27 - Ribut-Ribut

7.8K 907 26
                                    

"Enak nggak?"
Lea mengangguk-angguk, sambil menyuapkan satu sendok puding yang barusan dipesan oleh Arden, melalui aplikasi ojeg online.

"Thankyou Den"
Tidak memberikan jawaban, Arden justru memilih merangkul Lea dari samping. Saat ini, mereka berdua sedang duduk di sofa panjang sambil menonton salah satu film yang dibintangi oleh Arden.

"Udah jam segini, beneran gak apa-apa kalo kamu belom pulang?" Sesunggugnya sedari usai makan malam tadi, Arden sudah meminta Lea untuk pulang. Ia bahkan menawarkan diri untuk mengantar kekasihnya tersebut pulang. Tapi anehnya, Lea menolak. Ia bahkan memilih untuk menonton film, sambil menikmati kudapan malam.

"Nggak apa-apa Den"

Tidak ingin membuat suasana berubah canggung, apalagi membuat Lea kembali menangis, akhirnya Arden memilih untuk memutus topik ini.

"Nih, mau nggak?" Lea menyodorkan satu suap puding pada Arden. Namun, Arden memilih menolak. Perut Arden masih sangat kenyang karena dipaksa Lea untuk menghabiskan semua masakan yang tadi dibuat oleh gadis tersebut.

Setelah itu keduanya, fokus pada layar. Menikmati setiap adegan yang diperankan oleh Arden. Saking fokus dan menghayatinya, Lea bahkan tidak sadar jika Arden sedari tadi sama sekali tidak menatap layar, melainkan memperhatikan ekspresinya dengan penuh seksama.

Nggak peduli ekapresinya lagi gimana, kamu kok cantik terus sih Le?

"Jangan kenceng-kenceng ih meluknya Den. Aku jadi sesek ini. Nontonnya juga jadi gak fokus" Lea protes karena Arden semakin erat memluknya. Selain itu, Arden juga menempatkan dagunya pada pundak Lea, menyebabkan Lea hilang fokus dari tontonan yang ia sedang ia seriusi.

Meski dengan setengah hati, Arden memutuskan untuk mengendurkan pelukannya. Ia juga menarik kembali dagu. Membiarkan Lea yang sedang bersila di sofa, kembali fokus menikmati film.

Momen-momen kecil seperti ini, mungkin akan terlihat sepele di mata orang lain. Tapi, tentu tidak untuk Arden. Semua momen bersama Lea akan selalu terasa istimewa. Ia sungguh mensyukuri semuanya.

Arden tidak pernah tahu, kapan kebersamaan ini akan berakhir. Karena, meski dirinya tidak ingin berpisah dari Lea, tapi ada masalah besar-tentang Mami Lea yang entah akan memberikan restunya atau tidak, yang harus mereka berdua hadapi.

Dulu, saat hubungan mereka hanya sekedar kontrak, Arden tidak pernah mengambil pusing semua perlakuan Mami Lea. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Ia dan Lea sangat membutuhkan restu wanita tersebut jika ingin bisa memiliki hubungan seutuhnya.

Ah, kayanya gue mikirnya kejauhan

Arden memegang pelipisnya, saat kembali mengingat semua perlakuan Mami Lea padanya

"Hwaaaaaa, sedih bangeeeet huhu" Lea tiba-tiba menangis

Di tengah kalutnya pikiran Arden. Tidak ada angin, tidak ada hujan, Lea yang sedari tadi diam, kini justru menangis sesenggukan, sambil memeluk Arden.

"Kamu kasian banget sih Den hwaaa huhu"
Arden semakin bingung. Apa jangan-jangan Lea bisa membaca pikirannya? Nggak mungkin kan?

"Aku tahu ini berat. Tapi, harusnya kamu bisa ngehadepin itu huhu. Kamu nggak boleh nyerah Den!" Lea masih melanjutkan acara menangisnya. Ia bahkan mengeratkan pelukannnya pada Arden. Seolah takut kehilangan.

"I-iya sayang. Aku nggak nyerah kok. Nggak"

"Bohong!"

"Ha???"

"Itu buktinya, kamu mati! Huhuhu hiks hiks" masih sambil menangis Lea menunjuk ke arah layar. Ekspresinya kini bukan hanya sedih, tapi juga bercampur kesal.

90 Days (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang