Suasana canggung diantara Arden dan Lea berlanjut hingga mereka makan malam, bahkan juga dalam perjalanan pulang. Karena rasa canggung itulah, akhirnya Lea memutuskan untuk pura-pura tidur saja, ia jaga bingung harus mengangkat topik pembicaraan apa.
Akan tetapi, sepertinya Lea yang memang sudah lelah lahir batin menghadapi semua situasi hari ini, akhirnya justru benar-benar tertidur pulas di kursi penumpang samping Arden.
Arden tersenyum melihat Lea yang kini sudah benar-benar lelap dengan napas teratur. Sekarang sedang lampu merah, Arden memutuskan untuk melepas jaket yang ia kenakan untuk bisa diselimutkan pada Lea.
Melihat rambut Lea yang sedikit berantakan, ia dengan lembut menyisihkan rambut-rambut tersebut dari wajah Lea. Berharap gadis tersebut bisa tidur dengan lebih nyaman.Sambil menunggu rambu menunjukan lampu hijau, Arden menggulung lembut ujung rambut ikal Lea sengan jari telunjuknya.
"Sejak kapan rambut lo jadi keliatan lucu gini sih Le? Bikin gemesh!"
Saat ini sudah pukul 9 malam lebih beberapa menit, jalanan sedikit lengang, sehingga Arden tidak harus menghabiskan banyak waktu untuk sampai di kediaman orang tua Lea.
Arden ingin sekali membangunkan Lea, tapi gadis tersebut terlihat terlalu nyenyak. Membuat Arden akhirnya memutuskan untuk langsung saja membopongnya.
"Aden?" Lea bersuara dengan sangat lemah. Matanya setengah terbuka, seperti antara sadar dan tidak.
"Pegangan ke leher yang bener, biar gak jatoh" Lea yang berada diantara ambang kesadarannya hanya mengikuti instruksi Arden. Membiarkan laki-laki itu melakukan apapun.
"Lea tidur?" Papi Lea adalah orang yang membukakan pintu utama untuk Arden. Bisa Arden lihat raut wajah orang paling penting di Provinsinya tersebut terlihat sangat khawatir.
"Yaudah, minta tolong bawa Lea langsung ke kamar ya Den. Di atas, kamar sebelah kanan. Om tunggu disini" Arden mengangguk, lalu mengikuti instruksi dari Papi Lea. Menyusuri satu demi satu anak tangga, hingga menemukan kamar yang sepertinya adalah milik.
Ada perasaan aneh saat memasuki kamar Lea. Karena bagaimanapun, ini adalah pertama kalinya Arden memasuki kamar seorang gadis.
Arden mengambil kembali jaket miliknya yang tadi ia gunakan untuk menyelimuti Lea. Menggantinya dengan bed cover.Tidak langsung beranjak, ia memilih untuk diam sejenak, lagi-lagi memperhatikan wajah tenang Lea yang sedang pulas tertidur. Ia tidak menampik ada perasaan asing yang terus menggedor hatinya saat sedang berduaan dengan Lea seperti ini. Perasaan yang sangat asing, sampai membuat dirinya sendiri ragu untuk menerjemahkannya.
"Sleep thight Le" Arden berujar lirih, lalu dengan cepat mendaratkan satu kecupan singkat di kening Lea. Satu kecupan yang bahkan ia sendiripun tidak tahu apa maksudnya. Ia hanya tidak bisa menahan desakan hatinya.
"Makasih banyak ya Den, maaf banget om ngrepotin kamu"
Papi Lea membuka obrolan saat Arden sudah turun dari lantai dua."Santai aja om, gak repot sama sekali. Ngejaga orang yang kita sayangi adalah keharusan kan?"
Papi Lea tersemyum sambil menepuk pelan pundak Arden. Ia bersyukur karena nyatanya kekasih putrinya adalah laki-laki baik, laki-laki penuh tanggung jawab. Ia tahu, saat ini istrinya memang belum bisa menerima kehadiran Arden, tapi ia yakin bahwa suatu saat dia pasti menerimanya. Suatu saat istrinya pasti bisa melihat kebaikan dan ketulusan laki-laki muda di hadapannya ini. Pasti.Papi Lea sebenarnya telah menyuruh Arden untuk menginap, tapi Arden menolak. Ia memilih untuk tetap kembali ke dorm manajemen.
"Yaudah, kamu bawa mobil Lea aja. Besok atau kapan-kapan baru balikin. Udah malem, gak aman kalo kamu pake taksi online. Apalagi kamu kan selebrity, takut kenapa-napa Den"
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days (Tamat)
HumorArden Putra Wijaya terjebak dalam hubungan palsu dengan Ileana Maheswari selama 90 hari, karena suatu skandal yang mengancam karir mereka berdua dan menyebabkan kesalah pahaman besar di masyarakat. Kira-kira mampukah mereka menyelesaikan skandal yan...