Widan acap kali membujuk Sita agar keluar bersamanya. Bahkan, kerap kali Widan mengajak Sita ke GNI—Galeri Nasional Indonesia—yang sedang menyelenggarakan pameran dan perhelatan seni rupa.
Sita bertingkah aneh dengan menggelengkan kepala dan menunduk lesu. “Kayanya gak buat sekarang. Nanti aja, Dan,” sahut Sita sambil mengulas senyum canggung.
Widan mengerutkan keningnya, menatap Sita dengan bingung. “Tumben, biasa juga suka semangat.”
Sita meresponnya dengan terkekeh-kekeh, padahal hatinya sangat bersimpangan dengan tindak lakunya.
“Dan, kita jalan pake motor lo aja, gak apa-apa, kan?” pinta Sita tiba-tiba.
Alis sebelah Widan terangkat, heran. “Gak takut kena sinar matahari emang?” ledeknya.
Sita berdecak kesal, dia mendelik pada Widan. Tapi tetap memaksa laki-laki itu untuk berjalan ke arah bagasi. Terdapat beberapa mobil mewah serta dua motor sport yang terparkir di bagasi keluarga Agler ini.
Sita menunjuk pada motor sport hitam keluaran tahun lalu. “Pake yang itu aja!” suruhnya. Seperti majikan pada ajudannya.
Widan mendengkus, walaupun tetap menyetujui pilihan Sita. Karena tidak biasanya perempuan itu mau di ajak mengelilingi kota metropolitan yang sedang panas terik seperti sekarang.
“Beneran gak mau pake mobil aja, Ta?” tawarnya lagi, siapa tahu Sita akan merubah pikirannya.
“Gak ih! Buruan, Dan! Jangan banyak omong dulu,” oceh Sita yang tidak sabaran.
Bukannya maksud Sita untuk mengomeli Widan yang sudah berbaik hati menawarinya tumpangan untuk menghabiskan waktu weekend di Dufan. Ini semuanya, murni rencana dadakan dari Sita demi pengalihan perasaannya terhadap GNI di Gambir.
Sita berusaha menekan rasa antusias dan juga keingintahuannya saat mengetahui tentang pameran seni rupa itu. Dia harus menepati janjinya terhadap ayahnya.
Selama perjalanan, Sita lebih banyak diam dan Widan seringkali memergokinya sedang termenung. Dia ingin bertanya, namun keengganan untuk membuat Sita tidak nyaman saat berada di sampingnya, membuat Widan mengurungkan niatnya.
“Mau coba naik wahana apa dulu?” tanya Widan.
Mereka telah masuk ke dalam area Dufan dengan menggunakan tiket khusus dengan harga yang cukup melejit.
Sita menunjuk pada salah satu wahana yang memacu adrenalin, berbentuk seperti kincir angin raksasa. Widan menatap gamang pada Sita yang terlihat datar saat melihat wahana itu bergerak naik-turun dengan memutar baling-baling yang memuat banyak pengunjung di sana.
Widan meraih tangan Sita untuk digenggam dan menuntunnya menuju pintu masuk eksklusif wahana 'Baling-baling' agar mereka menghindari antrian yang lumayan panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye-bye, cry! [END]
ChickLit[OTW Revisi 2023] Sita Parwari memiliki sahabat yang berbeda 6 bulan dari bulan kelahirannya, Widan Bramantyo. Jika yang satu menyukai lukisan, maka satu lagi menyukai fotografi. Mereka mengungkapkan perasaan melalui cara yang berbeda, tapi tetap...