Bagian dua belas : Long Time

57 7 0
                                    


Setelah mengemasi barang-barang dengan terburu-buru dan dipaksa secara tidak langsung oleh ayahnya untuk tinggal di Jepang, bersama keluarga dari pihak ibunya, Sita berangsur beradaptasi dengan baik di lingkungan yang baru baginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mengemasi barang-barang dengan terburu-buru dan dipaksa secara tidak langsung oleh ayahnya untuk tinggal di Jepang, bersama keluarga dari pihak ibunya, Sita berangsur beradaptasi dengan baik di lingkungan yang baru baginya.

Kerap kali Sita mendapatkan kesulitan dalam bergaul di lingkungan sekolahnya. Belum lagi bahasa asing yang sekarang ini menjadi kebiasaan Sita saat tinggal di negara bunga Sakura ini.

Selama kurun waktu dua tahunan terakhir ini, Sita masih bersahabat dengan Widan. Bahkan sahabatnya itu telah diterima di Institut Kesenian Jakarta. Widan memang berencana untuk serius pada hobi yang digelutinya sepanjang waktu itu. Sita ikut berbangga diri karenanya. Meskipun saat ini mereka hanya melakukan pertemuan secara daring, tapi Sita mensyukuri hal tersebut.

Setidaknya, Widan tak pernah melupakannya.

Usai menyelesaikan mata kualiahnya siang ini, Sita diajak oleh salah satu teman satu fakultasnya untuk mengunjungi "Museum Seni Tokyo Metropolitan Teien" yang berada di Meguro.

Orang yang mengajak Sita adalah Hideki Yogaswara. Seorang kakak tingkatnya di Fakultas Management yang menyukai seni. Tak jarang pula, Sita dan Hideki mendiskusikan banyak hal tentang seni di waktu senggang yang mereka punya.

"Yuk, Sit," ajak Hideki padanya.

Satu hal yang patut Sita syukuri dari kehadiran Hideki yang terasa seperti seorang Kakak baginya-mengingatkannya pada Adya-juga Hideki merupakan keturunan Indonesia-Jepang, sehingga membuat Sita tidak merasa sendirian saat mengetahui bahwa dirinya memiliki teman yang satu tanah air dengannya saat menempuh pendidikan di Jepang.

Sita menganggut. Dia berjalan beriringan bersama Hideki menuju parkiran kampus. Dering dari gawai membuat Sita merogoh saku celananya dan melihat id call yang menunjukkan bahwa Widan yang menjadi penelepon. Sita menerima panggilan tersebut sambil tetap berjalan mengikuti Hideki.

"Widan! Lo kemana aja sih! Gak tahu apa gue udah kangen berat sama lo!" seru Sita tanpa malu.

Terdengar suara kekehan dari seberang telepon. Sita berdecak malas sekaligus tersipu malu karena dia mengungkapkan rindunya dengan spontan. "Ini kalimat sapaan yang paling gue rindukan dari seorang Sita Parwari," ujar Widan.

Sita masuk ke dalam mobil Hideki dan menggumamkan tanpa suara bahwa yang meneleponnya adalah Widan. Hideki mengangguk, memang laki-laki itu sudah mengetahui hubungan antara Sita dan Widan semenjak mereka akrab menjadi teman.

"Haha, lagian pasti sih, lo bakal kangen berat sama gue. Apalagi di Jakarta gak ada makhluk semenyenangkan gue kan?" canda Sita.

"Yang lebih menyenangkan daripada lo itu banyak. Tapi kayaknya yang lebih menyebalkan bagi gue sih, lo tetep juaranya."

Bye-bye, cry! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang