2 - Skandal

17.2K 1.5K 33
                                    

"Yaudah kirim saja alamat kamu Mel, nanti aku yang kesana"

Arden yang tengah duduk di sofa apartemen Gerald, menggelengkan kepala sambil kembali menyeruput minuman soda langsung dari kalengnya.

Gerald-Abang sepupu kesayangannya, kini tengah melakukan panggilan dengan kekasihnya-Melody Adeline. Lagi dan lagi sepasang kekasih itu berdebat, hanya karena Melody yang belum mau kembali ke Jakarta, dan tidak mau pula di kunjungi Gerald.

"Nggak usah Mas, akunya juga masih sibuk. Percuma juga kalau Mas kesini"

Kali ini Arden mendengar suara Melody melalui panggilan yang sengaja di loud speaker oleh Gerald, karena lelaki tersebut tengah sibuk memotong wortel, di meja bar dapur.

Gerald menarik napas, ia mencoba menghalau emosi yang lagi-lagi menjalari tubuhnya. Ia tidak habis pikir mengapa Melody susah sekali di ajak bertemu. Padahal, Gerald tidak keberatan untuk datang jauh-jauh ke Semarang, asal bisa melihat kekasihnya itu, barang sebentar.

"Nggak apa-apa sayang. Aku cuma pengen lihat muka kamu sebentar aja"

Uhuk-uhuk

Arden yang tengah minum langsung tersedak, karena mendengar Abangnya tiba-tiba berubah manis, dan sejujurnya ini terasa menggelikan. Gerald yang manis jelas bukan Gerald sepupunya yang normal, karena selama ini ia terkenal garang dan menyeramkan.

Apakah Bang Gerald selalu sebucin ini pada Melody? Jika benar, maka kasihanilah Fauzi ya Allah.

Arden membatin dalam hati, dan tiba-tiba meratapi nasib Fauzi-sekretaris pribadi Gerald, yang setiap hari harus menyaksikan kisah gila Gerald dan Melody.

Diam-diam, dalam hati Arden berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia tidak akan diperbudak oleh cinta. Jika suatu saat nanti ia menemukan seorang gadis untuk dipacari, maka dia lah yang harus mengambil kendali atas hubungan tersebut. Harus! Dia tidak mau berubah jinak macam Gerald!

Ah, ngomong-ngomong soal cinta, saat ini pacaran sama sekali tidak masuk dalam daftar rencana hidup Arden untuk waktu dekat. Arden kini tengah menikmati karirnya yang sedang meroket, ia juga telah memiliki segala yang ia inginkan. Jadi, pacar adalah sesuatu yang sungguh tidak begitu ia butuhkan.

"Hah, stress gue"

Gerald kini ikut mendaratkan tubuhnya di samping Arden. Abang sepupunya tersebut telah selesai melakukan panggilan, dan seperti panggilan-panggilan sebelumnya, pembicaraan mereka berakhir dengan tidak baik-baik saja.

"Yaudah sih Bang, nanti juga Melody balik ke Jakarta"

Arden menjawab cuek sambil meletakan kaleng minuman soda yang isinya telah ia tandaskan. Sialmya, tanggapannya barusan, seketika langsung dibalas Gerald dengan tatapan tajam penuh permusuhan, jelas hal itu membuat ia menciut di tempatnya.

"Tenang, kata lo? Melody mau dijodohin Den, gimana gue bisa tenang!"

"Iya-iya gue salah Bang, sorry. Nanti gue coba bujuk Melody lagi deh"

Gerald tidak memiliki mood untuk menjawab pernyataan Arden, akhirnya ia memilih untuk kembali ke dapur, melanjutkan acara masak memasak yang tadi ia tinggalkan sebentar.

Arden hanya menyaksikan kepergian Gerald, dengan bulu kudu yang merinding. Ah, saat seperti ini, Abang sepupunya itu, selalu saja terlihat sangat menyeramkan.

"Huh mengerikan" Ujar Arden sambil mengelus-elus dua lengannya mencoba menghilangkan merinding yang menjalarinya.

Sedari kecil, Arden memang dekat dengan Gerald. Dia Banyak menghabiskan waktu bersama Abang sepupunya tersebut. Bahkan, Gerald juga merupakan satu-satunya orang yang sedari awal, selalu mendukung karirnya di dunia entertain. Padahal, sebelumnya, keluarga Putra Wijaya amat menentang keinginannya untuk tidak menekuni dunia bisnis. Karena itu, ia sangat menyayangi Gerald, juga menghormatinya. Boleh dibilang Arden adalah fans nomor 1 Gerald Putra Wijaya.

90 Days (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang