I

1.5K 309 46
                                    

[Name] tahu, cepat atau lambat hal ini akan terjadi; hari dimana ia harus membuka kembali luka hati, dengan menjelaskan semuanya kepada orangtua.

Tidak, ia tidak menyalahkan Levi yang terdengar seolah lari dari pertanggungjawaban untuk menghadap kedua orangtua [Name]. Wanita itu benar-benar mengerti keadaan yang sebenarnya terjadi. Dan dia tak ingin membuat drama baru dengan membesarkan masalah seperti ini. Sebab [Name] tahu jika hal itu hanya akan memperparah luka.

Saat ini ia sedang duduk di sofa panjang sambil menonton televisi. Di sampingnya, wanita paruh baya duduk anggun dengan mata yang terus tertuju kepada reality show yang sedang meliput salah satu keluarga ternama. [Name] mengingatnya, mereka pernah bertemu beberapa kali saat sedang mendampingi Levi. Pun ia tahu program televisi seperti apa itu. Sebab keluarganya pun pernah dihubungi oleh kru tersebut untuk diliput dan ditayangkan sebanyak dua hingga tiga episode. Tetapi tentu, permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Levi. Menurutnya, seseorang tak perlu memamerkan kebahagiaan ke depan khalayak, karena tahu akan ada begitu banyak pasang mata yang sakit hati ketika melihatnya.

Sebab tidak semua orang memiliki keluarga yang utuh, ataupun mendapatkan kebahagiaan yang sama.

Lalu pria itu juga pernah berkata, jika tidak semua yang ditayangkan dapat dibuktikan keasliannya. Tidak jarang keluarga yang hanya menutup-nutupi perpecahan di antara mereka.

Seketika [Name] teringat saat-saat mereka sedang menjalankan aksi berpura-pura jika sedang dalam keadaan baik-baik saja. Walau sebetulnya, perasaan dalam hati telah hancur berkeping-keping.

"Kau tahu, [Name]?" Setelah hampir setengah jam terfokus pada acara televisi, Sang Mama pun memutuskan untuk bersuara. "Terkadang ada saat-saat dimana Mama ingin kau kembali menjadi anak kecil yang masih kesulitan untuk merangkak."

[Name] menoleh, mendengarkan.

"Itu merupakan hal berkesan, walau masih belum sebanding ketika kau lahir. Waktu itu kau menjadikan kami orangtua paling bahagia di muka bumi. Kau juga sudah menjadi seorang ibu, kau pasti bisa merasakannya." Jeda sebentar, wanita itu melirik putrinya yang masih fokus mendengarkan. "Lalu lambat laun kau mulai pandai bicara, berjalan, hingga beranjak dewasa. Mama masih ingat ketika Papamu tahu kau memutuskan untuk pergi ke kota besar. Dia memang pria keras, tetapi sebetulnya ia hanya mengkhawatirkanmu."

"Aku tahu," ujar [Name]. "Papa memang selalu mengkhawatirkanku dalam hal apapun. Aku mengerti karena ia sangat menyayangiku."

"Betul." Ia mengangguk. "Terlebih saat ia tahu putrinya sudah benar-benar dewasa, dan mulai memperkenalkannya dengan seorang pria."

[Name] mengalihkan pandangan keluar jendela, tahu kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut.

"Pada awalnya dia memang tidak setuju. Karena Levi memiliki sikap yang menurutnya kurang meyakinkan, juga latar belakang yang jauh berbeda dengan kita. Tetapi setelah pria itu berhasil menyakini Papamu, dia benar-benar percaya kepada keputusannya bahwa memang Levilah yang terbaik untukmu. Hingga suatu hari kau menelepon kami sambil menangis dan berkata jika kalian akan bercerai."

"Ma...."

"Kami memang terkejut. Apalagi setelah kau sedikit menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Terlebih Papamu."

"... Apa Papa marah?"

"Marah besar, pada awalnya. Tetapi dia menahan diri, untuk tidak terlalu ikut campur karena itu sudah bukan lagi hak tau tanggung jawabnya. Ia ingin kau dan Levi menemukan sendiri jalan keluar dari masalah rumah tangga kalian."

"Sebenarnya Levi tidak pernah menginginkan perceraian. Itu terjadi karena aku yang selalu mendesaknya. Terkadang aku merasa kasihan dengan beban yang ditanggungnya, sebab semua ini benar-benar terjadi di luar kendali."

Before DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang