4 - Kontrak 90 Hari

13.2K 1.3K 48
                                    

"Kalau lo butuh kuasa hukum atau yang lainnya, kabarin aja"

"Iya Bang tenang. Semua udah di urus sama agency"

Arden mencoba menghilangkan kekhawatiran Gerald yang ada diseberang.

"Udah dulu ya Bang, udah mau nyampe"

Panggilan tersebut berakhir setelah Anita memberikan kode bahwa mereka telah memasuki kawasan rumah keluarga Ileana.

Saat sampai di depan rumah besar ber cat putih, Arden disambut dengan security dan banyak bodyguard. Jangan lupa, bahwa ayah Lea adalah seorang Gubernur, wajar jika rumah dinasnya ketat penjagaan seperti ini.

Beruntungnya saat itu Lea buru-buru datang menghampiri dan meyakinkan semua petugas bahwa Arden benar temannya, jika tidak, mungkin kepala Arden sudah pecah karena ditanyai ini itu, dan diperiksa ini itu.

"Harus banget penjagaanya lebay gini?"

Arden berseru kesal saat berhasil mendudukan badannya di salah satu kursi, di taman depan rumah Lea.

"Ngaca woy, situ juga kemana-kemana bawa bodyguard, tuh!"

Lea menunjuk pada Anita dan seorang laki-laki, yang dengan setia berdiri dibelakang Arden. Hal itu jelas membuat Arden langsung tengsin. Sebenarnya dia juga tidak suka kemana-mana membawa ajudan seperti ini, namun karena keadaan sedang genting, dan pihak agency tak ingin mengambil risiko, akhirnya ia memilih untuk menurut.

"Bisa lo suruh mereka pergi gak? Gue mau ngomong serius, dan gak bisa kalau ada orang lain"

Kali ini Arden setengah mencondongkan badannya, sambil berbisik. Lea spontan menoleh, dan melihat pada dua ajudan yang berdiri tidak jauh darinya.

"Nggak, gue gak mau ambil risiko"

"Maksud lo, orang kayak gue ada niatan untuk berbuat jahat?"

Lea hanya mengangguk cuek, sambil mengangkat minuman dingin yang beberapa menit sebelum Arden datang sedang ia nikmati. Jangan kalian pikir Lea menyambut ramah kedatangan Arden, tidak, tentu tidak. Lea bahkan tidak mau repot-repot mengajak Arden duduk di dalam rumah, tidak juga sekedar menyediakan air putih untuk lelaki tersebut.

"Heh mie burung dara, lo tahu siapa gue kan? Gue Arden Putra Wijaya, untung apa gue berbuat jahat ke lo?"

Nada bicara Arden jelas terdengar kesal dan emosi, Nita yang berdiri di belakangnya sampai harus memegangi pundak lelaki tersebut, karena ajudan dibelakang Lea sudah menatap galak Arden dengan tidak suka.

Lea kesal bukan main mendengar panggilan Arden untuknya, bisa-bisanya ia mengganti namanya yang bagus dengan sebutan 'mie burung dara'.

"Tidak peduli siapa orangnya, mereka selalu memiliki potensi berniat jahat yang sama besarnya. Apalagi, elo...."

Lea menjeda kalimatnya dan menunjuk Arden dengan tatapan penuh tidak suka, setengah memandang enteng "orang asing, setengah gila"

Kalau saja Arden tidak ingat dimana dia berada, pasti dia sudah triak-triak membalas perkataan Lea barusan. Namun, ia tahu betul apa resiko yang akan ia terima jika melanjutkan perdebatan ini.

Pelan-pelan ia menarik napas sambil memejamkan mata, mencari kedamaian dalam hatinya, bersuaha memusnahkan segala perasaan kesal yang beberapa detik lalu mengusai seluruh tubuhnya.

Wajah menyebalkan Lea, dan cara bicaranya yang menjengkelkan, sungguh satu kombinasi yang dengan instan mampu menghadirkan segala amarah di dada Arden. Jika bukan karena keadaan yang memaksa, ia benar-benar tidak akan sudi berurusan lagi dengan si rambut mie menjengkelkan ini.

90 Days (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang