menjauh. Dalam hati, dia selalu ingin sekali merengkuh tubuh tegap itu dalam pelukannya. Bukan bermaksud tidak senonoh, hanya saja, Widan kerap kali menolak untuk di sentuh. Trella sendiri tampak tertampar oleh penolakan Widan tempo lalu.
Padahal orang-orang jelas tahu, bahwa perempuan lah yang biasanya melakukan penolakan tersebut. Tapi Widan berbeda. Tentu saja sebagai laki-laki normal, seringkali dia hampir menggila karena menahan hasratnya. Mengingat perkataan Zeron dahulu, Widan tidak ingin berperilaku yang dapat merugikan perempuan. Sebab dia juga mempunyai ibu dan dua orang sahabat yang mesti dia jaga.
"Jangan meminta hal yang gak gue sukai. Gue cuma menghargai lo sebagai perempuan yang harus gue jaga. Gue juga gak mau nyakitin perasaan lo, apalagi dengan tingkah laku yang mungkin aja lo benci," kata Widan tempo hari, kembali terngiang dalam benaknya.
Trella tersenyum tulus saat mendapati Widan yang kini telah kembali untuk duduk di sampingnya. "Dan, for everything yang kamu lakukan untukku, aku sangat bersyukur. Karena, jika mungkin bukan kamu orangnya ... aku, gak tahu harus gimana," ungkap Trella.
Widan menatap Trella lekat. Hatinya cekat-cekit. Bagaimanapun juga, sekuat apapun dia mencoba, tetap bukan Trella yang bertahta di hatinya. Sambil menghembuskan napasnya, Widan merangkul Trella dalam dekapannya dengan keraguan. Tentu saja hal itu di sambut antusias oleh Trella. Dia hanya tidak bisa menebak betapa kacaunya Widan saat memikirkan perasaan gadisnya, ketika mengetahui apa yang dia lakukan saat ini.
Bego, lo, Dan! Serakah banget jadi cowok!
Widan tidak punya pilihan lain selain ini. Karena, jika Widan tidak melaksanakan apa yang telah orang tuanya rencanakan, bukan hanya hidupnya yang akan berantakan. Melainkan kehidupan seseorang yang dicintai pun akan sama berantakannya.
Semoga saja kamu dapat mengerti.
•••
~tbc~
Hoho, alhamdulilah aku akhirnya up lagi dong. 😍
Semoga suka ya!😂
Jangan lupa vote dan comment-nya. 💚Salam hangat,
Tanialsyifa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye-bye, cry! [END]
ChickLit[OTW Revisi 2023] Sita Parwari memiliki sahabat yang berbeda 6 bulan dari bulan kelahirannya, Widan Bramantyo. Jika yang satu menyukai lukisan, maka satu lagi menyukai fotografi. Mereka mengungkapkan perasaan melalui cara yang berbeda, tapi tetap...