23 - Melebur

9.1K 1K 97
                                    

Arden terdiam mematung, begitu pula dengan Lea yang sekarang menunduk malu, setengah hati menyesali pengakuannya barusan. Ya, hanya setengah, karena setengah hatinya yang lain kini justru merasa lega. Ia lega karena akhirnya tidak lagi menahan perasaannya. Segala sesuatu yang seharusnya dibagikan memang tidak baik jika kita pendam sendirian.

Memendam perasaan bernama cinta, memang membutuhkan kemampuan yang besar dan luar biasa, kalian harus memiliki hati yang kuat setidaknya untuk pura-pura  baik-baik saja, meskipun sebenarnya tidak. Dan Lea telah sampai pada titik itu. Titik dimana ia tidak bisa lagi melakukan toleransi pada perasaanya. Titik dimana dia pada akhirnya menyerah dan menyuarakan perasaanya. Memerdekakan hatinya dari segala rasa pura-pura.

"Kamu barusan ngomong apa?" Suara Arden sedikit pelan, bahkan hampir tertelan oleh debur ombak dan angin malam. Lea perlahan memberanikan diri mengangkat kepalanya, namun tidak menatap Arden.

"Le?!" Kini dua tangan Arden mengguncang pundak Lea

"A-ku suka sa-"

"STOP IT! STOP IT! NO!!"

Lea menelan ludah setelah Arden dengan panik dan cepat memotong kalimatnya. Ia kembali menunduk, meratapi hatinya yang sakit, setengah mati menahan agar air matanya agar tidak tumpah. Ia memang sudah menduga bahwa kondisi inilah yang akan ia terima. Hanya saja ia tidak menyangka bahwa rasanya akan sesakit ini.

Cinta memang begitu bukan? Dia selalu egois. Entah aekuat apapun kita berusaha menerima kenyataan tentang seseorang yang kita cintai, ternyata tidak bisa memberikan hatinya, pada akhirnya kita tidak akan pernah bisa benar-benar menerima hal itu. Selalu ada penolakan dan tuntutan, mengapa dia tidak bisa mencintaiku? Apa susahnya membalas perasaanku? Bisakah kita buat hubungan ini menjadi sederhana dan tidak rumit? Cukup dengan aku mencintai kamu dan kamu mencintaiku. Semua pertanyaan tuntutan tersebut akan terus menguasai hati dan membuat kita akan merasa semakin terluka, ketika pada nyatanya semua hanya menjadi tuntutan semata.

"Le!!!"
Arden tiba-tiba berteriak, dari nada suaranya terdengar bahwa laki-laki tersebut setengah fruatasi. Ya, Lea bisa mengerti, Arden pasti terlalu kaget.

"Kamu serius?"

"Iya aku serius. Aku suka sam-"

"STOP! Jangan dilanjutin" lagi-lagi Arden terlihat panik, ia bahkan berjalan mondar-mandir beberapa kali. Hal itu jelas membuat Lea bingung. Terlebih kentara sekali bahwa aktor kenamaan Indonesia tersebut kini sedang panik dan bingung.

"Den, gapapa kok kalo kamu gak bisa bales perasan aku. Aku tau kalo kamu nggak suka sama aku, ak-"

"Siapa bilang?"

"HA? Maksudnya?"

"Lea kamu tuh kenapa nyebelin banget sih?!" Kini Arden justru terlihat sangat gemas dan geregatan dengan Lean sedangkan gadis dihadapannya jelas tidak memahami apa maksud laki-laki tersebut.

"Kamu tahu nggak sih, yang tugasnya menyatakan perasaan lebih dulu itu cowok! Harusnya aku Leeeeee. Bukan kamu!"
Lea masih tidak mengerti. Situasi dan kalimat Arden terlalu susah ia cerna. Mereka diam beberapa saat, lagi-lagi membiarkan debur ombak kembali mengambil alih. Yang kini mereka lakukan hanyalah saling beratatapan, seolah mata mereka bisa saling memberikan jawaban.

Beberapa detik berlalu, setelah sedikit meredakan gemuruh di dadanya, Arden mengambil langkah maju, mengikis jarak diantara mereka.

Lea berusaha mundur, agar jarak diantara mereka tidak akan terlalu dekat. Demi Tuhan, Lea takut Arden akan mendengar jantungnya yang berdetak terlalu keras jika mereka berdiri terlalu dekat. Entah mengapa Lea yakin, bahkan suara debur ombak yang malam ini menemani mereka juga tidak akan mampu meredam suara jantungnya.

"Ileana Maheswari...." Arden menggenggam tangan Lea yang terasa sangat dingin. Mata mereka masih melekat satu sama lain.

"Terimakasih atas keberanian besar yang kamu lakukan malam ini. Terimakasih karena kamu sudah mau jujur. Terimakasih sudah mencintai ku..."

Lea setengah menahan napas. Ini adalah pertama kali baginya mendengar Arden berbica seserius ini, dan dengan nada selembut ini. Apakah ini benar Arden kekasih palsunya?
Belum sempat Lea berdamai dengan pikirannya, ia tiba-tiba dikagetkan dengan Arden yang sudah berlutut di hadapannya, dan mengatakan kalimat paling tidak terduga.

"Ileana Maheswari. Entah sejak kapan aku memiliki perasaan ini, tapi satu hal yang pasti, aku yakin dengan penuh bahwa ini bukan sekedar perasaan suka. Lebih dari itu, aku mencintaimu dengan segala kesungguhan. Jadi, maukah kamu menyatukan perasaan kita, dan membesarkannya penuh dengan kebahagiaan, serta petengkaran menyebalkan seperti biasanya?" Arden tertawa di ujung kalimatnya, menyadari betapa dirinya dan Lea sering sekali bertengkar karena hal remeh temeh. Dan tanpa mereka sadari, pertengkaran-pertengkaran kecil itu yang justru membuat mereka semakin dekat.

Sedangkan Lea kini sudah tidak bisa lagi menahan air matanya. Ia haru dan tidak menyangka bahwa hatinya bersambut, bahwa Arden juga menyukainya. Ah tidak, mencintainya!

Sambil menangis, Lea membalas uluran tangan Arden, sebagai tanda bahwa ia menerima dan menyetujui permintaan laki-laki tersebut.
Arden bangkit dari posisinya, dalam hitungan detik ia merengkuh tubuh kekasihnya, membawanya dalam pelukan. Akhirnya, mereka benar-benar ada dalam hubungan yang nyata.

"I love you, Ileana Maheswari"

Lea tidak menjawab, ia hanya terus menangis, dan menguatkan  pelukannya.

Malam itu, di bawah langit tanpa bintang, di tepi laut yang ombaknya terus berderu, dan diiringi oleh angin malam yang menusuk tulang, ada dua hati yang akhirnya merdeka, membebaskan diri dari sandiwara konyol yang mereka ciptakan.
Lea tidak akan pernah tahu bahwa Arden sungguh bersyukur atas apa yang saat ini terjadi. Semua rasa marah, kecewa, bersalah, dan segala macam yang jauh dari kata bahagia akibat pertengkaran mereka tempo hari, kini lebur dalam sekejap, karena pengakuan dari gadis yang sangat pemberani. Gadisnya!

"Kamu melukai harga diri aku, karena membiarkan seorang gadis lebih dulu menyatakan perasaanya padaku Le. Tapi, disaat bersamaan, kamu juga dengan ajaib membuat aku merasakan perasaan lebih dari bahagia" Arden kini sedang membingkai wajah Lea menggunakan dua tangannya.

"Hahaha, ya kamunya cemen sih. Kalo nunggu kamu ngomong, bisa mati bosen aku!"
Arden menlotot gemas setelah mendengar kalimat candaan dari Lea barusan. Kemudian dengan pelan namun pasti, ia menyatukan keningnya dan Lea, lalu memindahkan tangannya untuk melingkari tubuh Lea, menuntut agar mereka lebih dekat satu sama lain, menyatu dan melebur dalam perasaan bahagia.

Malam ini, biarkan Lea merasakan sosok Arden yang jauh dari biasanya. Arden kekasihnya yang penuh dengan kalimat romantis, bukan si Arden Sarden menyebalkan, kekasih palsunya.

BERSAMBUNG

Tadinya gak akan update karena masih di kereta otw Bandung haha. Tapi berhubung aku juga lagi gabut di kereta, dan kalian komen mulu minta update, jadi  aku putuskan untuk nulis lewat hp dan update haha.
Semoga tidak mengecewakan yaaaa ♡♡

Thanksluv
Nona ♡

90 Days (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang