Minggu lalu, Widan sengaja mengantarkannya ke tempat perlombaan seni lukis yang diadakan di salah satu sanggar lukis di Jakarta. Tentu saja, Sita membawa peralatan yang sempat dia titipkan di rumah Widan. Selebihnya, dia membeli beberapa peralatan di sela-sela perjalanannya.
Sita langsung antusias, meskipun melihat saingannya yang rata-rata sudah dewasa—bahkan Sita dapat melihat ada anak kecil yang lihai dalam mempraktikkan lukisannya pada kanvas dengan teknik pointilis—sedangkan Sita memilih menggunakan aliran naturalis dalam perlombaannya.
“Orang tua lo udah tahu, Ta?” tanya Widan di waktu senggang mereka saat istirahat pertama di sekolah.
Sita yang masih mengunyah makanannya, mengernyit bingung. “Tahu, apaan?”
“Soal yang ikut lomba.”
Sita hanya menganggukkan kepalanya. Setelah mie bakso yang dipesannya sudah tandas, Sita mengelap sudut bibirnya dengan tisu. Lalu menatap Widan yang menanti jawabannya.
“Lo gak usah khawatir,” sahutnya dengan disertai senyuman.
Widan menghalau rasa khawatirnya, berusaha percaya dengan penuturan Sita, walaupun dia yakin ada yang tidak beres dengan perkataan Sita barusan.
“Lo mau di sini atau ikut gue?” tanya Widan, mengalihkan pembicaraan mereka.
“Emang lo mau ke mana?”
“Toilet,” sahut Widan asal.
Sita membelalak kaget, dia segera menggeleng. “Gak mau lah! Kurang kerjaan banget gue ikut lo!” balas Sita tak kalah sengit.
Widan terkekeh pelan. “Ya ke kelas lah!” Dia menyentuh kening Sita dan mengetuk-ngetuknya tiga kali. “Jangan kebanyakan ngelamun makanya!” tegur Widan.
Sita merengut sebal. Dia segera berdiri dari duduknya dan mencak-mencak kesal. “Tahu ah!” Kemudian Sita memilih meninggalkan Widan di kantin yang sedang menertawakan sikap kekanak-kanakannya.
“Bocah!”
•••
Trella menghampiri Sita yang sudah menunggunya di teras kelas. Banyak murid dari kelasnya yang keluar secara tertib, lain halnya yang terjadi dengan kelas pada jurusan IPS. Mereka akan saling sikut ataupun berdesak-desakan saat keluar dari kelas.
Setelah menyalimi Pak Sule, guru Biologi-nya, Trella tersenyum cerah mendapati Sita yang melambaikan tangan padanya.
“Ella!” seru Sita.
Trella dengan semangat memeluk Sita yang sepantaran dengannya. “Lama banget gak ketemu loh! Kemana aja sih?" tanya Trella serius.
Sita memukul pelan bahu Trella. “Kebiasaan banget! Baru aja pagi tadi berangkat sekolah bareng, lagaknya kaya gak ketemu setahun aja,” cibir Sita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye-bye, cry! [END]
ChickLit[OTW Revisi 2023] Sita Parwari memiliki sahabat yang berbeda 6 bulan dari bulan kelahirannya, Widan Bramantyo. Jika yang satu menyukai lukisan, maka satu lagi menyukai fotografi. Mereka mengungkapkan perasaan melalui cara yang berbeda, tapi tetap...