Bagian tiga puluh lima : Quality time

56 6 1
                                    

Kali ini tidur nyenyak Sita terganggu oleh sentuhan berupa cubitan di bagian lengannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kali ini tidur nyenyak Sita terganggu oleh sentuhan berupa cubitan di bagian lengannya. Bahkan orang yang mengganggu tidurnya itu tak berhenti menusukkan jemarinya pada kedua pipi Sita. Tak jarang Sita pun mengeluhkan tindakannya, namun belum menunjukkan tanda-tanda bahwa Sita akan terbangun dalam waktu dekat.

Seolah si pengganggu tidurnya ini tidak kehabisan akal, dia menjepit hidung Sita hingga membuat mulut Sita ternganga seketika. Barulah Sita akhirnya membuka matanya dengan amat terpaksa dan membuat kepalanya pening karena bangun secara mendadak.

“Akhirnya kamu bangun juga.”

Seruan itu semakin membuat Sita kesal. Sumpah serapah yang hendak dilayangkannya mendadak senyap, saat matanya membeliak ke arah si pengganggu tidurnya yang malah menampilkan senyum meremehkan.

“Ternyata aku masih unggul dari kamu ya, kalau soal bangun pagi,” celetuknya lagi.

Tanpa berdosanya, dia mengambil posisi berbaring di sisi lain ranjang Sita yang masih luas. Bahkan jika diisi oleh dua orang seperti sekarang saja, masih tersisa banyak celah untuk menampung orang ketiga.

Seolah belum cukup terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba, orang di samping Sita ini malah memberikannya sebuah undangan dengan nama pemilik undangan yang lagi-lagi membuat Sita kehilangan kata-katanya lagi.

“Ini apa?” tanyanya di ambang kebimbangan. Masalahnya, Sita sangat terkejut dengan kejutan yang dia dapatkan di hari ini secara beruntun.

“Undangan nikahan lah, apa lagi?”

Pandangan Sita berubah serius dan skeptis di saat bersamaan. Dia berdecap pelan. “Serius, kamu mau nikah lagi dalam waktu dekat ini, Ella? Gak kena serangan jiwa, kan?”

Wajah Trella merenggut kesal. Dia memutarkan bola matanya dengan malas. “Ya karena hidup ini terus berjalan, Sist. Gak mungkin juga kita harus stuk di satu tempat yang sama untuk selamanya bukan?” katanya, sok bijak.

Sita mencibir pelan. “Kayaknya laki-laki yang kali ini berhasil buat kamu jadi waras lagi,” ejeknya.

“FYI, ini bukan pernikahan aku yang kedua ya. Jangan buat citra aku jadi rusak kayak jadi seorang janda aja,” koreksi Trella dengan kesal. “Oh ayolah, kalau nanti kamu bertemu langsung dengan calon iparmu nanti, dia itu sungguh menawan. Aku bahkan tidak sanggup mengalihkan pandanganku jika bertatapan dengannya.”

Trella menjelaskan secara detail tentang pasangan hidupnya kali ini dengan binar mata yang tak kunjung padam. Seolah dia mengaku secara frontal kekagumannya pada pria itu. Melihat Trella yang kembali menjadi orang yang ceria lagi, tak ayal membuat Sita tersenyum bahagia. Apalagi mengingat statusnya yang sebentar lagi akan berubah, Sita mendekap Trella dengan erat.

“Pokoknya semoga lancar ya sampai acara selesai,” doa Sita dengan sungguh-sungguh.

“Iih, kok sampai acaranya selesai sih. Gimana coba kalo abis acaranya itu dia malah talak aku?” keluh Trella yang setengah dibuat-buat.

“Ngawur banget kalo ngomong. Iya-iya semawa aja ya.”

“Aaah, makasih banyak sepupuku sayang~”

Mereka saling berpelukan selayaknya teletubbies yang menyalurkan rasa sayang dan rindunya melalui pelukan yang katanya bagus untuk kesehatan.

•••

Katanya demi merayakan kembalinya Trella dari luar negeri, sekaligus sebagai upaya kata selamat yang keluarganya sampaikan atas pelaksanaan pernikahan Trella yang tinggal menghitung bulan, mereka semua—keluarga besar Adirajada—memutuskan untuk merayakannya dengan mengadakan pesta barbeque di kediaman Sita yang dianggap sebagai pusat berkumpulnya keluarga Adirajada.

Sita tak menyangka kehadiran keluarga Agler yang menjadi “mantan calon besan” keluarganya, turut andil dalam kemeriahan acara ini. Selain karena acara ini yang bersifat kekeluargaan, jelas-jelas orang-orang yang tidak berkaitan dengan keluarga Adirajada tidak diperkenankan untuk mengikuti privat party kali ini.

Kebingungan Sita akan hadirnya keluarga Agler di tengah-tengah mereka, kini diperparah dengan adanya Hideki yang memasuki rumahnya dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

“Suka dengan kejutannya?”

Sita mengejap tidak percaya. Dia geleng-geleng kepala. “Kamu  ... kok bisa?”

Hideki terkekeh pelan. Sebelah tangannya yang terulur, dia gunakan sebagai ajang untuk membuat rambut Sita jadi berantakan. “Kamu itu emang dari awal terlalu cuek sama sekitar ya,” katanya dengan rasa gemas yang tak tertahan.

Wajah Sita yang tampak kebingungan di antara wajah sumringah orang-orang di sini, tentu saja lebih menarik perhatian Hideki.

“Baik, karena sepertinya kamu masih belum mengerti, akan aku bantu untuk memperjelas semuanya,” kata Hideki sambil mengulurkan sebelah tangannya di depan tubuh mereka. “Perkenalkan saya Hideki Yogaswara Agler, tapi biasa di sapa Hideki Yogaswara karena tidak mau terlalu terikat dengan keluarga Agler dalam waktu tertentu, sampai saatnya nanti.”

Perkenalan singkat yang kumplit itu semakin memperjelas situasinya saat ini. Sita hanya dibuat shock dengan kejutan yang dia dapatkan di hari yang sama ini.

“Jadi  ... kamu anaknya Om Aaron yang katanya si pemberontak setia?” tanyanya untuk memastikan.

Om Aaron memang pernah menyebut-nyebutkan anaknya yang suka sekali dengan kebebasan, namun pasti akan selalu memenuhi perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Hideki tertawa pelan menanggapi pertanyaan Sita yang sudah tak asing lagi di telinganya. Dia berdesis, berpura-pura kesal dengan ucapan ayahnya yang terdengar seperti merendahkan anaknya sendiri. “Jangan dengerin Papa, dia emang orang yang paling nyeleneh yang aku temui,” gurau Hideki yang membuatnya terkena masalah.

“Ekiii, Papa masih dengarkan ya!” seru Aaron yang berada tak jauh dari tempat Hideki berada.

“Iya-iya, Pa. Eki tahu, jangan teriak-teriak juga kali Pa, malu sama orang-orang.” Hideki malah meringis tatkala Aaron malah mengabaikan perkataannya.

“Buat apa malu sama calon besan sendiri?”

Barulah kali ini Hideki menepuk keningnya sendiri melihat tingkah Aaron yang terlihat tak jauh beda dari remaja jahil yang dia temui.

Barulah kali ini Hideki menepuk keningnya sendiri melihat tingkah Aaron yang terlihat tak jauh beda dari remaja jahil yang dia temui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~tbc~

Daku bukan pencipta rasa dari kata terbaik, hanya ingin yang baik. Berharap kalian suka ya😉
.
.
.
Jangan lupa klik 🌟 juga kasih komen (bisa berupa saran/kritik) ditunggu ya😌
.
.
Terimakasih telah membaca
Bye-bye, cry!💚
.
Salam hangat,
Tanialsyifa.

Bye-bye, cry! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang