Usai kejadian siang kemarin, Sita memilih menginap di rumah Trella. Dia pikir, itu akan lebih baik ketimbang dirinya berada satu atap dengan orang-orang yang membuatnya kecewa. Sekalipun masih tersisa perasaan tak mengenakan pada Trella, tapi itu lebih baik. Setidaknya, begitulah kira-kira pikiran hatinya.
Trella beringsut mendekat padanya yang sedang bergelung dengan ranjang empuknya. "Hayo, ngelamunin apaan sih!"
Sita berpura-pura tidur, tapi nyatanya Trella cukup lihai dalam memahami gerak-geriknya. Dia mengguncang tubuh Sita hingga membuat empunya mendengkus kesal dan menyibak selimutnya. "Apa!" tanyanya garang.
"Muka lo kucel, sana cuci muka dulu," titah Trella kemudian.
Sita mencebikkan bibirnya. Perkataan Trella ada benarnya juga. Dia merasa kulit wajahnya sangat lengket. Apalagi setelah menangis hampir setengah hari. Setelah keluar dari kamar mandi, Sita menghampiri Trella yang sedang mengemil makanan di atas ranjangnya.
"Kebiasaan!"
Trella hanya menyengir saat ditegur seperti itu oleh Sita. "Maklum, gue udah PW buat pindah," katanya.
Mau tidak mau, Sita pun tetap duduk disamping Trella sambil memberi batasan wilayah. Trella melirik Sita dengan alis mengerut. "Tumben amat, napa? Masi sensi? Bukannya lo udah ada doi baru ya?" goda Trella semakin menjadi-jadi.
"Mana ada doi baru, ngaco ah!"
"Bohong lo! Gak asik, ah."
"Ah, terserah kamu mau percaya atau gak juga," balas Sita sekenanya.
Dalam hening, mereka sama-sama larut dalam pikirannya masing-masing. Trella dengan rasa bersalah yang coba dia tutupi dan Sita dengan rasa penasarannya akan kelanjutan dari penjelasan ibunya. Namun, tiba-tiba pintu kamar Trella terdorong keras hingga menimbulkan suara bedegum yang cukup keras.
Baik Trella maupun Sita sama-sama terlonjak kaget. Kening mereka mengerut ketika melihat Adira memasuki kamar dengan tergesa-gesa.
"Trella, ikut Mama!"
Tanpa tendeng aling-aling, Adira terlihat seperti menyeret Trella. Bahkan, makanan yang menjadi camilan Trella, berceceran di atas kasur dan lantai.
Pasti akan banyak semut nantinya, batin Sita berbicara.
Di ambang pintu, Trella menepis tangan Adira. Tak cukup kasar, namun cukup kuat untuk menghentikan langkah Adira yang terburu-buru. "Ada apa, Ma? Kenapa pake nyeret aku segala, sih!"
Adira berkacak pinggang. Sekilas, Sita melihat mama Trella itu membolakan matanya. Lalu terdengar hembusan napas yang berat. "Kamu beneran gak tahu apa yang terjadi?"
Tentu saja Trella keheranan. Dia hanya menggelengkan kepala. Itu membuat Adira tersenyum sinis sambil menoleh pada Sita. Karena perbedaan pendapat tempo lalu dengan Adira, Sita cukup paham dengan maksud tatapan Adira. Dia meneguk salivanya pelan. "Kenapa ya, Tan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye-bye, cry! [END]
أدب نسائي[OTW Revisi 2023] Sita Parwari memiliki sahabat yang berbeda 6 bulan dari bulan kelahirannya, Widan Bramantyo. Jika yang satu menyukai lukisan, maka satu lagi menyukai fotografi. Mereka mengungkapkan perasaan melalui cara yang berbeda, tapi tetap...