37 - Usaha Penebusan Dosa

7.6K 957 161
                                    

Lea mebanting pintu rawat inapnya dengan sekuat tenaga. Ia sama sekali tidak memperdulikan suara orang tuanya, maupun Arden yang berusaha untuk memanggilnya.
Lea yakin, sebentar lagi mereka pasti akan menyusul ke dalam, lalu berusaha menenangkannya.

"Sayang, kamu tenangin diri dulu. Liat, selang infus kamu sampai ada darahnya" seperti dugaan Lea, maminya berlari panik dan berusaha menenangkannya.

Lea membuang wajah ke arah balkon ruang rawat inap, terlebih saat ia melihat Arden ikut masuk ke ruangan. Sebenarnya, dari satu kali tatapan saja, Lea sudah bisa dengan cepat mengetahui bahwa Arden sedang sangat khawatir. Tapi masa bodo, Lea tidak  ingin memperdulikan laki-laki brengsek itu. Ya, meskipun itu adalah hal yang sangat sulit, terlalu sulit.

"Le, ini ada Arden. Dia mau ngejelasin semuanya ke kamu"

Lea menatap kesal ke arah Maminya. "Mami pikir, Lea boneka? Lea harus mutusin dia saat Mami gak suka sama dia, dan Lea harus nerima dia saat Mami udah suka sama dia? Perasaan ini, tubuh ini, semuanya punya aku. Mami gak punya hak untuk mengaturnya secara berlebihan!"

Mami Lea diam seribu bahasa, air matanya kembali mengalir. Melihat pemandangan yang ada di depannya, Arden mengambil langkah maju. Selama ini ia selalu takut akan menjadi penyebab retaknya hubungan Lea dengan orangtuanya, tentu saja ia tidak mau hal tersebut benar-benar terjadi "Le, ini gak ada hubungannya sama Mami kamu. Semuanya salah aku, aku bisa jelasin semuanya"

Tatapan sinis adalah respon pertama yang diberikan oleh Lea untuk Arden. Arden masih tak gentar, ia terus maju diantara mereka.

"Stop! Gue gak berniat liat wajah orang brengsek kaya lo, secara dekat"
Bohong jika Arden bilang dia tidak terluka oleh kata-kata yang barusan diutarakan oleh Lea. Tapi ia juga sadar, bahwa sakit hatinya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dirasakan Lea akibat kata-katanya dulu.

"Le-"

"Kenapa? Lo mau apa? Mau jelasin semuanya?"

"Iya Le, aku mau jelasin semuanya. Aku-"

"Buat apa? Gak akan ada manfaat apa pun yang gue dapetin dari penjelasan yang akan lo kasih. Lo harus tahu, penjelasan lo gak akan lantas mengubah fakta bahwa lo udah nyakitin gue dengan sebegitunya. Penjelasan lo, gak akan merubah fakta bahwa lo adalah laki-laki brengsek yang udah ngelanggar janjinya"
Jika kalian pikir Lea mengatakan kalimat barusan sambil menangis, maka kalian salah besar. Lea mengatakan setiap katanya penuh penekanan, meski matanya sedikit berkaca-kaca. Hanya sedikit.

"Aku salah Le"

"Ya memang! Semua salah lo! Salah lo karena jadi pengecut, yang ngelepasin tangan gue disaat-saat paling genting hubungan kita. Lo yang janjinya bakal nemenin gue buat hadapi semua masalah, nyatanya cuma bulshit!, lo biarin gue berjuang sendirian! Bahkan, pada akhirnya, kesempatan gue buat berjuang juga lo rampas gitu aja di depan panggung megah konser tunggal lo, di backstage acara penuh suka cita!"

Dada Lea naik turun, napasnya memburu karena perasaan marah, kesal, dan kecewa yang berkecamuk jadi satu. Mengenang semua yang telah terjadi memang membuat Lea emosianal dalam sekejap. Ia masih ingat betul betapa ia sangat sakit hati saat Arden mengatakan semua kata-kata menyakitkan padanya tempo hari.

Meskipun belakangan, Lea tahu bahwa Arden sudah membuat klarifikasi jelas bahwa diantara dirinya dan Ranti hanya ada hubungan pekerjaan, namun itu jelas tidak lantas membuat hati Lea bisa baik-baik saja dalam sekejap.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, tiba-tiba Arden duduk berlutut. Ia runtuhkan semua ego, dan harga dirinya, karena untuknya semua tidak lagi penting. Sama sekali tidak penting. Satu-satunya hal terpenting di hidupnya adalah Ileana.

Lea tidak ingin memandang Arden. Bukan karena  apa-apa, tapi karena ia tidak tega melucuti harga diri laki-laki yang dicintainya dengan sebegitunya. Pelan-pelan air matanya mulai luruh, namun egonya memaksa untuk secepat kilat menghapus bulir-bulir bening tersebut.

"Percuma lo berlutut. Bahkan sakalipun lo sujud, gue masih gak berminat buat maafin lo"

Lea melangkah ke arah balkon sambil menyeret tiang infusnya. Ia harus segera menghindari Arden, ia harus menyembunyikan air matanya.

"Gue akan lakuin apa pun Le, asal lo mau maafin gue. Apa pun." Arden berkata tegas, berusaha meyakinkan. Dia buru-buru mengejar Lea ke balkon.

"Yakin? Lo bisa lakuin apa aja?"

"Yakin!"

"Oke. Gue coba sekali lagi percaya sama lo"

Arden tersenyum, ia merasa ada sedikit harapan. Hal yang sama juga dirasakan oleh Mami dan Papi Lea. Besar harapan mereka bahwa Lea bisa kembali menerima Arden, karena mereka sangat tahu, putrinya masih mencintai Arden.

Lea maju satu langkah, tatapannya berubah jahat "lo lompat ke sana. Karena satu-satunya hal yang gue harapkan adalah gak ada lagi lo, di muka bumi ini"

"LEA!!" Berbeda dengan kedua orang tua Lea yang mendadak panik bercampur marah, Arden justru masih nampak tenang. Senyumnya memang sempat hilang, tapi kini sudah kembali terbit. Ia mengambil langkah maju, menyisakan jarak beberapa cm meter saja diantara dirinya dan Lea.

"I Love you Le, dari dulu, sekarang, dan sampai nanti. Nggak peduli, 90 hari, atau 90 milyar hari kedepan, perasaan aku gak akan pernah berubah. Inget ya Le, laki-laki brengsek ini adalah laki-laki yang paling cinta sama kamu. Laki-laki ini, nggak akan lagi ngingkari janjinya, nggak akan bikin kamu kecewa lagi, nggak akan nyakitin kamu lagi-" Arden menghentikan sejak kalimatnya, suaranya sudah sangat berat dan parau karena tangis.

"Selama kamu bisa maafin aku, selama kamu bisa bahagia, maka semuanya akan sepadan. Sangat sepadan. Tidak peduli seberapa mahal harganya, tetap akan sangat layak. Karena buat aku, kamu nggak ternilai Le"

Air mata Lea tidak lagi bisa dikendalikan. Namun  ia masih memilih menghindari menatap Arden. Ia sungguh tidak ingin terlihat goyah, meski sebenarnya, ia sudah sangat goyah sejak tadi mendengar semua percakapan antara Arden dengan orang tuanya. Ya, Lea sudah mengetahui semuanya, diam-dia ia menguping semuanya dibalik pintu, dan ia tahu bahwa apa yang terjadi sebenarnya bukan benar-benar sepenuhnya salah Arden. Akan tetapi, menurutnya Arden masih harus membayar apa yang dulu pernah ia lakukan. Bagaimana pun, Arden sudah melakukan  kesalahan, dan mau tidak mau, ia harus mendapatkan  hukumannya.

"I love you more than anything, Ileana Maheswari" dengan secepat kilat, Arden mengecup kening Lea, lalu berlari ke arah ujung balkon.

Apa yang dilakukan oleh Arden terlalu membuat Lea syok. Karena semuanya terjadi begitu cepat, ia bahkan tidak dapat memberikan respon apa pun.

BERSAMBUNG

Kalo vote dan komennya rame, gak pake lama, besok langsung aku post next chapternyaaaaaaa.

Btw, sadar gak sih, akhir-akhir ini di story ig @hallononaaa aku suka ngepost poto Arden yg item putih? :)

Thanksluv

Nona ❤

90 Days (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang