Widan Bramantyo Agler, memilih dikenal sebagai Widan Bramantyo tanpa gelar keluarga Agler yang tersemat pada namanya. Terlahir dari keluarga yang memiliki kapabilitas dalam seni, membuat Widan berkecimpungan di dunia seni.
Darah kepiawaian dari ayahnya, Zeroun Agler dalam fotografi, membuat Widan serta-merta mengikuti jejak ayahnya dalam bidang tersebut. Bahkan, kisah kasih yang tidak tersangka oleh Widan adalah ibunya—Agata Blinda—merupakan modeling dari Zeroun yang sewaktu muda, baru merintis perusahaan photo studio dibawah naungan Agler company yang merupakan usaha utama keluarga Agler.
Sudah cukup rasanya membahas perihal masalah percintaan kedua orang tuanya. Sekarang ini, Widan sedang membantu Sita Parwati Adirajada dalam upaya sekian kalinya, untuk menuntaskan emosinya yang sudah tersulut, katanya.
“Dan, pinjemin gue ruangan privat lo ya?” Permohonan Sita dalam upaya membujuk Widan via telepon.
“Gara-gara Om Bima atau Tante Prati?”
“Lo juga tahu sendiri, Dan!”
Widan terkekeh kecil. “Yeah, I know if you have any troublesome.”
“Sok Inggris! Udah ih, bolehin ya?” paksa Sita, terdengar merengek.
Widan harus menahan tawanya setelah mendengarkan penuturan selanjutnya dari putri tunggal om Bima.
“Pokoknya janji deh, nanti gue temenin lo buat dapet shooting permit¹, gak bakalan kabur lagi. Serius!”
“Oke, panggil dulu ‘Widan yang gantengnya gak tertolong, bantu putri yang lemah tak berdaya ini’ ayo, cepet! Password-nya,” kelakar Widan.
“Ish, ogah!”
“Ya udah, kalau gak mau,” sahutnya cuek.
Dalam hati, Widan mulai menghitung mundur.
Tiga ... Dua ... Satu ...
“Ck, iya-iya lah!” Bingo! “Widan yang gantengnya gak tertolong, bantuin putri manis ini ya ... kalau gak mau juga, nanti gue seret aja!”
Nada suara dari Sita, mau tak mau membuat Widan tertawa kerenanya. “Oke-oke, cukup. Gue jemput di tempat biasa, kan?”
“Yes, boy! Ughhh! See you!”
Bip.
Widan mengumpat dalam hati. Perempuan itu sama saja. Bersikap manis ketika ada maunya saja. Selebihnya, jangan harap ada kemanisan. Widan saja sudah terbiasa dengan sikap Sita yang labil.
Sekarang aja manis kaya anak kucing yang imut-imut, lah nanti jadi beringas kaya singa, amit-amit!
Widan segera mengambil kunci motornya. Jalanan kota Jakarta terlalu malas untuk dihabiskan dengan berlama-lama ditengah kemacetan hiruk-pikuk kendaraan dan manusia yang berseliweran. Setidaknya, dengan menggunakan motor, Widan lebih bebas menyalip, walaupun harus terpapar sinar matahari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye-bye, cry! [END]
ChickLit[OTW Revisi 2023] Sita Parwari memiliki sahabat yang berbeda 6 bulan dari bulan kelahirannya, Widan Bramantyo. Jika yang satu menyukai lukisan, maka satu lagi menyukai fotografi. Mereka mengungkapkan perasaan melalui cara yang berbeda, tapi tetap...