Bagian dua puluh tujuh : Firasat tak mengenakan

58 3 0
                                    

Oh, Tuhan! Batin Sita terus menjerit tiada hentinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oh, Tuhan! Batin Sita terus menjerit tiada hentinya. Bahkan semua orang yang melihatnya ikut iba padanya. Sementara Pratista menuntun Sita untuk menjauhi kumpulan dua keluarga tersebut, telinganya kerap mendengar makian dari Adira kepada keluarga Widan perihal kepergian mendadak laki-laki itu.


Sita kenal betul dengan Widan, jadi tidak mungkin laki-laki itu akan pergi tanpa alasan yang jelas. Sahabatnya itu selalu memegang teguh janjinya.

Tuhan, dimana pun dia berada, tolong selamatkan dia.

Banyak uraian kalimat tanya dan keinginan yang dia bicarakan pada Widan, tapi rasanya jiwanya terenggut secara paksa. Hilangnya Widan yang mendadak seperti ini, seperti guncangan besar bagi batinnya.

"Ta, duduk sini dulu," ajak Pratista yang membawa Sita duduk di kamar tamu yang disediakan oleh Adira.

Sita mengikuti titah ibunya, matanya masih menatap ke sembarangan arah. Dia menatap gamang pada ibunya, lidahnya bahkan terasa kelu saat Sita ingin mengutarakan maksudnya.

Pratista tersenyum tipis, dia mengusap kepala Sita begitu pelan. "Gak apa kalau siap. Kamu bisa bicarakan nanti saja." Dan sekian detik setelah ucapan Pratista tersebut, tangis Sita kembali terdengar. Kali ini lebih keras dari sebelumnya.

Dalam dekapan Pratista, Sita mengeluarkan segala macam perasaan gulananya. Dia mungkin akan mendapatkan cemooh dari ibunya jika dalam kondisi yang biasa, tapi meskipun saat ini Sita membasahi baju ibunya dengan air mata, dia sangat yakin bahwa Pratista tidak akan memarahinya.

"Ma ... kenapa dia pergi?" tanya Sita dalam lirihnya tangis yang pecah.

"Dia lagi butuh waktu sendiri, Sayang. Percaya sama Widan, bahwa dia pasti kembali," hibur Pratista yang sama sekali tidak berefek lebih banyak bagi perasaannya.

Saking lamanya menangis, Sita tidak tahu detail kejadian lebih lanjut karena seingat dirinya, dia menangis dipelukan Pratista hingga jatuh tertidur.

Tapi, melihat kacaunya ruang keluarga Trella akibat perselisihan tadi malam, hingga menimbulkan banyak pecahan barang-barang yang berserakan. Sita juga dapat melihat beberapa bercak darah yang sudah mengering. Dia tertegun sejenak. Siapa yang terluka? Terlebih lagi, jejak darah itu membentuk jejak kaki.

Karena penasaran, Sita mengikuti jejak kaki yang bercampur dengan darah itu. Seiring langkahnya mendekat, Sita merasakan debaran aneh yang membuatnya mual. Dia juga sampai melupakan niatnya untuk bergegas mandi karena rasa penasarannya.

Jejak kaki yang berlumur darah itu terhenti di kamar Trella. Kerutan pada dahinya membuat Sita berspekulasi bahwa orang yang terluka itu pasti adalah Trella. Dia mencoba membuka pintu, namun macet. Ketukan yang beberapa kali Sita lakukan tidak berefek sama sekali. Meskipun dia terus menyerukan nama Trella, gadis itu tetap diam di dalam kamar tanpa membalas seruannya.

Bye-bye, cry! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang