Anita memasuki ruang latihan dengan perasaan khawatir yang tidak bisa ditahan. Ia baru saja mendapatkan kabar dari salah satu staf agency bahwa Arden melakukan latihan gila-gilaan sepanjang hari. Katanya, sedari pagi Arden mengurung diri di ruang latihan dance, dan sampai kini-setelah magrib, dia masih ada di sana.
Saat Anita mendorong pintu ruang latihan, ia melihat Arden sedang melakukan dance seperti orang kesetanan. Buru-buru Anita menuju meja tape, lalu mematikan musik. Berbeda dengan Anita yang nampak khawatir, Arden justru tersenyum kelewat sumringah.
"Bawa makanan Kak?"
Anita lebih dulu menyodorkan sebotol air, yang kemudian langsung diteguk dengan rakus oleh Arden, sampai tandas. Lalu, tanpa memperdulikan kerasnya lantai Arden memilih langsung membaringkan badan-telentang menghadap atas, menutup matanya menggunakan lengan. Sungguh, seluruh badannya terasa lelah, remuk, dan sakit. Tapi, percayalah bahwa satu-satunya bagian tubuhnya yang paling menderita hanyalah hatinya.
"lo lagi ada masalah Den?" Anita mengeluarkan kotak bento, dan mempersiapkannya.
Arden yang masih tiduran, memilih diam dan tidak menjawab. Ia tiba-tiba kembali teringat semua kalimat yang dikatakan oleh mami Lea. Ia juga teringat bahwa hatinya sangat merindukan Lea. Sudah hampir 5 hari ia menghindari Lea, dan entah sampai kapan ia bisa melakukan hal ini.
Arden masih tidak memiliki cara untuk bisa menjauh dengan cara yang baik, agar ia dan Lea sama-sama tidak terluka. Lagi pula, memangnya saat dua orang yang masih saling mencintai dipaksa untuk menjauh, apa mungkin tidak akan membuat mereka saling melukai?
Hati kecil Arden ingin sekali mempertahankan Lea di sampingnya. Namun, logika dan harga dirinya melarang keras untuk melakukan hal itu. Karenanya, sampai saat ini yang bisa ia lakukan hanya menghindar, dan terus menghindar.
"kalo lo ada masalah cepet selesaiin. Jangan sampai hal itu bikin kondisi lo drop, jangan maksain diri kaya beberapa hari kebelakang. Inget Den, konser tunggal yang lo impi-impikan udah di depan mata"
Anita menyodorkan kotak bento yang sudah terbuka, dan menyenggol lengan Arden, membuat laki-laki tadi buru-buru bangkit dari posisinya. Tanpa menjawab satu patah kata pun, ia mengambil alih bento, lalu makan seperti orang kesetanan.
Ruang latihan hening, sangat hening. satu-satunya suara yang saat itu dapat didengar adalah pergerakan Arden melakukan kegiatan makan. Anita tidak lagi ingin membuka suara, ia paham bahwa sepertinya masalah Arden cukup serius. Namun, ia sangat paham bagaimana watak Arden, ia tidak suka berbagi beban dengan orang lain. Meskipun Arden terlihat senang bermain-main dengan segala hal, tidak pernah terlihat serius, sering terlihat bersemangat dan slengekan, namun sebenarnya ia adalah pribadi yang mandiri, dan senang memendam semuanya sendiri. Percayalah, dia yang paling banyak tertawa, biasanya adalah dia yang paling banyak memendam luka.
Dering telfon menjadi hal yang memecah kesunyian. Arden melongok ponsel yang tadi diletakan oleh Anita di dekat tubuhnya. Panggilan masuk dari Lea Mie Spesial, adalah kalimat yang bisa terbaca dengan jelas oleh mata Arden di layar ponselnya, namun ia memilih abai.
Ia berdehem sebentar untuk menormalkan hati dan perasaannya, lalu melanjutkan kembali acara makannya. Anita tidak bersuara, hingga akhirnya panggilan ke tiga masuk ke ponsel Arden, dan penelponnya masih orang yang sama-Ileana Maheswari.
"angkat Den"
"biarain aja kak. Ntar aja"
"kalo ternyata penting gimana? Kalo Lea kecelakaan gimana?"
Kalimat Anita mau tidak mau langsung memberikan satu perasaan khawatir yang cukup besar di benak Arden. Tidak, ia tidak akan pernah sanggup menghadapi kenyataan Lea dalam keadaan tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days (Tamat)
HumorArden Putra Wijaya terjebak dalam hubungan palsu dengan Ileana Maheswari selama 90 hari, karena suatu skandal yang mengancam karir mereka berdua dan menyebabkan kesalah pahaman besar di masyarakat. Kira-kira mampukah mereka menyelesaikan skandal yan...