Bagian tiga belas : Lost

53 7 0
                                    

Sita berbaring di atas kasurnya sambil membuat list kegiatan yang akan dikerjakannya selama sepekan nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sita berbaring di atas kasurnya sambil membuat list kegiatan yang akan dikerjakannya selama sepekan nanti. Kebiasaannya ini sudah diterapkan oleh ayahnya sejak Sita masih kecil. Sita melirik ponselnya yang bergetar, terdapat pesan singkat dari media sosial dan juga dari banyaknya iklan barang-barang oleh berbagai media online shop. Sita mengabaikan notifikasi iklan tersebut dan memfokuskan atensinya pada satu pesan dari Hideki.

Hideki
Mau mencoba mengunjungi Tokyo Disney Sea? Mungkin tempat itu bisa membuat kamu lebih tenang.

Senyum Sita terukir walaupun sekilas. Di saat dia gamang tentang keadaan Widan yang berbeda ribuan kilometer dengannya, Sita menghela napasnya. Dia mengetikan pesan singkat pada Widan dan berharap bahwa sahabatnya itu segera memberikan kabarnya. Walaupun hanya sebatas pesan singkat.

Sita
Wi? Kemana aja?
Gue cemas dan berhenti bikin gue khawatir, Dan :(

Sita beranjak dari kasurnya. Dia berjalan ke arah lemari dan terkejut saat melihat ke arah cermin-yang menjadi satu dengan lemari pakaiannya-rambutnya berantakan tidak karuan. Belum lagi matanya yang terlihat kuyu dan wajahnya yang kusam. Sita cemberut melihat pantulan dirinya yang terlihat menyeramkan.

"Kalau aja di Indonesia ada casting untuk film horor, kayanya aku bisa lolos tanpa seleksi saat mereka melihat keadaan wajahku seperti ini." Sita yang geram, langsung memberantakan rambut panjangnya. Keadaan rambutnya sangat kusut dari sebelumnya. Dengan malas, Sita meraih gawai yang masih ramai dengan notifikasi.

Sita
Eki, chotto matte kudasai(1).

Setelah mengklik item send, balasan dari Hideki datang tak lama kemudian.

Hideki
Mochiron(2), santai aja kali.

Sita hanya membacanya tanpa berniat membalas.

"Musim panas emang harus dinikmati, gak boleh sedih-sedih terus!" ucapnya, menyemangati diri.

Baru saja Sita hendak ke kamar mandi, seruan dari neneknya membuat Sita mengurungkan niatnya untuk mandi.

Setelah menuntaskan permasalahannya dengan sang nenek, Sita memilih merendam dirinya dalam air hangat. Ucapan neneknya kembali terngiang dalam benaknya.

"Tata-chan, sekarang sudah dewasa ya. Sudah hebat dan bisa mengerti permasalahan keluarga, bukan?"

Sita yang ragu dengan maksud perkataan neneknya hanya mengangguk sopan. Setidaknya, dia tidak mempunyai prasangka buruk dengan yang dimaksudkan oleh neneknya.

Bye-bye, cry! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang